Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mendag Sebut Penurunan Impor Tak Selalu Artinya Baik, Kenapa?

Kompas.com - 29/01/2021, 18:10 WIB
Yohana Artha Uly,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Neraca perdagangan Indonesia tercatat surplus 21,74 miliar dollar AS sepanjang 2020, tertinggi sejak 2011. Kinerja ini di dorong laju impor yang turun lebih dalam ketimbang ekspor.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), impor tahun lalu sebesar 141,5 miliar dollar AS atau turun 17,34 persen dari 2019. Sementara ekspor sebesar 163,3 miliar dollar atau turun 2,61 persen dari tahun sebelumnya.

Meski demikian, Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi menilai, kinerja perdagangan yang surplus bukan berarti selalu menunjukkan perekonomian yang sehat, bahkan sebaliknya bisa berarti melemah.

Baca juga: Soal Beras Impor Vietnam yang Rembes di Pasar, Ini Dugaan Kemendag

Lantaran, penurunan impor yang dalam bisa berakibat buruk bagi perekonomian, sebab sebagian besar atau 70,3 persen dari impor Indonesia merupakan bahan baku dan bahan penolong yang dibutuhkan industri untuk berproduksi.

"Hampir 3/4 dari impor dipakai untuk bahan baku dan bahan penolong. Artinya kalau bahan baku dan bahan penolongnya turun, berarti industrialisasi di dalam negerinya turun. Jangan-jangan itu karena konsumsinya turun atau malah yang menyebabkan konsumsi turun," jelas Lutfi dalam konferensi pers secara virtual, Jumat (29/1/2021).

Oleh sebab itu lanjutnya, kinerja impor pun harus dijaga untuk menumbuhkan industri dalam negeri. Sebab bergeraknya industri menjadi salah satu indikator yang menunjukkan perekonomian berjalan dengan baik.

Beroperasinya industri menandai terjaganya konsumsi masyarakat, yang merupakan komponen terbesar pada produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Sekaligus menandai banyaknya tenaga yang yang terserap.

"Jadi ini proses yang penting, kita mesti jaga bersama-sama," ucap dia.

Lutfi memperkirakan, ke depannya impor Indonesia akan meningkat, setelah pada tahun lalu tertahan akibat arus perdagangan yang terganggu pandemi Covid-19. Seiring dengan itu, pertumbuhan ekspor pun diyakini akan terjadi.

"Saya lihat ke depan, bahwa akan terjadi pertumbuhan di impor maupun ekspor. Sehingga terjadi pertumbuhan di konsumsi, yang juga akan menggerakan sektor keuangan," ungkap dia.

Meski demikian, konsekuensi dari peningkatan impor adalah berpotensi terjadinya defisit neraca perdagangan. Namun, menurut Lutfi, hal ini bisa diatasi dengan menekan impor minyak dan gas (migas) yang selama ini berkontribusi besar pada defisit perdagangan.

Ia bilang, pemerintah saat ini tengah gencar melakukan reformasi energi dengan beralih dari bahan bakar berbasis fosil ke energi terbarukan. Di antaranya dengan mendorong penggunaan energi listrik dan bahan bakar nabati.

"Jadi kiatnya membuat impor migas menjadi lebih sedikit. Mudah-mudahan, ini akan perbaiki neraca perdagangan dan memperbaiki neraca keuangan atau defisit transaksi berjalan kita ke depannya," pungkas Lutfi.

Baca juga: Luhut: Jangan Impor-impor lagi, Kita Bisa Ekspor...

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com