Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mendag: Lonjakan Harga Kedelai Saat Ini Tertinggi dalam 6 Tahun Terakhir

Kompas.com - 11/01/2021, 15:18 WIB
Yohana Artha Uly,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lufti mengungkapkan, lonjakan harga kedelai impor di pasar global yang saat ini terjadi, merupakan kenaikan tertinggi sejak 6 tahun terakhir.

Dia bilang, kondisi itu tak lepas dari tingginya permintaan dunia terhadap kedelai. Ditambah lagi, hal itu juga disumbang oleh terganggunya perekonomian dunia dan cuaca di negara-negara produsen.

"Sekarang ini harga kedelai itu 13 dollar AS per rumpunnya, dan ini adalah harga tertinggi dalam 6 tahun terakhir," ungkap Lutfi dalam konferensi pers secara virtual, Senin (11/1/2021).

Baca juga: Luhut: Vaksinasi Dimulai Hari Rabu Pekan Ini

Dia menjelaskan, negara-negara Amerika Latin, seperti Brasil dan Argentina, yang merupakan salah satu produsen terbesar kedelai mengalami gangguan cuaca akibat fenomena La Nina. Akibatnya produksi kedelai pun terganggu.

Di sisi lain, Argentina juga mengalami aksi mogok kerja di sektor distribusi dan logistik. Sehingga turut memperpanjang waktu pengiriman kedelai ke negara-negara importir.

"Ganguan cuaca akibat La Nina di Amerika Latin menyebabkan basah di Brasil dan Argentina, lalu diperparah juga dengan Argentina yang mengalami kemogokan," jelas dia.

Penyebab lain tingginya harga kedelai adalah tingginya permintaan kedelai, khususnya oleh China. Lutfi bilang, pada 2019-2020 lalu China mengalami serangan flu babi yang mengharuskan mereka memusnahkan sebagain besar ternak babi.

Namun setelah pulih dari serangan flu babi tersebut, China kini mulai ternak kembali dengan jumlah sekitar 470 juta babi. Di mana pakan babi menjadi diatur untuk menjaga kualitas, dan kedelai digunakan untuk menjadi pakan babi.

Alhasil, permintaan kedelai oleh China ke Amerika Serikat, yang juga merupakan produsen kedelai terbesar di dunia, meningkat dari biasanya 15 juta ton menjadi 28 juta ton.

"Tadinya makanan (babi) kan tidak diatur, hari ini makanannya diatur. Karena itu (jumlah) babi yang besar, maka hampir naik dua kali lipat permintaan kedelai dari China kepada AS dalam kurun waktu yang singkat," kata Lutfi.

Baca juga: RI Masih Banyak Impor Pangan, Jokowi: Hati-hati!

Indonesia sendiri, lanjut dia, merupakan salah satu negara pengimpor kedelai terbesar. Setidaknya 90 persen kebutuhan kedelai dalam negeri dipenuhi dari impor.

Oleh sebab itu, kenaikan gejolak harga kedelai di pasar global sangat mempengaruhi harga kedelai di dalam negeri. Harga kedelai di pasar kini berkisar Rp 9.300- Rp 9.800 per kilogram, dari sebelumnya Rp 6.100- Rp. 6.500 per kilogram Maret-April 2020 lalu.

Meski demikian, Lutfi memastikan, pemerintah berupaya melakukan stabilisasi harga kedelai dan menjamin pasokan kedelai Indonesia tetap aman 3-4 bulan ke depan, di tengah tingginya permintaan kedelai di pasar global.

Menurut Lutfi, dalam 100 hari ke depan dipastikan harga jual kedelai menjadi sebesar Rp 8.500 per kilogram. Hal itu berdasarkan kesepakatan antara importir dengan perajin tempe-tahu yang difasilitasi oleh Kemendag dan Kementan.

"Jadi ini adalah suatu keniscayaan yang memang harus di pahami karena Indonesia tidak mempunyai kacang kedelai yang cukup, kita harus bisa mengerti kenaikan harga tersebut," kata Lutfi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Terinspirasi Langkah Indonesia, Like-Minded Countries Suarakan Penundaan dan Perubahan Kebijakan EUDR

Terinspirasi Langkah Indonesia, Like-Minded Countries Suarakan Penundaan dan Perubahan Kebijakan EUDR

Whats New
Manfaat Rawat Inap Jadi Primadona Konsumen AXA Financial Indonesia

Manfaat Rawat Inap Jadi Primadona Konsumen AXA Financial Indonesia

Whats New
Kemenko Marves: Prabowo-Gibran Bakal Lanjutkan Proyek Kereta Cepat sampai Surabaya

Kemenko Marves: Prabowo-Gibran Bakal Lanjutkan Proyek Kereta Cepat sampai Surabaya

Whats New
Layani Angkutan Lebaran Perdana, Kereta Cepat Whoosh Angkut 222.309 Penumpang

Layani Angkutan Lebaran Perdana, Kereta Cepat Whoosh Angkut 222.309 Penumpang

Whats New
Laba Unilever Naik 3,1 Persen Menjadi Rp 1.4 Triliun pada Kuartal I-2024

Laba Unilever Naik 3,1 Persen Menjadi Rp 1.4 Triliun pada Kuartal I-2024

Whats New
IHSG Diprediksi Menguat Hari Ini, Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

IHSG Diprediksi Menguat Hari Ini, Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

Whats New
Imbal Hasil Obligasi Meningkat, Wall Street Ditutup Bervariasi

Imbal Hasil Obligasi Meningkat, Wall Street Ditutup Bervariasi

Whats New
Simak 5 Tips Raih 'Cuan' dari Bisnis Tambahan

Simak 5 Tips Raih "Cuan" dari Bisnis Tambahan

Whats New
Unilever Ungkap Dampak Boikot Produk pada Keberlangsungan Bisnis

Unilever Ungkap Dampak Boikot Produk pada Keberlangsungan Bisnis

Whats New
Daftar 7 Mata Uang Eropa dengan Nilai Tukar Terkuat

Daftar 7 Mata Uang Eropa dengan Nilai Tukar Terkuat

Whats New
Tingkatkan Layanan, Shopee Luncurkan Program Garansi Tepat Waktu

Tingkatkan Layanan, Shopee Luncurkan Program Garansi Tepat Waktu

Whats New
Kurs Mata Uang Vietnam ke Rupiah Sekarang

Kurs Mata Uang Vietnam ke Rupiah Sekarang

Whats New
[POPULER MONEY] Kata DHL soal Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta | Tesla Bakal PHK 2.688 Karyawan

[POPULER MONEY] Kata DHL soal Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta | Tesla Bakal PHK 2.688 Karyawan

Whats New
Cara Transfer BNI ke ShopeePay lewat ATM dan Mobile Banking

Cara Transfer BNI ke ShopeePay lewat ATM dan Mobile Banking

Spend Smart
Cara Beli Tiket PLN Mobile Proliga 2024 lewat HP

Cara Beli Tiket PLN Mobile Proliga 2024 lewat HP

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com