Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ekonomi Menuju Fase Normal, Lebih Baik Investasi di Saham atau Obligasi?

Kompas.com - 14/01/2021, 15:59 WIB
Fika Nurul Ulya,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemulihan ekonomi setelah dihantam pandemi Covid-19 mulai terlihat sejak kuartal III 2020.

Pemulihan ini akan semakin menguat di tahun 2021.

Pemulihan ekonomi yang semakin masif akan mengarah pada perbaikan kinerja pasar finansial.

Baca juga: Mengupas Kerja Sama Investasi China di Indonesia

Hal ini ditopang oleh kebijakan akomodatif dari Bank Indonesia sehingga suku bunga acuan akan tetap rendah.

Begitupun stabilnya nilai tukar rupiah, terjaganya likuiditas, meningkatnya kondisi ekonomi makro, dan kembalinya sentimen positif investor karena mitigasi penularan Covid-19.

"Dan ini akan menopang ekonomi. Faktor ini mendukung kedua kelas aset (baik saham ataupun obligasi)," kata Chief Economist and Investment Strategist Manulife Investment Management (MAMI) Katarina Setiawan dalam Market Outlook 2021 secara virtual, Kamis (14/1/2021).

Lantas, mana yang perlu diutamakan?

Katarina menyebut, dua instrumen itu harus tetap ada dalam investasi portofolio. Namun, perbedaan porsi keduanya harus disesuaikan dengan profil risiko. 

Baca juga: Penambahan Infrastruktur Listrik Jauh dari Target, Realisasi Investasi Ketenagalistrikan Hanya 59 Persen

Jika agresif, berinvestasi di instrumen saham boleh-boleh saja. Asal obligasi tetap jangan ditinggalkan.

"Dua-duanya harus tetap ada, tinggal kita bandingkan dengan profil risiko kita, apakah moderat atau lebih agresif? Timingnya saham dan obligasi dua-duanya bagus," saran Katarina.

Katarina menyebut, kenaikan saham tahun ini ditopang oleh kenaikan laba korporasi yang bakal jauh lebih baik dibanding tahun lalu.

Konsensus memperkirakan, kenaikan laba korporasi di bursa bisa naik sekitar 28-30 persen. Hal ini akan menopang kenaikan harga saham. 

Sementara itu, kinerja obligasi akan stabil sepanjang tahun 2021. Di kuartal IV 2021, obligasi diproyeksi akan mengarah ke level moderat.

Baca juga: 7 Investasi Terbaik yang Bisa Dilakukan pada 2021

"Memang nature dari obligasi adalah, jika pertumbuhan ekonomi meningkat tajam, maka pasar obligasi akan stabil, tidak sebombastis tahun lalu. Tapi obligasi sangat menarik yield-nya (imbal hasilnya)," ungkap Katarina.

Director and Chief Investment Officer, Fixed Income MAMI, Ezra Nazula menambahkan, imbal hasil obligasi pemerintah dengan durasi 10 tahun berpotensi turun ke level 5,5 persen di tahun 2021.

Proyeksi ini masih memberikan potensi upside bagi investasi di pasar obligasi.

Selain itu, stabilitas nilai tukar rupiah akan menjadi salah satu faktor pendukung bagi pasar obligasi Indonesia.

Secara historis, nilai tukar cenderung bergerak searah dengan pasar obligasi

"Imbal hasil relatif tinggi yang ditawarkan pasar obligasi Indonesia masih akan menjadi daya tarik di tahun 2021, terutama bagi investor asing. Didukung oleh sentimen global maupun domestik yang lebih suportif akan berpeluang meningkatkan aliran real money," pungkas Ezra.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com