JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo telah resmi membentuk Lembaga Pengawas Investasi (Indonesian Investment Authority/INA).
Pembentukan institusi tersebut merupakan langkah yang diambil pemerintah untuk memperbaiki iklim investasi dan kemudahan berusaha di Indonesia.
LPI memiliki fungsi untuk mengelola dana pemerintah pusat yang berbentuk dana investasi abadi atau sovereign wealth fund (SWF).
Pembentukan LPI sesuai dengan amanat yang terdapat dalam UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Baca juga: Jokowi Lantik 5 Dewan Pengawas LPI, Simak Masing-masing Profilnya
Presiden Joko Widodo (Jokowi), kemarin Rabu (27/1/2021) baru saja meleantik lima orang dewan pengawas LPI, yakni Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Menteri BUMN Erick Thohir.
Selain itu juga ada Darwin Cyril Noerhadi, Yozua Makes, dan Haryanto Sahari, sebagai dewan pengawas LPI dengan latar belakang profesional.
Nantinya, LPI akan memiliki jajaran dewan direksi untuk menjalankan fungsinya. Operasional lembaga tersebut pun diharapkan bisa segera dilaksanakan di kuartal I tahun ini, di kisaran bulan April.
Sebagai modal awal, pemerintah pun telah menyuntikkan dana sebesar Rp 15 triliun. Secara keseluruhan, pemerintah bakal memberi modal Rp 75 triliun kepada LPI yang akan diberikan secara bertahap hingga akhir tahun 2021.
Nantinya, pemenuhan modal awal LPI tersebut bisa bersumber dari aset yang berupa barang milik negara (BMN) hingga saham BUMN.
Pembentukan lembaga pengelola dana abadi sendiri sebenarnya telah direncanakan sejak era Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro.
Kala itu, Bambang yang saat ini menjabat sebagai Menteri Riset dan Teknologi menjelaskan, SWF meripakan kendaraan finansial negara yang memiliki atau mengatur dana publik untuk menginvestasikan ke aset-aset yang luas dan beragam.
Terdapat dua macam sumber dana SWF yang bersumber dari kekayaan negara, yakni sumber daya yang tidak dapat diperbaharui, seperti minyak dan gas serta aset keuangan seperti saham, obligasi, properti, logam mulia, serta instrumen keuangan lain.
"Secara mudahnya, SWF ini adalah tabungan negara, jadi kelebihan yang dimiliki negara yang diinvestasikan dengan tujuan untuk return yang lebih besar lagi”, jelas Bambang seperti dilansir dari laman Kementerian Keuangan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun menjelaskan LPI diperlukan untuk menciptakan beragam instrumen pembiayaan yang inovatif. Selain itu, LPI diharapkan bisa menjadi institusi yang bisa meningkatkan kemampuan pembiayaan pembangunan.
Pasalnya, untuk bisa mencapai tujuan Indonesia menjadi negara maju, dibutuhkan total investasi yang diperkirakan mencapai Rp 6.645 triliun.
Baca juga: Cegah Pencucian Uang lewat LPI, Ini yang Dilakukan Pemerintah
"Kita butuh dana untuk terus meningkatkan kemampuan Indonesia dalam meningkatkan kesejahteraan. Kalau dikaitkan dengan visi Indonesia jadi kekuatan dunia nomor lima, maka total investasi untuk infrastruktur, estimasi RPJMN bisa mencapai Rp 6.645 triliun," ujar Sri Mulyani.
"Dan itu dibutuhkan melalui APBN, BUMN, maupun berbagai instrumen dan kerja sama lain," sambungnya.
Di sisi lain, dalam hal pembiayaan infrastruktur umumnya padat modal. Dengan demikian, ongkos pembiayaan (cost of fund) pun cukup tinggi dengan tenor yang panjang. Menurut Sri Mulyani, bila hanya mengandalkan instrumen utang, maka beban yang harus ditanggung pun cukup tinggi.
"Kapasitas pembiayaan APBN dan BUMN saat ini, terlihat dalam neraca, terutama BUMN, adalah sudah tinggi, exposure dari leverage-nya. Maka butuh melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan pendaaan domestik dalam rangka meneruskan upaya pembangunan," kata Sri Mulyani.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.