Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Chappy Hakim
KSAU 2002-2005

Penulis buku "Tanah Air Udaraku Indonesia"

Yang Harus Dibenahi dalam Dunia Penerbangan Indonesia

Kompas.com - 19/01/2021, 15:58 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DUA kecelakaan pesawat terbang di Indonesia pada akhir tahun 2018 (Lion Air JT-610) dan di awal tahun 2021 (Sriwijaya Air SJ-182) sangat menarik banyak perhatian dunia penerbangan internasional.

Mengundang juga pertanyaan besar, apa gerangan yang tengah terjadi dalam dunia penerbangan Indonesia?

Respons tersebut menjadi wajar sekali karena baru saja Indonesia “berhasil cemerlang” dengan susah payah mengembalikan reputasinya di dunia Internasional. Indonesia di tahun 2016 baru saja menaikkan peringkatnya ke negara kategori 1 penilaian FAA (Federal Aviation Administration) yaitu sebagai kelompok negara yang comply atau meet the requirement, memenuhi persayaratan Peraturan Keselamatan Penerbangan sipil Internasional.

Tahun berikutnya 2017, Indonesia meraih rangking ke-10 Asia Pasifik dan rangking ke 55 dunia dari 191 negara dengan nilai efektivitas implementasi mencapai 81,15 persen dalam keselamatan penerbangan dari hasil audit yang dilakukan oleh ICAO (International Civil Aviation Organisation).

Baca juga: KNKT Minta Keluarga Korban Sriwijaya Air SJ 182 Tak Mudah Percaya Informasi dari Medsos

Pertanyaannya adalah apa yang sebenarnya tengah terjadi dalam dunia penerbangan di Indonesia. Tanpa melihat terlebih dahulu kepada hasil penyelidikan penyebab kecelakaan Lion Air dan Sriwijaya Air beberapa waktu lalu, kita dapat melakukan introspeksi dengan merunut kebelakang pada sekitar tahun 2007.

Ketika terjadi begitu banyak kecelakaan di Indonesia, ICAO menemukan lebih dari 100 temuan yang menunjukkan Indonesia tidak memenuhi persayaratan pada regulasi keselamatan penerbangan sipil internasional. Hal tersebut telah menyebabkan Indonesia di-downgrade oleh FAA menjadi kelompok negara kategori 2 dan juga dilarangan terbang ke negara Uni Eropa.

Diikuti pula dengan datangnya sejumlah pertanyaan serius dari beberapa otoritas penerbangan negara negara yang memiliki hubungan penerbangan internasional dengan Indonesia.

Dari sekian banyak temuan, maka yang sangat menonjol menjadi fokus sorotan ketika itu adalah tentang lemahnya pengawasan.

Indonesia dinilai tidak memiliki cukup Inspektor atau Controller Penerbangan baik dari segi kualitas dan terutama kuantitas. Lebih jauh disorot pula tentang sangat kecilnya remunerasi dari para Inspektor Penerbangan saat itu.

Dengan demikian maka sangat relevan bila dalam hal melakukan upaya berbenah diri dalam mekanisme introspeksi sekarang ini, kita menyoroti terlebih dahulu faktor mekanisme pengawasan dalam dunia penerbangan Indonesia.

Dari penilaian dalam aspek kekurangan inspektor dalam hal ini adalah menyangkut mekanisme pengawasan Internal Maskapai Penerbangan dan tata kelola pengawasan dari pihak otoritas penerbangan dalam hal ini Kementrian Perhubungan, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara.

Harus dilihat pada belakangan ini apakah prosedur pengawasan di maskapai penerbangan dan oleh otoritas penerbangan nasional telah berjalan sesuai ketentuan, regulasi, dan standar prosedur yang ada?

Harus dapat diinventarisasi terlebih dahulu apakah jumlah dan kualitas para Inspektor yang kita miliki itu sudah cukup dengan beban kerja yang ada. Ini adalah langkah pertama yang harus dilakukan.

Berikutnya adalah bahwa banyak rekomendasi hasil akhir dari penyelidikan penyebab terjadinya kecelakaan yang dilakukan oleh KNKT (Komite Nasional Keselamatan Transportasi) belum tuntas ditindaklanjuti.

Sebagian besar dari rekomendasi KNKT terhadap investigasi kecelakaan yang terjadi menyebut faktor-faktor yang langsung atau tidak langsung berhubungan dengan mekanisme pengawasan. Hal ini akan menggiring kita kepada masalah yang kelihatan sejalan dengan temuan ICAO pada lebih kurang 10 tahun yang lalu.

