Meski demikian, dalam menjalankan program pupuk bersubsidi diakui adanya hambatan dalam proses penyaluran. Hal ini juga yang pada akhirnya membuat pupuk bersubsidi banyak dikeluhkan langka oleh para petani.
Syahrul mengatakan, persoalan yang sering muncul terjadi pada lini tiga-empat atau dari distributor ke agen, di kecamatan dan desa. Oleh sebab itu, ia memastikan telah meminta jajarannya untuk merapihkan gerak lini di hilir subsidi pupuk.
"Pada dasarnya penyaluran pakai by name by address sudah dilakukan. Tapi biasanya yang bersoal itu di lini agen, di bagian distribusi," ungkapnya.
Di sisi lain, Komisi IV juga menyoroti persoalan lain dari penyaluran pupuk bersubsidi, yakni masih ada 57 kabupaten/kota yang belum menerbitkan surat keputusan (SK) pupuk bersubsidi.
Padahal, dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 49 Tahun 2020 yang mengatur alokasi pupuk bersubsidi pada tahun ini, dinyatakan bahwa pupuk dapat disalurkan setelah adanya SK tim verifikasi dan validasi tingkat kecamatan dari dinas pertanian kabupaten/kota setempat.
"Jadi masih ada 57 kabupaten/kota yang belum menerbitkan SK pupuk bersubsidi," ungkap Sudin.
Berdasarkan data PT Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC) per 21 Januari 2021, 57 kabupaten/kota yang belum menerbitkan SK, diantaranya berada di Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Riau, Banten, Bali, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Kalimanan Timur, NTB, NTT, Maluku, hingga Papua Barat.
Oleh sebab itu, ia meminta, Kementan dan PIHC bisa berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk membuat terobosan agar penyaluran pupuk bisa cepat dilakukan. Ini sekaligus menunjukan hambatan penyaluran bukan di tingkat Kementan ataupun PIHC.
"Ini harus menjadi perhatian, coba buat terobosan yang baik bagaimana menjadikan simple. Jangan nanti pupuknya belum ada, tapi petani salahkan menterinya dan PIHC, (padahal) pemda tidak responsif mengajukan kebutuhan pupuk bersubsidi," jelasnya.
Baca juga: Antisipasi Kelangkaan, Pupuk Indonesia Siapkan 1,2 Juta Ton Pupuk Bersubsidi
Alokasi Pupuk Bersubsidi di 2021 dan Kenaikan HET
Menengok pentingnya peran pupuk bersubsidi, Kementan pada tahun ini mengalokasikan sebanyak 9,1 juta ton dengan anggaran Rp 32,5 triliun. Ini dengan mempertimbangkan rata-rata penggunaan pupuk subsidi sepanjang 2014-2020.
Alokasi ini meningkat dari rencana awal yang sebanyak 7,2 juta ton dengan anggaran Rp 25,2 triliun. Alhasil peningkatan alokasi membuat terjadinya kekurangan anggaran sebesar Rp 7,3 triliun untuk tahun ini.
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementan Sarwo Edhy mengatakan, pemerintah mengambil tiga langkah untuk bisa menambal kekurangan itu. Terdiri dari penurunan harga pokok produksi (HPP), perubahan komposisi pupuk NPK (nitrogen, fosfor, dan kalium), serta menaikkan HET pupuk subsidi.
Upaya penurunan HPP pupuk subsidi dilakukan sebesar 5 persen yang menghasilkan efisiensi Rp 2,45 triliun. Kemudian lewat perubahan komposisi pupuk NPK dari 15-15-15 menjadi 15-10-12 dapat menghemat Rp 2,27 triliun.
Serta dengan menaikkan HET pupuk bersubsidi, yakni pupuk urea naik Rp 450 per kilogram, SP-36 naik Rp 400 per kilogram, serta ZA dan Organik naik Rp 300 per kilogram. Kenaikan HET membuat efisiensi Rp 2,57 triliun.
"Jadi untuk tutup kebutuhan pupuk di 2021, kekurangan anggaran itu bisa atasi dengan penurunan HPP, perubahan komposisi NPK, dan menaikan HET," kata Sarwo dalam rapat dengan Komisi IV DPR RI, Senin (18/1/2021).
Baca juga: Mentan Klaim Nilai Manfaat Subsidi Pupuk Capai 250 Persen
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.