Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Cantrang, Menteri KP: Sampai Hari Ini Kami Belum Pernah Izinkan Cantrang

Kompas.com - 27/01/2021, 14:00 WIB
Fika Nurul Ulya,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menegaskan, kementerian belum pernah mengizinkan kapal bercantrang beroperasi di wilayah RI sejak aturan baru disahkan.

Adapun aturan baru yang dimaksud adalah Peraturan Menteri Nomor 59 Tahun 2020 tentang Jalur Penangkapan dan Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia dan Laut Lepas.

"Terhadap cantrang di Permen (Nomor) 59 saya sudah cek, sampai hari ini KKP belum pernah mengizinkan cantrang," kata Trenggono dalam Rapat Kerja bersama Komisi IV DPR RI, Selasa (27/1/2021).

Baca juga: Meski Aturan Sudah Diundangkan, Menteri Trenggono Masih Kaji Penggunaan Cantrang

Trenggono menyatakan, perizinan tidak bisa diberikan karena pihaknya masih menunda (hold) peraturan baru yang sudah diundangkan pada 30 November 2020 itu.

"Permen 59 itu setelah saya cek, sudah melalui satu proses yang sangat panjang. Untuk itu sampai hari ini kami masih menunda Permen nomor 59," papar Trenggono.

Menanggapi Trenggono, Ketua Komisi IV DPR RI Sudin mengungkap, Permen nomor 59 Tahun 2020 yang membahas legalisasi cantrang itu memang tidak pernah dibahas dengan Komisi IV.

Dia pun menilai eselon I KKP seolah tidak membutuhkan mitra kerja.

Padahal, dalam kenyataannya, masih ada konflik sosial daerah operasi penangkapan ikan di WPP oleh kapal di bawah 30 GT dengan di atas 30 GT yang menggunakan cantrang.

Baca juga: Aturan Susi Direvisi, Kapal Cantrang Kini Tak Lagi Dilarang

Untuk itu, dia meminta Menteri Trenggono memutuskan kebijakan soal cantrang secara lebih arif.

"Permen 59 ini tidak dibahas (dengan kami), eselon I tidak butuh kami. Komisi IV memberi saran kepada KKP untuk menyelesaikan masalah ini secara tuntas, arif, bijaksana, serta utamakan norma dan kearifan lokal," pungkas Sudin.

Sebagai informasi, Permen baru yang ditunda itu mengatur tentang selektivitas dan kapasitas Alat Penangkapan Ikan (API), perubahan penggunaan alat bantuan penangkapan ikan dan perluasan pengaturan baik dari ukuran kapal maupun Daerah Penangkapan Ikan (DPI).

Selain itu, beleid memperjelas penyajian pengaturan jalur untuk setiap ukuran kapal sesuai dengan kewenangan izin usaha penangkapan ikan, serta perubahan kodifikasi alat penangkapan ikan berdasarkan International Standard Statistical Classification of Fishing Gear (ISSCFG) FAO.

Salah satu alat penangkap ikan yang diatur adalah legalisasi cantrang dengan beberapa ketentuan.

Baca juga: KKP: Kalau Ada Kapal Cantrang Beroperasi di Bawah 12 Mil Laut Natuna, Itu Pasti Ilegal!

Cantrang bakal menggunakan square mesh window pada bagian kantong. Tujuannya agar ketika ditarik, ikan-ikan kecil yang terjaring masih bisa lolos.

Jalur penangkapan bagi kapal di bawah 10-30 GT, hanya boleh beroperasi di jalur II dengan jarak 4-12 mil laut.

Sedangkan bagi kapal di atas 30 GT, penggunaan alat tangkap cantrang hanya boleh di jalur III dengan jarak lebih dari 12 mil laut.

Bila melanggar, KKP menyatakan bakal melakukan penindakan, mengingat setiap izin kapal yang dikeluarkan pusat dilengkapi VMS (vessel monitoring system) sehingga bisa dilacak.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com