Baca juga: Daftar 6 Maskapai Penerbangan Indonesia yang Kini Tinggal Nama

Sangat masuk akal untuk masalah ini diperlukan pendalaman untuk memperoleh data dan fakta yang lebih akurat. Sebagai catatan saja apabila kita membahas tentang persoalan pengawasan maka hal itu akan melekat erat dengan faktor disiplin.

Nah, pengawasan dan disiplin menjadi sangat amat penting karena dunia tengah berada di hiruk pikuknya Pandemi Covid 19. Protokol kesehatan, menurunnya jumlah penumpang, banyaknya pesawat yang tidak terbang, penurunan upah dan atau gaji karyawan, PHK serta “pusing” nya manajemen menghadapi itu semua sangat beririsan dengan pengelolaan operasi penerbangan yang aman dan nyaman, dengan upaya menyelenggarakan Safety Management System dalam penerbangan.

Demikianlah, apabila ada pertanyaan tentang apa saja yang harus dibenahi dalam dunia penerbangan kita sekarang ini, untuk dapat menurunkan angka terjadinya kecelakaan pesawat terbang maka jawaban sementara yang dapat di berikan adalah tingkatkan pengawasan dan disiplin.

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tiru India dan Thailand, Pemerintah Bakal Beri Insentif ke Apple jika Bangun Pabrik di RI

Tiru India dan Thailand, Pemerintah Bakal Beri Insentif ke Apple jika Bangun Pabrik di RI

Whats New
KB Bank Sukses Pertahankan Peringkat Nasional dari Fitch Ratings di Level AAA dengan Outlook Stabil

KB Bank Sukses Pertahankan Peringkat Nasional dari Fitch Ratings di Level AAA dengan Outlook Stabil

BrandzView
Harga Acuan Penjualan Gula Naik Jadi Rp 17.500 per Kilogram

Harga Acuan Penjualan Gula Naik Jadi Rp 17.500 per Kilogram

Whats New
Pertama di Asia, Hong Kong Setujui ETF Bitcoin

Pertama di Asia, Hong Kong Setujui ETF Bitcoin

Whats New
Sebanyak 109.105 Kendaraan Melintasi Tol Solo-Yogyakarta Saat Mudik Lebaran 2024

Sebanyak 109.105 Kendaraan Melintasi Tol Solo-Yogyakarta Saat Mudik Lebaran 2024

Whats New
HUT Ke-63, Bank DKI Sebut Bakal Terus Dukung Pembangunan Jakarta

HUT Ke-63, Bank DKI Sebut Bakal Terus Dukung Pembangunan Jakarta

Whats New
Daftar 17 Entitas Investasi Ilegal Baru yang Diblokir Satgas Pasti

Daftar 17 Entitas Investasi Ilegal Baru yang Diblokir Satgas Pasti

Whats New
BI Banten Distribusikan Uang Layak Edar Rp 3,88 Triliun Selama Ramadan 2024, Pecahan Rp 2.000 Paling Diminati

BI Banten Distribusikan Uang Layak Edar Rp 3,88 Triliun Selama Ramadan 2024, Pecahan Rp 2.000 Paling Diminati

Whats New
Satgas Pasti Blokir 537 Pinjol Ilegal dan 48 Penawaran Pinpri

Satgas Pasti Blokir 537 Pinjol Ilegal dan 48 Penawaran Pinpri

Whats New
Luhut: Apple Tertarik Investasi Kembangkan AI di IKN, Bali, dan Solo

Luhut: Apple Tertarik Investasi Kembangkan AI di IKN, Bali, dan Solo

Whats New
Dollar AS Melemah, Kurs Rupiah Masih Bertengger di Rp 16.100

Dollar AS Melemah, Kurs Rupiah Masih Bertengger di Rp 16.100

Whats New
Hilirisasi Nikel, Bagaimana Dampaknya bagi Pertumbuhan Ekonomi?

Hilirisasi Nikel, Bagaimana Dampaknya bagi Pertumbuhan Ekonomi?

Whats New
Bandara VVIP IKN Bakal Dioperasikan Terbatas Saat Upacara 17 Agustus

Bandara VVIP IKN Bakal Dioperasikan Terbatas Saat Upacara 17 Agustus

Whats New
Kopi Tuku Buka Kedai 'Pop-up' Pertamanya di Korsel

Kopi Tuku Buka Kedai "Pop-up" Pertamanya di Korsel

Whats New
PT GNI Gelar Penyuluhan Kesehatan Guna Perbaiki Kualitas Hidup Masyarakat Morowali Utara

PT GNI Gelar Penyuluhan Kesehatan Guna Perbaiki Kualitas Hidup Masyarakat Morowali Utara

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com