Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kesamaan Asabri-Jiwasraya: Limbung Karena Tersangkut Saham Gorengan

Kompas.com - 05/02/2021, 15:02 WIB
Muhammad Idris

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Belum selesai kasus Jiwasraya, kini negara kembali dirugikan akibat dugaan korupsi di Asabri. Kasus korupsi Asabri menyeret sejumlah nama, dari mantan jenderal hingga pentolan perusahaan pengelola aset.

Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan perhitungan sementara kerugian negara pada kasus PT Asabri (Persero) tembus Rp 23,7 triliun. Saat ini, kerugian negara tengah dihitung Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Dengan demikian, jumlah taksiran sementara kerugian negara di kasus korupsi Asabri ini melampaui kerugian negara dalam skandal korupsi Jiwasraya sebesar Rp 16,81 triliun.

Kerugian yang dialami Asabri tersebut terkait dengan penempatan portofolio saham. PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) mencatat, Asabri menginvestasikan dananya di berbagai saham.

Baca juga: Ada Kasus Korupsi, Asabri Pastikan Pembayaran Klaim Tetap Berjalan Normal

Berdasarkan catatan KSEI, Asabri punya portofolio di 14 saham dengan kepemilikan di atas 5 persen, termasuk Hanson Internasional. Perusahaan properti ini terkait dengan terdakwa kasus Jiwasraya yang juga tersangka di kasus Asabri, Benny Tjokro alias Bentjok.

Saham-saham lain yang sempat dikoleksi Asabri antara lain Bank Yudha Bhakti (BBYB) sebanyak 20,13 persen, Alfa Energi Investama (FIRE) sebanyak 23,60 persen, Hartadinata Abadi (HRTA) sebanyak 5,26 persen, dan Island Concept Indonesia (ICON) sebanyak 5,02 persen.

Kemudian Asabri juga memiliki saham di Inti Agri Resources (IIKP) sebanyak 11,58 persen, Indofarma (INAF) sebanyak 13,92 persen, Hanson Internasional (MYRX) sebanyak 5,40 persen, Pelat Timah Nusantara (NIKL) sebanyak 10,31 persen dan Proma Cakawala Abadi (PCAR) sebanyak 25,14 persen.

Adapula kepemilikan saham Asabri di Pool Advista Finance (POLA) sebanyak 7,65 persen, Pool Advista Indonesia (POOL) sebanyak 7,43 persen, PP Property (PPRO) sebanyak 5,33 persen, Sidomulyo (SDMU) sebanyak 18,06 persen dan SMR Utama (SMRU) sebanyak 6,61 persen.

Baca juga: Komut Asabri Buka Suara Terkait Kasus Korupsi Rp 23,7 Triliun

Perusahaan Bentjok

Saham lain yang paling sering jadi sorotan adalah PT Hanson International Tbk (MYRX). Ini karena perusahaan ini milik salah satu tersangka di kasus Asabri, yakni Bentjok. 

Perusahaan ini pula yang belakangan dikaitkan dengan kerugian yang diderita Jiwasraya, perusahaan BUMN asuransi lainnya. Hanson membuat dana investasi milik dua BUMN asuransi ini nyangkut, baik di portofolio saham maupun surat utang.

Dari laman keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), pada Jumat (5/2/2021) pergerakan saham emiten berkode MYRX ini tak pernah jauh dari harga Rp 50 per sahamnya. Selama 60 hari perdagangan terakhir, saham Hanson sudah tak pernah lagi diperdagangkan. 

 

Padahal dilihat pada 22 Oktober 2019 atau sebelum kasus Asabri mengemuka, nilai saham MYRX pernah menyentuh Rp 93 per lembar saham pada sesi penutupannya. Harga saham sempat naik turun hingga 7 November 2019, sebelum kemudian harganya tak beranjak sama sekali dari Rp 50 per saham. 

Baca juga: Perjalanan Bentjok, Terdakwa Kasus Jiwasraya, Kini Tersangka Korupsi Asabri

Berikutnya adalah PT Sinergi Megah Internusa Tbk. Di perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan dan jasa ini, Benny Tjokro pernah menjabat sebagai komisaris utama.

Serupa dengan MYRX, harga saham PT Sinergi Megah Internusa Tbk yang memiliki kode emiten NUSA ini juga seolah sulit lepas dari harga Rp 50 per lembar sahamnya.

Dilihat di laman BEI, pergerakan saham NUSA sempat fluktuatif dari 22 Oktober hingga 5 November 2019. Harga sahamnya kemudian mengendap tak pernah beranjak lagi hingga sekarang di Rp 50 per lembar saham.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com