Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sektor Unggas Diproyeksi Makin Subur, Widodo Makmur Unggas Mantapkan Rencana IPO

Kompas.com - 14/01/2021, 19:55 WIB
Kiki Safitri,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menguatnya permintaan daging ayam beserta turunannya menjadi angin segar bagi emiten yang ada di sektor perunggasan (poultry) di tengah pandemi Covid-19.

Bahkan, jumlah konsumsi daging ayam, telur, maupun produk olahannya masih tumbuh dan tahun ini diproyeksikan harga ayam broiler akan mengalami kenaikan.

Salah satu perusahaan peternakan yang berencana melakukan IPO adalah PT Widodo Makmur Unggas (WMU).

Baca juga: Mengintip Cuan dari Bisnis Peternakan Kambing dan Domba

Direktur Keuangan PT WMU Wahyu Andi Susilo menyebut, dana ekspansi yang diperoleh dari IPO untuk keperluan saat ini maupun ke depan, bisa menjadi tonggak untuk menarik pasar dengan jangkauan yang lebih luas lagi.

Sebelumnya, WMU menargetkan alokasi dana IPO sebesar 74,3 persen untuk ekspansi dengan menambah serta memperluas sarana produksi di beberapa kawasan peternakan di Indonesia.

Sisa dana IPO sebesar 25,7 persen akan digunakan untuk modal kerja Perseroan terutama untuk pembelian bahan baku pada Feedmill dan pembelian Ayam Broiler Komersial untuk Slaughterhouse.

Peningkatan kapasitas produksi akan berdampak terhadap penetrasi pasar yang lebih baik lagi ke depannya.

“Setelah IPO tentunya kami akan lari lebih kencang lagi. Seluruh fasilitas produksi akan berjalan sesuai rencana,” tegas Andi melalui siaran pers, Kamis (14/1/2021).

Baca juga: Ingin Jadi Bank Digital, PT Bank Net Indonesia Syariah IPO Melantai di Bursa

Kepala riset Praus Kapital, Alfred Nainggolan, mengatakan prospek industri perunggasan masih cukup bagus mengacu pada demand yang ada saat ini.

Kebutuhan daging ayam dan semua yang terkait di sektor unggas masih cukup kuat, bahkan pertumbuhan pendapatan emiten-emiten di sektor unggas pada tahun ini juga masih mencatatkan penguatan.

Hanya saja, yang menjadi masalah adalah laba bersih yang terpantau turun cukup signifikan dikarenakan depresiasi nilai tukar rupiah.

Sebab, penyediaan bahan baku pakan ternak berasal dari impor sehingga menggerus perolehan laba bersih.

"Kita lihat ekonomi juga cukup bagus ke depannya dan bila faktor kurs rupiah tidak jadi masalah lagi, maka akan mendorong secara signifikan pemulihan bottom line sektor poultry," kata Alfred.

Baca juga: Dorong Startup IPO, BEI Persiapkan Regulasi

Alfred menilai, demand di sektor unggas masih cukup bagus ke depannya.

Bahkan jika ditarik ke tahun 2020 ketika terjadi perlambatan ekonomi, sisi permintaan dan pendapatan tidak mengalami penurunannya yang signifikan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com