JAKARTA, KOMPAS.com - Importir kedelai yang tergabung dalam Asosiasi Kedelai Indonesia (Akindo) merasa terbebani dengan kewajiban untuk membina petani lokal sebagai syarat mendapatkan izin impor.
Ketua Umum Akindo Yusan mengatakan, para importir tidak memiliki keahlian dalam bidang budi daya produk pertanian.
Sehingga dinilai tak mungkin bisa bermitra dengan petani dalam memasok bibit dan pupuk.
Baca juga: Dorong Produksi Dalam Negeri, DPR Usul Importir Kedelai Bina Petani Lokal
"Seperti kita tahu, importir kan tidak punya ahli-ahli pertanian, tiba-tiba diwajibkan untuk membina petani. Di mana logikanya itu?" ujar Yusan dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi IV DPR RI, Rabu (20/1/2021).
Yusan mengatakan, importir adalah pedagang yang keahliannya menjual produk.
Maka upaya yang bisa dilakukan yakni mencari alternatif agar proses bisnis lebih efisien untuk mendapatkan harga jual kedelai yang lebih rendah.
"Kami ahli menjual, mencari efisiensi. Tapi kalau diibebani dengan membina petani, itu menjadi unit tersendiri bagi kami untuk memikirkan resources-nya (sumber daya) bagaimana? Jadi ini tidak masuk akal dari segi pedagang," ungkap dia.
Yusan pun mengaku bingung karena imbas kenaikan harga kedelai di dalam negeri akibat tingginya harga di pasar internasional, berujung dengan importir yang bertanggung jawab dalam pembinaan petani lokal.
Baca juga: Menurut Kementan Ini Penyebab Petani Enggan Menanam Kedelai
Ia mengatakan, komoditas kedelai memiliki permintaan dari para perajin tahu dan tempe, serta konsumen di Indonesia.
Sehingga, pihak importir kedelai pun memfasilitasi permintaan tersebut.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan