Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Manfaat Pupuk Bersubsidi Dipertanyakan, Ini Jawaban Mentan

Kompas.com - 26/01/2021, 10:37 WIB
Yohana Artha Uly,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

Meski demikian, dalam menjalankan program pupuk bersubsidi diakui adanya hambatan dalam proses penyaluran. Hal ini juga yang pada akhirnya membuat pupuk bersubsidi banyak dikeluhkan langka oleh para petani.

Syahrul mengatakan, persoalan yang sering muncul terjadi pada lini tiga-empat atau dari distributor ke agen, di kecamatan dan desa. Oleh sebab itu, ia memastikan telah meminta jajarannya untuk merapihkan gerak lini di hilir subsidi pupuk.

"Pada dasarnya penyaluran pakai by name by address sudah dilakukan. Tapi biasanya yang bersoal itu di lini agen, di bagian distribusi," ungkapnya.

Di sisi lain, Komisi IV juga menyoroti persoalan lain dari penyaluran pupuk bersubsidi, yakni masih ada 57 kabupaten/kota yang belum menerbitkan surat keputusan (SK) pupuk bersubsidi.

Padahal, dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 49 Tahun 2020 yang mengatur alokasi pupuk bersubsidi pada tahun ini, dinyatakan bahwa pupuk dapat disalurkan setelah adanya SK tim verifikasi dan validasi tingkat kecamatan dari dinas pertanian kabupaten/kota setempat.

"Jadi masih ada 57 kabupaten/kota yang belum menerbitkan SK pupuk bersubsidi," ungkap Sudin.

Berdasarkan data PT Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC) per 21 Januari 2021, 57 kabupaten/kota yang belum menerbitkan SK, diantaranya berada di Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Riau, Banten, Bali, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Kalimanan Timur, NTB, NTT, Maluku, hingga Papua Barat.

Oleh sebab itu, ia meminta, Kementan dan PIHC bisa berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk membuat terobosan agar penyaluran pupuk bisa cepat dilakukan. Ini sekaligus menunjukan hambatan penyaluran bukan di tingkat Kementan ataupun PIHC.

"Ini harus menjadi perhatian, coba buat terobosan yang baik bagaimana menjadikan simple. Jangan nanti pupuknya belum ada, tapi petani salahkan menterinya dan PIHC, (padahal) pemda tidak responsif mengajukan kebutuhan pupuk bersubsidi," jelasnya.

Baca juga: Antisipasi Kelangkaan, Pupuk Indonesia Siapkan 1,2 Juta Ton Pupuk Bersubsidi

Alokasi Pupuk Bersubsidi di 2021 dan Kenaikan HET

Menengok pentingnya peran pupuk bersubsidi, Kementan pada tahun ini mengalokasikan sebanyak 9,1 juta ton dengan anggaran Rp 32,5 triliun. Ini dengan mempertimbangkan rata-rata penggunaan pupuk subsidi sepanjang 2014-2020.

Alokasi ini meningkat dari rencana awal yang sebanyak 7,2 juta ton dengan anggaran Rp 25,2 triliun. Alhasil peningkatan alokasi membuat terjadinya kekurangan anggaran sebesar Rp 7,3 triliun untuk tahun ini.

Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementan Sarwo Edhy mengatakan, pemerintah mengambil tiga langkah untuk bisa menambal kekurangan itu. Terdiri dari penurunan harga pokok produksi (HPP), perubahan komposisi pupuk NPK (nitrogen, fosfor, dan kalium), serta menaikkan HET pupuk subsidi.

Upaya penurunan HPP pupuk subsidi dilakukan sebesar 5 persen yang menghasilkan efisiensi Rp 2,45 triliun. Kemudian lewat perubahan komposisi pupuk NPK dari 15-15-15 menjadi 15-10-12 dapat menghemat Rp 2,27 triliun.

Serta dengan menaikkan HET pupuk bersubsidi, yakni pupuk urea naik Rp 450 per kilogram, SP-36 naik Rp 400 per kilogram, serta ZA dan Organik naik Rp 300 per kilogram. Kenaikan HET membuat efisiensi Rp 2,57 triliun.

"Jadi untuk tutup kebutuhan pupuk di 2021, kekurangan anggaran itu bisa atasi dengan penurunan HPP, perubahan komposisi NPK, dan menaikan HET," kata Sarwo dalam rapat dengan Komisi IV DPR RI, Senin (18/1/2021).

Baca juga: Mentan Klaim Nilai Manfaat Subsidi Pupuk Capai 250 Persen

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

BTN Syariah Cetak Laba Bersih Rp 164,1 Miliar pada Kuartal I 2024

BTN Syariah Cetak Laba Bersih Rp 164,1 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Pegadaian Bukukan Laba Bersih Rp 1,4 Triliun pada Kuartal I 2024

Pegadaian Bukukan Laba Bersih Rp 1,4 Triliun pada Kuartal I 2024

Whats New
Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun, Bulog Tunggu Arahan Pemerintah

Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun, Bulog Tunggu Arahan Pemerintah

Whats New
BTN Cetak Laba Bersih Rp 860 Miliar pada Kuartal I 2024

BTN Cetak Laba Bersih Rp 860 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Bulog Siap Jadi Pembeli Gabah dari Sawah Hasil Teknologi Padi China

Bulog Siap Jadi Pembeli Gabah dari Sawah Hasil Teknologi Padi China

Whats New
Bulog Baru Serap 633.000 Ton Gabah dari Petani, Dirut: Periode Panennya Pendek

Bulog Baru Serap 633.000 Ton Gabah dari Petani, Dirut: Periode Panennya Pendek

Whats New
Dari Perayaan HUT hingga Bagi-bagi THR, Intip Kemeriahan Agenda PUBG Mobile Sepanjang Ramadhan

Dari Perayaan HUT hingga Bagi-bagi THR, Intip Kemeriahan Agenda PUBG Mobile Sepanjang Ramadhan

Rilis
INACA: Iuran Pariwisata Tambah Beban Penumpang dan Maskapai

INACA: Iuran Pariwisata Tambah Beban Penumpang dan Maskapai

Whats New
Bank DKI Sumbang Dividen Rp 326,44 Miliar ke Pemprov DKI Jakarta

Bank DKI Sumbang Dividen Rp 326,44 Miliar ke Pemprov DKI Jakarta

Whats New
OASA Bangun Pabrik Biomasa di Blora

OASA Bangun Pabrik Biomasa di Blora

Rilis
Pengumpulan Data Tersendat, BTN Belum Ambil Keputusan Akuisisi Bank Muamalat

Pengumpulan Data Tersendat, BTN Belum Ambil Keputusan Akuisisi Bank Muamalat

Whats New
Cara Hapus Daftar Transfer di Aplikasi myBCA

Cara Hapus Daftar Transfer di Aplikasi myBCA

Work Smart
INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

Whats New
Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

Whats New
Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal 'Jangkar' Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal "Jangkar" Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com