Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

IHSG Berpeluang Terkoreksi Terbatas Pekan Depan, Ini Sebabnya

Kompas.com - 24/01/2021, 10:00 WIB
Kiki Safitri,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berpeluang mengalami koreksi terbatas dalam sepekan ke depan. Sentimen positif yang akan muncul dinilai tak akan mampu meredam sentimen negatif yang lebih besar.

Direktur Anugerah Mega Investama Hans Kwee memproyeksikan dalam sepekan ke depan, IHSG berpeluang bergerak pada level support 6.283 sampai dengan 6.166 dan resistance di level 6.400 sampai dengan 6.504.

Hans mengatakan sentimen negatif akan membayangi IHSG lantaran berbagai hal. Dari luar negeri, peningkatan kasus Covid-19 di berbagai negara diikuti pembatasan sosial ketat untuk mengekang penyebaran pandemi Covid-19 jadi sentimen negatif.

Ia menilai, pembatasan sosial secara ketat telah merusak optimisme tentang kinerja laba emiten yang membaik serta prospek stimulus fiskal yang besar.

Baca juga: Ingin Mulai Bisnis tapi Takut Gagal? Ini Tipsnya

Selain itu, masih lambatnya program vaksin di berbagai negara membuat penguncian sosial menjadi pilihan mengatasi pandemi. Pemerintah Hong Kong misalnya, akan menerapkan lockdown terhadap puluhan ribu kawasan hunian dalam upaya menekan pandemi yang memburuk.

Sementara itu, pusat perdagangan Shanghai melaporkan kasus pertama yang ditularkan secara lokal dalam dua bulan terakhir. Adapun Beijing mendesak warganya untuk tidak bepergian selama liburan Tahun Baru Imlek karena puluhan juta orang di kawasan perkotaan biasanya kembali ke daerah asal mereka.

“Optimisme pemulihan ekonomi di bayangi sentimen negatif jangka pendek berupa penguncian sosial yang berpotensi mengganggu perekonomian,” kata Hans dalam pesan singkat, Sabtu (23/1/2021).

Dari dalam negeri, sentimen negatif muncul setelah Presiden RI Joko Widodo menginstruksikan agar kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat diperpanjang selama 2 minggu, dari 26 Januari sampai dengan 8 Februari 2021.

PPKM yang diterapkan di tujuh provinsi di Pulau Jawa dan Bali, yaitu DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali serta berlaku di 73 kabupaten/kota yang terdapat di provinsi-provinsi tersebut.

Hans mengatakan, dari 7 provinsi terlihat masih ada peningkatan kasus di 5 provinsi sementara yang mengalami penurunan provinsi Banten dan Yogyakarta. Dari 73 kabupaten/kota yang telah menerapkan PPKM tersebut, 29 kabupaten/kota masih berada di zona risiko tinggi, 41 kabupaten/kota zona risiko sedang, sementara 3 kabupaten/kota lainnya zona risiko rendah.

Baca juga: 7 Provinsi dengan Jumlah Penduduk Terbanyak di Indonesia

Penerapan PPKM pertama dinilai belum menunjukkan penurunan angka positive rate yang signifikan. Ini menjadi sentimen negatif di pasar keuangan.

Sedangkan sentimen positif pasar keuangan dinilai akan muncul karena rencana stimulus fiskal bantuan virus Covid-19 oleh Presiden AS Joe Biden. Biden telah mengusulkan rencana stimulus fiskal senilai 1,9 triliun dollar AS.

Meski beberapa petinggi Partai Republik dikabarkan menyatakan prihatin atas jumlah tersebut karena sebelumnya stimulus 900 miliar dollar AS sudah disetujui saat Presiden AS dijabat Donald Trump, paket stimulus usulan Biden diyakini bakal lolos karena Partai Demokrat mengendalikan Kongres Amerika Serikat.

Ketua DPR AS Nancy Pelosi mengatakan parlemen siap untuk mengesahkan RUU stimulus fiskal tersebut pada pekan pertama Februari 221.

Baca juga: Program Listrik Gratis Diperpanjang, Begini Skema Barunya

Stimulus fiskal yang besar berpotensi mendorong belanja dan pinjaman yang besar untuk mendukung perekonomian. Pinjaman baru yang besar dan harapan pemulihan ekonomi yang berpotensi mendorong inflasi AS lebih tinggi mendorong tingkat imbal hasil obligasi pemerintah AS bergerak naik.

“Stimulus fiskal yang besar juga mendorong pasar ekutias naik lebih tinggi. Nampaknya pasar dipenuhi optimisme pemulihan ekonomi. Pasar ekuitas terlihat menarik di tengah harapan pemulihan ekonomi,” kata Hans Kwee.

Selain itu, Hans mengatakan stimulus AS yang besar berpotensi mendorong pemulihan ekonomi lebih cepat meningkatkan minat pelaku pasar akan asset berisiko.

“Hal ini mendorong dana masuk ke negara berkembang termasuk Indonesia, sehingga pelemahan nilai tukar Rupiah relatif terbatas ditengah kenaikan yield government bond AS,” ucapnya.

Hans bilang, kenaikan yield Amerika Serikat juga berpotensi mendorong yield dalam negeri naik, tetapi relatif terbatas akibat likuditas di pasar yang sangat longgar. Hal ini berpotensi mendorong asset berisiko naik karena lebih diminati.

Adapun rencana meningkatkan produksi peralatan pelindung, mempercepat peluncuran vaksin dengan menyediakan lebih banyak pendanaan lokal dan negara bagian, membuat lebih banyak situs vaksinasi dan meluncurkan kampanye pendidikan nasional.

“Hal ini menimbulkan harapan pandemi Covid-19 akan cepat teratasi dan pembukaan kembali lebih lancar dan lebih cepat. Rencana Biden untuk memerangi pandemi akan memberikan dorongan lebih lanjut pada pasar saham pada tahun ini,” jelas Hans.

Sementara itu, sentimen positif bagi industri terkait energi terbarukan di AS muncul setelah keputusan Biden mengumumkan AS kembali ke perjanjian iklim Paris untuk memerangi perubahan iklim, pencabutan izin bagi proyek pipa minyak Keystone XL dari Kanada, dan mengakhiri kontrak sewa lahan minyak dan gas baru di tanah federal.

Baca juga: Erick Thohir Terpilih Jadi Ketua Umum Masyarakat Ekonomi Syariah

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com