Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengkritik Pajak Pulsa hingga Token Listrik, Ini Kata Pengamat

Kompas.com - 02/02/2021, 10:41 WIB
Ade Miranti Karunia,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Head of Research Data Indonesia Herry Gunawan mengatakan, kebijakan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati terkait pengenaan pajak terhadap penjualan pulsa hingga token listrik ini ada kemungkinan besar distributor akan bebankan ke pengecer.

Kemudian, pengecer juga akan membebankan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tersebut ke konsumen.

Selain soal kenaikan harga di level konsumen, Herry juga menyoroti soal ketimpangan perpajakan yang diakibatkan kebijakan tersebut.

Baca juga: Pemerintah Tunjuk eBay dan NordVPN Jadi Pemungut PPN mulai 1 Februari

Ia mempertanyakan mengapa para pemain pasar uang di dalam negeri yang kaya raya tidak dipajaki, sedangkan rakyat kecil pembeli pulsa dipajaki.

“Kebijakan seperti itu kontraproduktif. Sementara pembeli global bond bebas pajak alias dapat subsidi pemerintah. Ketimpangan yang nyata. Kencang ke bawah, lunak ke atas,” kata Herry melalui keterangan tertulis, Selasa (2/2/2021).

Sementara itu, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan menilai, pengenaan PPN pulsa dan kartu perdana yang diperkuat dengan Peraturan Menteri Keuangan PMK No 6/PMK.03/2021 masih absurd.

"Pertama, di dalam PMK tidak terdapat rujukan peraturan lama yang perlu disederhanakan sehingga masyarakat menanggapinya sebagai pajak baru. Untuk itu, mohon Menteri Keuangan yang terhormat berkenan memberi peraturan lama sebagai bahan sosialisasi kepada sekelompok masyarakat yang berkepentingan," kata Anthony.

Kedua, karena tidak ada rujukan peraturan lama, pasal 2 menyiratkan pulsa dan kartu perdana, fisik maupun elektronik dikenai PPN yang berlaku per 1 Februari 2021, sebagai pajak baru.

Baca juga: Ditjen Pajak Tunjuk Enam Perusahaan Digital untuk Pungut PPN 10 Persen

Selain itu, Anthony menyoroti Pasal 4 pada Ayat 1 dan 2 yang membahas pungutan dan pengenaan PPN.

Menurut dia, pungutan dan pengenaan PPN merupakan dua hal berbeda.

Sebab, sejatinya pulsa dan kartu perdana bukan barang kena pajak.

Alasannya, pulsa dan kartu perdana bukan merupakan barang konsumsi tetapi hanya sebagai sarana penyimpan uang dengan nilai tertentu yang dapat dibelanjakan untuk melakukan panggilan telpon atau data (internet), setelah dompet tersebut diaktifkan.

Sedangkan kartu perdana yang berisi nomor telepon adalah sarana untuk melakukan pemanggilan telepon atau akses data (internet).

"Adapun barang konsumsi atau barang kena pajak yang sebenarnya adalah pemakaian telepon (pulsa) dan data (internet) atau singkatnya jasa telekomunikasi. Artinya, barang kena pajak yang dimaksud adalah pulsa yang dipotong oleh penyelenggara telekomunikasi seperti Telkom, Telkomsel, dan lainnya," jelas  Anthony.

Baca juga: Berlaku Hari Ini, Pajak Pulsa untuk Distributor Besar, Bukan Pengecer dan Konsumen

Anthony menambahkan, ketika pulsa diserahkan kepada pelanggan yang terjadi adalah perpindahan penyimpanan uang dari kas atau bank pelanggan ke bentuk kartu pulsa.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com