Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berlaku Hari Ini, Pajak Pulsa untuk Distributor Besar, Bukan Pengecer dan Konsumen

Kompas.com - 01/02/2021, 09:36 WIB
Muhammad Idris

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kebijakan skema baru pemungutan pajak pulsa dan token listrik menuai polemik. Aturan baru ini diklaim menjadi kepastian hukum dan penyederhanaan atas pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh).

Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 6/PMK.03/2021 tentang Penghitungan dan Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Serta Pajak Penghasilan (PPh) atas Penyerahan/Penghasilan Sehubungan Dengan Penjualan Pulsa, Kartu Perdana, Token, dan Voucer.

Staf Khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo menjelaskan, masyarakat seharusnya tak perlu kaget ataupun risau dengan pemberlakukan aturan baru pungutan PPN dan PPh.

Aturan pungutan pajak sudah keluar sejak era Presiden Soeharto. Artinya, tak ada pajak baru yang dipungut dari masyarakat.

Baca juga: Klarifikasi Lengkap Sri Mulyani Soal Pajak Pulsa dan Token Listrik

“PPN atas jasa telekomunikasi yang kemudian sarana transmisinya berubah ke voucer pulsa dan pulsa elektrik, sudah terutang PPN sejak UU 8/1983, atau setidaknya dikenai pajak sejak PP 28/1988, yang mengatur secara spesifik tentang PPN Jasa Telekomunikasi,” ujar Yustinus seperti dikutip dari akun Twitternya @prastow, seperti dikutip pada Senin (1/2/2021).

“Jadi mestinya kebijakan ini disambut baik. PPN atas pulsa memang sudah lama terutang dan tak berubah, pedagang dipermudah, konsumen tidak dibebani pajak tambahan,” kata dia lagi.

Dirinya menegaskan, pengaturan pungutan pajak PPN dan PPh teranyar tersebut hanya berlaku bagi distributor besar. Bukan untuk menyasar pedagang pulsa atau token ritel dan konsumen.

“Pemungutan disederhanakan hanya sampai distributor besar, sehingga meringankan distributor biasa dan para pengecer pulsa. Enak kan?” ujar Yustinus.

Baca juga: DJP: Aturan Pajak Disimplifikasi, Tak Ada Pengaruh ke Harga Pulsa, Kartu Perdana, dan Token Listrik

Lanjut Yustinus, dengan skema pungutan baru, justru akan lebih disederhanakan dan memberi kepastian hukum yang lebih kuat. Ini karena pulsa atau token tak lagi hanya berbentuk fisik, namun saat ini juga berupa elektronik.

“PPh 0,5 persen ini ilustrasinya Rp 500 perak dari voucer pulsa Rp 100 ribu. Ini dipungut, tapi bisa dijadikan pengurang pajak di akhir tahun, ibarat cicilan pajak,” kata Yustinus.

“Bagi yang sudah WP (wajib pajak) UMKM dan punya Surat Keterangan, tinggal tunjukin dan tak perlu dipungut lagi. Adil dan setara bukan?,” tambah dia.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan tidak ada objek pajak baru, sehingga pengenaan PPN tersebut tidak akan mempengaruhi harga token listrik, voucer pulsa fisik, voucer pulsa elektronik, dan kartu perdana.

Baca juga: Pemerintah Bakal Pungut Pajak untuk Penjualan Pulsa, Kartu Perdana, hingga Token Listrik

"Ketentuan tersebut tidak berpengaruh terhadap harga pulsa atau kartu perdana, token listrik, dan voucer (pajak pulsa)," tulis Sri Mulyani di akun Instagram miliknya.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menegaskan, selama ini objek-objek pajak pulsa dan token sudah dikenakan PPN.

"Jadi tidak tidak ada pungutan pajak baru untuk pulsa token listrik dan voucer," terang Sri Mulyani.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com