Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bank Dunia: Kalau Masih Kontraksi, Butuh Waktu 3-5 Tahun agar Ekonomi RI Kembali Normal

Kompas.com - 30/01/2021, 15:16 WIB
Mutia Fauzia,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Pelaksana Bank Dunia Mari Elka Pangestu mengatakan, Indonesia membutuhkan waktu tiga hingga lima tahun untuk mengembalikan kinerja pertumbuhan ekonomi ke masa sebelum pandemi Covid-19.

Mari menyebutkan, pandemi telah menyebabkan tekanan terhadap kondisi perekonomian global, termasuk Indonesia. Kinerja perekonomian pun masih akan berada di bawah potensi yang seharusnya dalam beberapa tahun ke depan.

"Kalau tahun ini masih terkontraksi 2 persen, dalam dua sampai tiga tahun ke depan maka kinerjanya akan 1 persen di bawah potensi, yakni 4 persen. Sehingga butuh waktu 3 sampai 5 tahun untuk kembali ke situasi sebelum Covid-19," ucap dia dalam webinar Forum Diskusi Salemba 46, Sabtu (30/1/2021).

Baca juga: Tak Ikuti Tren Resesi, Vietnam Jadi Negara dengan Ekonomi Terbaik di 2020

Menurut Mari, situasi serupa sebenarnya juga terjadi pada krisis ekonomi tahun 1998 lalu.

Kala itu, Indonesia membutuhkan waktu sekitar delapan tahun untuk bisa kembali ke kondisi pertumbuhan normal.

Bahkan menurut Mantan Menteri Perdagangan era Presiden SBY itu, proses pemulihan bisa memakan waktu hingga 10 tahun bila tidak dilakukan perubahan kebijakan serta mendorong pertumbuhan investasi.

"Bagi kami yang mengalami krisis moneter 1998 itu kontraksi sangat berat dan butuh beberapa tahun dengan pertumbuhan rendah, basically kita loss delapan tahun sebelum kembali ke kondisi normal," ujar dia.

Mari pun mengatakan, vaksin merupakan salah satu kunci agar perekonomian global dan Indinesia khususnya, bisa mengalami percepatan pemulihan. Bila pada tahun 2021 ini sebanyak 55 persen dari populasi penduduk bisa tervaksinasi, dan meningkat menjadi 70 persen di tahun 2022, maka perekonomian bisa terdongkrak.

Namun, bila tak sampai 10 persen dari populasi penduduk yang divaksin, maka perekonomian bisa kembali terkontraksi.

"Ini isu besar, vaksin, dan kita sekarang sedang melihat berbagai macam dinamika vaksin. Terkait dengan suplai yang tidak cukup, negara maju yang sebenarnya sudah booking vaksin tetapi tidak dibagikan ke negara berkembang, padahal jika negara berkembang tidak pulih negara maju juga akan kena," jelas Mari.

"Ini pembahasan yang sangat kompleks, isu politik, isu ekonomi, dan bahkan ada yang menggunakan istilah vaccine nationalism, banyak negara yang merestriksi vaksin yang diproduksi di negara tersebut agar tidak keluar sampai semua penduduknya sudah divaksinasi," ujar dia.

Baca juga: Ekonomi AS Tumbuh Negatif 3,5 Persen Sepanjang 2020, Terburuk Sejak 1946

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com