Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi: Pengawasan OJK Jangan Mandul

Kompas.com - 15/01/2021, 22:03 WIB
Muhammad Idris

Penulis

Sumber Antara

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) jangan sampai dianggap lemah. Ia mengistilahkannya sebagai pengawasan yang mandul dan masuk angin.

Mantan Gubernur DKI Jakarta ini meminta OJK haruslah mengeluarkan taringnya dalam mengawasi industri jasa keuangan.

“Transaksi keuangan yang menjurus ke fraud harus ditindak tegas. Pengawasan OJK juga tidak boleh mandul, tidak boleh masuk angin, harus mengeluarkan taringnya, dan menjaga kredibilitas dan integritas. Ini sangat penting,” kata Jokowi dilansir dari Antara, Jumat (15/1/2021).

Dia mengingatkan bahwa OJK dan pelaku industri jasa keuangan harus menjaga kepercayaan pelaku pasar dan masyarakat umum. Hal itu ditempuh dengan memastikan tidak ada lagi praktik industri keuangan yang merugikan masyarakat.

Baca juga: Bos OJK Prediksi Kredit Perbankan Bisa Tumbuh 7,5 Persen pada 2021

“Kita harus membangun sebuah sistem internal yang baik, membangun sebuah sistem yang berstandar internasional sehingga meningkatkan kepercayaan dunia internasional pada industri jasa keuangan kita,” ujar dia.

Di sisi lain, Jokowi mengapresiasi kerja sama yang erat antara OJK, Kementerian Keuangan, Bank Indonesia dan LPS dalam mempercepat pemulihan ekonomi dari dampak pandemi Covid-19 sejak 2020.

“Kemarin kerja sama antara pemerintah, Kemenkeu, OJK, BI, LPS, berjalan beriringan dengan baik. Setiap masalah selalu direspons dengan cepat, dan untuk tahun ini pemerintah ingin agar kerja sama itu bisa dilanjutkan,” ujar Jokowi.

Ia mengatakan berbagai kebijakan untuk menopang perekonomian pada 2021 telah disiapkan, terutama dengan telah rampungnya Undang-Undang Cipta Kerja.

Dengan penerapan aturan perundang-undangan terbaru itu, diharapkan kegiatan dan produk ekonomi Indonesia akan semakin kompetitif di pasar global.

Baca juga: OJK Proyeksi Ekonomi Kuartal IV Minus hingga 2 Persen

"Kita juga bersyukur UU Cipta Kerja telah diundangkan dan peraturan turunannya, PP atau Perpres, segera terbit dalam waktu secepatnya, agar kita semakin kompetitif di pasar, utamanya di pasar global," kata Jokowi.

Sementara itu, Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso menyatakan stabilitas sektor jasa keuangan terjaga dengan baik sepanjang 2020, meski terdapat tekanan ekonomi akibat pandemi Covid-19.

Wimboh menuturkan hal itu terjadi sebagai hasil dikeluarkannya berbagai kebijakan forward looking dan countercyclical policies yang ditujukan untuk mengurangi volatilitas pasar dan memberikan ruang bagi sektor riil untuk dapat bertahan.

"Kebijakan-kebijakan tersebut sangat efektif sehingga perekonomian domestik secara bertahap terus membaik dan stabilitas sistem keuangan sampai saat ini masih terjaga dengan baik," kata dia.

Baca juga: OJK: Restrukturisasi Pinjaman P2P Lending Maksimal Rp 2 Miliar Per Peminjam

Wimboh menyebutkan kebijakan pengendalian volatilitas yang dikeluarkan OJK sejak awal pandemi serta tindakan tegas pengawasan OJK untuk industri pasar modal telah meningkatkan kepercayaan investor.

Hal ini tercermin dengan membaiknya IHSG di atas 6.000 poin pada awal 2021 setelah sebelumnya terpuruk di posisi terendah di 3.937,6 pada 24 Maret 2020.

