JAKARTA, KOMPAS.com - Otoritas Jasa Keuangan ( OJK) meluncurkan produk penawaran efek melalui layanan urun dana berbasis teknologi atau lebih dikenal dengan Securities Crowd Funding (SCF).
Ketentuannya diatur dalam POJK Nomor 57/POJK.04 Tahun 2020.
Hal ini mengganti ketentuan sebelumnya, yakni POJK Nomor 37 Tahun 2017 tentang Equity Crowdfunding.
Baca juga: Soal Modal Inti Bank Rp 3 Triliun, OJK: Kalau Tidak Bisa, Undang Investor
"POJK yang baru ini mengatur mengenai kesempatan yang diberikan untuk UMKM. Dulu penyelenggaranya untuk PT saja. Sekarang penyelenggara bisa dalam bentuk hukum yang lain dalam bentuk CV dan koperasi," kata Kepala Pengawasan Pasar Modal 2B, Ona Retnesti dalam paparan daring, Rabu (27/1/2021).
Ona menuturkan, SCF ini merupakan pengembangan dari layanan urun dana equity crowdfunding.
Dia berharap, pengembangan dapat meningkatkan pendalaman pasar modal di masyarakat sebagai alternatif sumber pendanaan, utamanya untuk milenial dan UMKM.
Tak hanya itu, OJK juga sudah menetapkan Asosiasi Layanan Urun Dana Indonesia (ALUDI) sebagai asosiasi yang menjaga ekosistem industri layanan urun dana tersebut.
"Tujuan hadirnya asosiasi ini untuk menciptakan iklim layanan urun dana yang sehat dengan merumuskan code of conduct dan melakukan pengawasan terhadap anggotanya," ujar Ona.
Baca juga: PTUN Menangkan Bosowa Terkait Bukopin, OJK Naik Banding
Dalam aturan baru, efek yang ditawarkan bukan hanya efek bersifat ekuitas. Hal ini memungkinkan penyelenggara bisa menawarkan efek bersifat utang dan sukuk dengan nilai penawaran kurang dari Rp 10 miliar.
Efek bersifat ekuitas dilarang menggunakan lebih dari 1 penyelenggara.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan