Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rekam Jejak Sriwijaya Air, Pemilik hingga Sejarah Berdirinya

Kompas.com - 12/01/2021, 08:55 WIB
Muhammad Idris

Penulis

Kehadiran Sriwijaya Air langsung mendisrupsi perilaku bertransportasi warga Bangka untuk keluar masuk pulau. Hanya dalam enam bulan, kapal cepat Pangkal Pinang-Jakarta berhenti beroperasi. Tidak mampu bersaing.

Betapa tidak, Sriwijaya Air pada akhir tahun 2003 menjual tiket Jakarta-Pangkal Pinang seharga Rp 175.000 untuk penerbangan selama 1 jam 15 menit. Sementara tarif kapal cepat Rp 155.000-Rp 165.000 untuk 10 jam pelayaran. Warga Bangka jelas memilih terbang untuk mencapai Jakarta.

Baca juga: Jasa Raharja Akan Beri Santunan Rp 50 Juta kepada Keluarga Korban Sriwijaya Air SJ 182

Sriwijaya Air kemudian terus berekspansi. Pada April 2005, misalnya, Sriwijaya Air mendarat di Solo. Itu kabar baik karena tadinya masyarakat Solo Raya hanya dilayani Garuda Indonesia dan Lion Air yang membuka rute Solo-Jakarta.

Sriwijaya Air bahkan punya strategi terbang dari Jakarta pada pukul 08.00, lebih pagi daripada Garuda Indonesia dan Lioan Air.

Menjelang akhir 2005, Sriwijaya Air telah mengoperasikan 14 unit pesawat Boeing 737-200. Chandra Lie pun mengumumkan akan mendatangkan 10 unit Boeing 737-300 dan B737-400.

Sriwijaya Air pun akan terbang dengan pesawat yang setipe dengan Garuda Indonesia. Sriwijaya Air mulai menantang Garuda, meski Chandra Lie selalu merendah apabila ada yang mencoba menyandingkannya Sriwijaya Air dengan Garuda.

Baca juga: Luhut Ingin Tragedi Sriwijaya Air SJ 182 Jadi Momentum Perbaikan Sistem Pemeliharaan Pesawat

Rencana untuk mendatangkan Boeing dengan tipe yang lebih baru itu juga sejalan dengan rencana Sriwijaya Air untuk ekspansi hingga regional. Sriwijaya Air berekspansi ke Penang dan Singapura.

Tahun 2010, Sriwijaya Air telah mengoperasikan 27 unit pesawat dengan mengangkut 7,12 juta orang. Sriwijaya Air menguasai 11,8 persen pasar penerbangan domestik Indonesia di bawah Lion Air, Garuda Indonesia, dan Batavia Air. Dua tahun kemudian, Sriwijaya Air menyalip Batavia Air sehingga menempati posisi ketiga.

Pada tahun 2010 itu, kabar-kabar positif terdengar dari Sriwijaya Air. Pada Oktober 2010, Sriwijaya Air menandatangani kontrak pengadaan 20 unit Boeing 737-800 NG, yang juga digunakan Garuda Indonesia.

Selang beberapa minggu, Sriwijaya Air menandatangani kontrak pengadaan 20 unit Embraer dari Brasil. Pesawat Embraer ini setipe dengan Bombardier yang didatangkan Garuda.

Baca juga: Menhub Minta Jasa Raharja dan Sriwijaya Air Beri Pelayanan Terbaik ke Keluarga Korban

”Penambahan 20 unit pesawat baru pada Sriwijaya Air ini juga merupakan jawaban atas tawaran menarik yang dilontarkan Direktorat Angkutan Udara Kementerian Perhubungan untuk ambil bagian dalam penyediaan 4.000 kursi ke Australia pada tahun 2011,” kata Direktur Utama Sriwijaya Air Chandra Lie.

Meski bersaing, Sriwijaya Air kemudian memercayakan pemeliharaan dan perbaikan pesawatnya di Garuda Maintenance Facilities atau GMF AeroAsia.

Sebelumnya, Sriwijaya Air merawat semua pesawat jenis Boeing 737 di Singapore International Airlines Engineering Company (SIAEC) dan Malaysia Airlines (MAS).

Tahun 2011, giliran Sriwijaya Air ekspansi ke Indonesia timur yang ditandai dengan pembukaan penerbangan rute Makassar-Sorong-Manokwari.

Baca juga: Asosiasi Pilot Internasional Minta Semua Pihak Tak Berspekulasi soal Insiden Sriwijaya Air SJ 182

Hingga 2016, Sriwijaya Air Group memiliki 46 kota tujuan domestik dan tujuh rute penerbangan regional. Pada November 2018, tiba-tiba Garuda Indonesia Group, melalui anak perusahaannya, yakni PT Citilink Indonesia, mengambil alih pengelolaan operasional Sriwijaya Air dan NAM Air.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com