Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Aturan Pajak Pulsa dkk, Stafsus Sri Mulyani: Ketentuan Ini Tak Berpengaruh terhadap Harga

Kompas.com - 04/02/2021, 10:33 WIB
Ade Miranti Karunia,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo menjelaskan, pemajakan pulsa atau kartu Perdana, token Listrik, dan voucer yang diatur di dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 06/PMK.03/2021 bertujuan memberikan kepastian hukum dan penyederhanaan atas pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh).

"PPN dan PPh atas pulsa atau kartu perdana, token listrik, dan voucer sudah berjalan selama ini, sehingga ketentuan tersebut tidak mengatur jenis dan obyek pajak baru," katanya kepada Kompas.com, Kamis (4/2/2021).

Sementara mengenai pemungutan PPN untuk pulsa atau kartu perdana, lanjut Yustinus, dilakukan penyederhanaan sebatas sampai pada distributor tingkat II (server). Sehingga distributor berikutnya dan pengecer yang menjual kepada konsumen tidak perlu dipungut PPN lagi.

Baca juga: Berlaku Hari Ini, Pajak Pulsa untuk Distributor Besar, Bukan Pengecer dan Konsumen

Dalam ketentuan sebelumnya, PPN dipungut pada setiap rantai distribusi, dari operator telekomunikasi, distributor utama (tingkat 1), distributor besar (tingkat 3), distributor selanjutnya, sampai dengan penjualan oleh pedagang pengecer.

"Distributor kecil dan pengecer mengalami kesulitan melaksanakan mekanisme PPN sehingga menghadapi masalah pemenuhan kewajiban perpajakan," ujar dia.

Untuk token listrik, kata dia, PPN hanya dikenakan atas jasa penjualan atau pembayaran yang berupa komisi atau selisih harga yang diterima agen penjual. Bukan atas nilai token listriknya.

"Ketentuan sebelumnya, jasa penjualan terutang PPN, namun ada kesalahpahaman bahwa PPN dikenakan atas seluruh nilai token listrik yang dijual oleh agen penjual," kata dia.

Sama halnya dengan token listrik, pungutan PPN untuk jenis voucer hanya dikenakan atas jasa penjualan atau pemasaran berupa komisi atau selisih harga yang diperoleh agen penjual.

"Bukan atas nilai voucer karena voucer merupakan alat pembayaran atau setara dengan uang yang tidak terutang PPN," ujarnya.

Begitu pula dengan kebijakan yang lama untuk jenis voucer, jasa penjualan atau pemasaran produk ini terutang PPN. Namun, ada kesalahpahaman bahwa voucher terutang PPN.

Lebih lanjut terkait dengan pemungutan PPh Pasal 22 atas pembelian oleh distributor pulsa, dan PPh Pasal 23 atas jasa penjualan/pembayaran agen token listrik dan voucer merupakan pajak di muka bagi distributor/agen yang dapat dikreditkan dalam SPT Tahunannya.

"Dengan penjelasan tersebut, maka ketentuan tersebut tidak berpengaruh terhadap harga pulsa atau kartu perdana, token listrik, dan voucer," katanya.

Sebelumnya, Head of Research Data Indonesia Herry Gunawan mengatakan, kebijakan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati terkait pengenaan pajak terhadap penjualan pulsa hingga token listrik ini ada kemungkinan besar distributor akan bebankan ke pengecer.

Kemudian, pengecer juga akan membebankan PPN tersebut ke konsumen. Selain soal kenaikan harga di level konsumen, Herry juga menyoroti soal ketimpangan perpajakan yang diakibatkan kebijakan tersebut.

Baca juga: Klarifikasi Lengkap Sri Mulyani Soal Pajak Pulsa dan Token Listrik

Sementara itu, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan menilai, pengenaan PPN pulsa dan kartu perdana yang diperkuat dengan Peraturan Menteri Keuangan PMK No 6/PMK.03/2021 masih absurd.

Selain itu, Anthony menyoroti Pasal 4 pada Ayat 1 dan 2 yang membahas pungutan dan pengenaan PPN. Menurut dia, pungutan dan pengenaan PPN merupakan dua hal berbeda. Sebab, sejatinya pulsa dan kartu perdana bukan barang kena pajak.

Alasannya, pulsa dan kartu perdana bukan merupakan barang konsumsi tetapi hanya sebagai sarana penyimpan uang dengan nilai tertentu yang dapat dibelanjakan untuk melakukan panggilan telpon atau data (internet), setelah dompet tersebut diaktifkan.

Baca juga: Mengkritik Pajak Pulsa hingga Token Listrik, Ini Kata Pengamat

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com