Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

3 Cara Penggunaan Meterai Rp 3.000 dan Rp 6.000

Kompas.com - 11/01/2021, 08:20 WIB
Muhammad Idris

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah mulai memberlakukan tarif bea meterai tunggal atau materai Rp 10.000 per 1 Januari 2021. Sementara meterai Rp 3.000 dan meterai Rp 6.000 tetap berlaku dalam masa transisi.

Hal tersebut sesuai dengan ketentuan di dalam UU Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai. Dalam regulasi teranyar tersebut, kedua meterai lama hanya bisa digunakan sampai 31 Desember 2021 (meterai Rp 6.000 masih berlaku). 

Dengan pengenaan tarif baru tersebut, pemerintah juga menyesuaikan dokumen yang dikenai meterai, yakni dari yang sebelumnya mulai Rp 250.000 menjadi Rp 5 juta.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama, menjelaskan ada tiga cara untuk menggunakan kedua meterai lama tersebut.

Baca juga: Kata KSEI Soal Polemik Transaksi Saham Dikenai Bea Materai Rp 10.000

"Tarif bea meterai Rp 10.000 sudah berlaku mulai tanggal 1 Januari 2021. Untuk itu, masyarakat dapat menggunakan benda meterai yang saat ini masih ada, dengan nilai minimal Rp 9.000," ucap Hestu dalam keterangannya dikutip pada Senin (11/1/2021). 

Berikut cara penggunaan meterai Rp 3.000 dan meterai Rp 6.000 selama masa transisi:

  • Menempelkan meterai Rp 6.000 dan Rp 3.000 secara berdampingan dalam satu dokumen yang memerlukan meterai.
  • Menempelkan 3 meterai Rp 3.000 secara berdampingan dalam satu dokumen yang memerlukan meterai.
  • Menempelkan 2 meterai Rp 6.000 secara berdampingan dalam satu dokumen yang memerlukan meterai.

"Ini dapat dilakukan paling lambat sampai akhir 2021," jelas Hestu.

Pengenaan bea meterai Rp 10.000 pada tahun ini bukan hanya berlaku untuk dokumen fisik dalam kertas, melainkan juga akan berlaku untuk segala dokumen digital dan transaksi elektronik.

Baca juga: Naik Mulai Tahun Depan, Selembar Materai Harus Ditebus Rp 10.000

Namun demikian, Hestu mengatakan, saat ini otoritas fiskal masih menyiapkan aturan turunan, yakni berupa Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK).

Selain itu, infrastruktur pendukung berupa aplikasi untuk meterai dokumen elektronik.

"Kita sedang siapkan PP dan PMK-nya, serta infrastruktur (aplikasi dan lainnya) meterai untuk dokumen elektronik," jelas dia.

Sebagai informasi, perubahan tarif bea meterai dilakukan guna menyesuaikan kebijakan pengenaan bea meterai dengan kondisi ekonomi, sosial, hukum, dan teknologi informasi yang telah berkembang sangat pesat, dengan tetap berpegang pada asas kesederhanaan, efisiensi, keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan.

Baca juga: Ramai-ramai Tolak Rencana Jual Beli Saham Dikenai Bea Materai Rp 10.000

Kementerian Keuangan menyebut, adanya kenaikan bea meterai jadi Rp 10.000 diperkirakan akan menambah potensi penerimaan negara menjadi Rp 11 triliun di tahun 2021.

Adapun, penerimaan negara dari bea meterai di tahun 2019, dengan adanya tarif Rp 3.000 dan Rp 6.000 per lembar materai, penerimaan negara hanya mencapai Rp 5 triliun.

Pengenaan bea meterai Rp 10.000 di tahun depan, bukan hanya berlaku pada dokumen fisik dalam kertas, tapi juga akan berlaku untuk segala dokumen digital dan transaksi elektronik.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com