Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polemik Pangan di Awal Tahun: Habis Kedelai, Terbitlah Daging Sapi

Kompas.com - 23/01/2021, 08:20 WIB
Muhammad Idris

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Para pedagang daging yang tergabung dalam Asosiasi Pedagang Daging Indonesia (APDI) sempat mogok berjualan menyusul kenaikan harga daging impor. Mogok dilakukan selama 3 hari.

Kenaikan itu berdampak pada turunnya margin pedagang. Sebab, pada saat yang sama pedagang terikat oleh aturan harga eceran di tingkat konsumen.

”Kami tak kuat lagi dengan tingginya biaya impor sapi hidup Australia,” kata Sekretaris APDI DKI Jakarta Tubagus Mufti Bangkit Sanjaya dikutip dari Harian Kompas, Sabtu (23/1/2021).

Menurut dia, kenaikan harga sapi hidup impor berlangsung sejak pertengahan 2020, yakni dari Rp 80.000 per kilogram (kg), lalu menjadi Rp 96.000 per kg di Desember 2020. Setelah ditambah biaya pemotongan dan pemisahan daging, harga ecerannya di pasar menjadi Rp 120.000 per kg.

Baca juga: Jamin Stok Daging Sapi Aman, Mentan: Tidak Usah Khawatir Kekurangan...

Lonjakan harga terutama terjadi di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Ini karena permintaan daging sapi di Jakarta dan sekitarnya adalah yang paling tinggi secara nasional.

Sementara itu, Pusat Informasi Harga Pangan Strategis mencatat, rata-rata nasional harga daging sapi di pasar tradisional naik dari Rp 118.400 per kg pada awal Desember 2020 menjadi Rp 119.200 per kg.

Adapun harga daging sapi di DKI Jakarta naik lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional, yakni melonjak dari Rp 126.650 per kg menjadi Rp 129.150 per kg pada periode yang sama.

Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) APDI, Asnawi mengatakan, asosiasi pedagang daging sapi sudah bertemu dengan Kementerian Perdagangan, dalam hal ini Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Syailendra itu.

Baca juga: Apa Kabar Janji Jokowi Turunkan Harga Daging Sapi Jadi Rp 80.000 Per Kg?

Ada beberapa hal yang telah disepakati terkait harga daging sapi. Di antaranya, Kemendag akan segera mengatur harga eceran tertinggi (HET) daging sapi di tingkat pengecer menjadi sebesar Rp 130.000 per kilogram.

"Pemerintah segera memberikan pengumuman terkait kenaikan yang bersifat anomali, bahwa harga jual daging sapi di tingkat pengecer/pedagang daging Rp 130.000 per kilogram," ungkap Asnawi dalam keterangannya kepada Kompas.com.

Ia mengatakan, stabilisasi harga dilakukan dengan mengutamakan dahulu ketersediaan pasokan daging sapi kepada masyarakat. Serta hanya menjaga harga daging stabil untuk periode jangka pendek walaupun dengan level harga lebih tinggi dari periode sebelumnya.

Pada pertemuan itu, kata Asnawi, Kemendag juga meminta Gapuspindo untuk sementara waktu atau dalam jangka dua bulan ke depan tidak menaikkan harga timbang hidup sapi di feedlot.

Baca juga: RNI Siapkan Stok Daging Sapi dan Kerbau untuk Stabilisasi Harga

"Yaitu dengan harga Rp 47.000-Rp 48.500 tertinggi, setara dengan harga karkas Rp 95.000-Rp 98.000 per kilogram tertinggi," ujar dia.

Selain itu, dalam upaya stabilisasi harga dan kecukupan ketersediaan sapi siap potong, disepakati untuk Kemendag dalam waktu dekat akan melakukan pemberian izin kepada importir untuk impor sapi dari Meksiko dan Australia.

Terkait aksi mogok yang dilakukan pedagang daging sapi, katanya, Kemendag membebaskan keputusan tersebut pada pedagang. Sebab pemerintah tak bisa memaksakan pedagang berjualan dengan menanggung kerugian.

Polemik impor kedelai

Sebelumnya, para perajin tahu tempe melakukan aksi mogok nasional menuntut pemerintah menyelesaikan masalah tingginya kedelai impor asal Amerika Serikat. Imbas aksi ini sempat membuat tahu dan tempe mengalami kelangkaan di pasaran.

Baca juga: Singgung Impor Bawang Putih hingga Kedelai, Jokowi: Subsitusi Harus Diselesaikan

Kementerian Perdagangan mencatat bahwa kenaikan harga dikarenakan kenaikan permintaan konsumsi dari China, negara importir kedelai terbesar dunia.

Indonesia yang menjadi negara importir kedelai terbesar setelah China, pun turut merasakan dampak dari kurangnya pasokan komoditas tersebut.

Akibatnya, kenaikan harga kedelai itu menjadi beban bagi para perajin tahu dan tempe yang terpaksa harus meningkatkan harga jualnya.

Dikutip dari data Badan Pusat Statistik (BPS), sepanjang Januari-Oktober 2020 saja, Indonesia sudah mengimpor lebih dari 2,11 juta ton kedelai dengan nilai 842 juta dollar AS atau sekitar Rp 11,7 triliun (kurs Rp 14.000).

Baca juga: Kala Jokowi Singgung Impor Kedelai yang Jadi Kegaduhan Nasional

Hampir seluruh kedelai impor dikapalkan dari Amerika Serikat (AS) yakni sebesar 1,92 juta ton. Selebihnya berasal dari Kanada, Uruguai, Argentina, dan Perancis.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) ingin agar persoalan terkait tahu tempe, berikut kedelai, tak menjadi persoalan lagi di Indonesia sehingga masalah mengenai bahan bakunya harus diselesaikan dengan pembangunan pertanian yang detail.

“Kita tahu bahwa beberapa minggu terakhir ini urusan yang berkaitan dengan tahu dan tempe, kedelai jadi masalah,” kata Jokowi dikutip dari Antara.

Ia menegaskan bahwa dalam kondisi pandemi Covid-29 sektor pertanian menempati posisi yang semakin sentral. Sebagaimana badan pangan dunia FAO memperingatkan potensi terjadinya krisis pangan.

“Hati-hati mengenai ini. Hati-hati. Akibat pembatasan mobilitas warga bahkan distribusi barang antarnegara, distribusi pangan dunia menjadi terkendala, dan kita tahu bahwa beberapa minggu terakhir ini urusan tahu tempe,” jelas Jokowi.

Baca juga: Demi Tahu Tempe, Indonesia Bakal Impor 2,6 Juta Ton Kedelai

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com