“Ini enggak lepas dari fenomena investor retail. Pasar itu bergerak naik cukup banyak dan menarik perhatian bayak orang. Jadi cerita ini enggk xuma di Indonesia saja, di luar negeri orang-orang yang WFH tentunya ada banyak waktu senggang dan banyak yang investasi saham, dan buka rekening efek,” kata Hans.
Hans mengatakan, saat WFH konsumsi rumah tangga berkurang menyebabkan ramai investor baru bermunculan.
Belum lagi, banyak toko tutup, waktu di rumah cukup banyak, sehingga kecenderungan untuk menggunakan cash dengan berinvestasi saham cukup menarik.
Baca juga: Anak Usia 10 Tahun Ini Dapat Cuan Rp 44,8 Juta dari Saham GameStop
“Banyak orang memindahkan duit mereka ke pasar saham. Sehingga pasar saham jadi menarik. Ini mndorong influencer mulai masuk ke pasar dan dia memberikan pengaruh, kebetulan dia juga punya masa yang banyak, setelah ikut masuk ke saham, mereka mulai menyerukan orang lain untuk beli saham tertentu dan mulai pamer portofolio dia. Sehingga terjadi pergerakan pada saham tertentu,” jelas Hans.
Hans mengatakan, pompom saham tersebut layaknya memompa saham tertentu dan membuat sesuatu menjadi besar.
Hal ini juga ia nilai identik dengan orang-orang yang suka menggoreng saham.
Menurut dia, istilah menggoreng saham mengarah pada orang yang membuka rekening ke broker, kemudian mereka punya tim transaksi yang menyebabkan harga sahamnya naik.
“Kalau ini terjadi memang ada pelanggaran, tapi memang sulit di deteksi dengan membuktikan mereka ada kerja sama,” jelas dia.
Baca juga: BEI Ingatkan Influencer Terkait Potensi Pelanggaran dan Tuntutan atas Endorse Saham
Menurut Hans, di Indonesia aksi goreng menggoreng saham ini dilakukan dengan menggunakan berita.
Dengan adanya berita yang menunjukkan saham positif, maka bisa dikatakan tindakan penggorengan saham yang menyebabkan harga sahamnya naik.
“Ini fenomena baru lagi, di mana investor yang punya masa banyak mendorong pengikutnya untuk membeli satu saham tertentu sehingga saham itu bisa bergerak naik karena kekuatan dari pelaku pasar retail ini,” jelas dia.
Inilah mengapa pompom saham mirip dengan menggoreng saham.
Namun, Hans menilai apa yang selama ini dilakukan oleh influencer tidak selamanya buruk, ini tergantung niat dari influencer tersebut.
Baca juga: 3 Tips Menyikapi Maraknya Fenomena Influencer Saham
Belakangan ini, ramai sosial media kembali dihebohkan dengan pengikut pompom saham yang membeli saham tertentu.
Setelahnya, saham tersebut auto reject dan bahkan mengalami forced sell oleh sekuritas.