Menurutnya, penguatan IHSG tidak terlepas dari meningkatnya jumlah investor ritel di pasar modal yang mencapai 3,88 juta investor sedangkan penghimpunan dana melalui penawaran umum mencapai Rp 118,7 triliun dengan 53 emiten baru yang merupakan angka tertinggi di ASEAN.

Kemudian untuk industri perbankan, pelambatan aktivitas di sektor riil dan belum penuh beroperasinya korporasi besar membuat kinerja intermediasi perbankan mengalami tekanan dan terkontraksi 2,41 persen (yoy) pada 2020.

Baca juga: Ada PSBB, OJK Pastikan Industri Keuangan Tetap Beroperasi

Di sisi lain, kredit Bank BUMN masih mampu tumbuh sebesar 0,63 persen, bank pembangunan daerah (BPD) tumbuh 5,22 persen, dan bank syariah tumbuh 9,50 persen.

Untuk sektor UMKM, berbagai kebijakan stimulus yang diberikan oleh OJK dan pemerintah berdampak pada stabilnya pertumbuhan kredit UMKM dan mulai tumbuh positif secara month to month pada beberapa bulan terakhir.

Penempatan dana pemerintah di perbankan sebesar Rp 66,7 triliun telah disalurkan sebesar Rp 323,8 triliun atau memberikan leverage sebesar 4,8 kali.

Kebijakan restrukturisasi kredit perbankan yang telah diperpanjang hingga akhir Desember telah mencapai Rp 971 triliun atau 18 persen dari total kredit yang berasal dari sekitar 7,6 juta debitur UKM dan korporasi.

Baca juga: Rekening FPI Diblokir, Ini Komentar OJK

Ia menjelaskan kebijakan ini menghasilkan profil risiko perbankan yang terkendali dengan rasio NPL gross pada level 3,06 persen, atau net 0,98 persen dan didukung oleh permodalan yang cukup tinggi yaitu CAR sebesar 23,78 persen.

Sejalan dengan itu, likuiditas perbankan masih cukup memadai yaitu ditandai oleh alat likuid perbankan yang terus meningkat mencapai sebesar Rp 2.111 triliun dibandingkan tahun lalu sebesar Rp 1.251 triliun serta dana pihak ketiga tumbuh sebesar 11,11 persen (yoy).

Sementara untuk alat likuid per non-core deposit sebesar 146,72 persen dan liquidity coverage ratio sebesar 262,78 persen atau lebih tinggi dari threshold-nya.

Selanjutnya untuk kinerja intermediasi IKNB masih tertekan akibat pandemi Covid-19 karena premi asuransi komersial terkontraksi 7,34 persen (yoy) dibandingkan 2019 sebesar 4,77 persen (yoy).

Baca juga: OJK: Tahun 2021 Pasar Modal Bisa Lebih Kuat

Untuk piutang perusahaan pembiayaan juga terkontraksi sebesar 17,1 persen (yoy) dibanding pada 2019 sebesar 3,7 persen akibat belum pulihnya berbagai sektor perekonomian.

Untuk kebijakan restrukturisasi kredit di perusahaan pembiayaan mampu berjalan dengan baik yaitu mencapai Rp 189,96 triliun atau 48,52 persen dari total pembiayaan yang berasal dari 5 juta kontrak.

"Hal ini telah menjaga profil risiko perusahaan pembiayaan dengan NPF yang masih terkendali sebesar 4,5 persen," ujar Wimboh.

Untuk profil risiko IKNB masih terjaga dalam level yang terkendali yaitu terlihat dari risk-based capital (RBC) industri asuransi jiwa dan asuransi umum yang masing-masing sebesar 540 persen dan 354 persen atau jauh di atas ambang batas ketentuan sebesar 120 persen.

"Begitupun, gearing ratio perusahaan pembiayaan yang tercatat sebesar 2,19 persen yaitu jauh di bawah maksimum 10 persen," kata dia.

Baca juga: OJK: Sentimen Vaksin Dorong Stabilitas Sektor Keuangan, Meski Masih Banyak Tantangan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber Antara
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com