Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Beberapa Saham Auto Reject Bawah tetapi Tidak Disuspensi, Begini Penjelasan BEI

Kompas.com - 28/01/2021, 12:27 WIB
Kiki Safitri,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Belakangan ini beberapa saham mengalami penurunan mendekati 7 persen, atau dengan kata lain masuk dalam batas Auto Reject Bawah (ARB).

Namun demikian, Bursa Efek Indonesia (BEI) belum melakukan suspensi atas saham-saham tersebut, bahkan belum dinilai masuk kategori (Unusial Market Activity).

Direktur Pengawasan Transaksi dan Kepatuhan BEI Kristian S. Manullang mengatakan, bursa tetap memantau pergerakan indeks yang dinilai tidak wajar yang terjadi dalam perdagangan melalui metode smart bursa.

Baca juga: Banyak Saham Auto Reject Bawah, Netizen Salahkan Sekuritas Lakukan Forced Sell

“Semua hal tersebut dipantau. Tujuan dari pemantauan ini untuk melihat adakah ketidakwajaran dari transaksi yang terjadi di pasar,” jelas Kristian kepada wartawan, Kamis (28/1/2021).

Kristian mengatakan, terdapat aturan bursa terkait dengan suspensi oleh divisi pengawasan BEI dalam rangka melakukan pengawasan perdagangan efek yang tertuang dalam Peraturan Perdagangan No II A.

Dalam aturan tersebut, dikatakan bursa akan melakukan pemantauan terhadap informasi atas setiap efek yang berkaitan dengan fluktuasi harga dan volume, frekuensi, order/pesanan, transaks, pola transaksi, informasi penyelesaian transaksi, dan informasi lain yang penting dan relevan.

Beleid tersebut juga mengatur terkait dengan penghentian sementara pelaksanaan perdagangan atas suatu efek tertentu di bursa apabila terjadi pergerakan harga yang tidak wajar atas efek tersebut.

“Tentunya kombinasi, tapi tidak seluruhnya harus terpenuhi maka bisa diindikasikan ketidakwajaran sehingga dilakukan suspensi,” jelas Kristian.

Baca juga: Turun Tajam, Saham ANTM Masuk Auto Reject Bawah

Sebagai contoh, pada awal tahun ini, saham farmasi Kimia Farma (KAEF) dan Indofarma (INAF) yang mengalami ARB selama berhari-hari, tetapi tidak masuk dalam kategori UMA.

Berbeda dengan saham Bank Rakyat Indonesia Agroniaga (AGRO) yang masuk dalam kategori UMA tahun lalu, setelah ARA (Auto Reject Atas).

Saat ini, AGRO masuk ARB karena penurunan harga sahamnya menyentuh 7 persen.

Kristian menjelaskan, pengawasan bursa tidak bergantung pada ARB dan ARA untuk kenaikan harga saham antara 20 hingga 25 persen.

“Tindakan pengawasan bursa tidak bergantung kepada ARB atau ARA ya. Tapi bursa melihat dari hal-hal yang saja jelaskan (Peraturan Perdagangan No II A). Setiap aktivitas transaksi dari semua saham dipantau secara otomatis melalui sistem SMART bursa,” tegas dia.

Baca juga: Kembali Auto Reject, Saham KAEF dan INAF Turun ke Harga Rp 5.275

Kristian menambahkan, sebelumnya saham KAEF sudah pernah masuk dalam UMA karena terjadi peningkatan harga dan aktivitas di luar kebiasaan tahun lalu.

Selain itu, KAEF juga sempat mengalami suspensi, sehubungan dengan terjadinya peningkatan harga kumulatif yang signifikan dalam rangka cooling down, pada perdagangan tanggal 7 Agustus 2020.

“Saham KAEF sudah pernah kita UMA dan pernah disuspen cooling down. (Indikatornya volume dan harga), salah satunya, atau satu kesatuan,” tambah dia.

Disclaimer: Artikel ini dibuat dengan tujuan bukan untuk mengajak membeli atau menjual saham. Segala rekomendasi dan analisa saham berasal dari analis dari sekuritas yang bersangkutan, dan Kompas.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan atau kerugian yang timbul. Keputusan investasi ada di tangan Investor. Pelajari dengan teliti sebelum membeli/menjual saham.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com