Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Suku Bunga Turun Bukan Jaminan Kredit Bakal Moncer

Kompas.com - 09/02/2021, 11:40 WIB
Fika Nurul Ulya,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Ekonom BRI Anton Hendranata mengatakan, penurunan suku bunga kredit bank tidak menjadi jaminan kredit bank bakal moncer.

Anton bilang, penurunan suku bunga kredit bukan faktor utama dalam mendorong tumbuhnya kredit.

Hal ini menanggapi rencana BI yang ingin menerbitkan aturan baru terkait publikasi asesmen suku bunga kredit berdasarkan Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) dan spread SBDK, lantaran bank membutuhkan waktu menurunkan suku bunga saat suku bunga BI-7DRRR sudah turun 125 bps.

"Pertumbuhan kredit dipengaruhi oleh konsumsi rumah tangga, daya beli masyarakat, suku bunga, kualitas kredit tercermin NPL, dan penjualan eceran," kata Anton dalam siaran pers, Selasa (9/2/2021).

Baca juga: Kadin: Masalah yang Dihadapi Investor Domestik adalah Tingginya Suku Bunga Kredit

Dengan menggunakan model ekonometrika, pertumbuhan kredit memang dipengaruhi secara signifikan oleh variabel konsumsi rumah tangga (consumption), daya beli masyarakat, suku bunga, NPL, dan penjualan eceran (retail sales).

Variabel yang paling sensitif dengan elastisitas yang paling tinggi adalah pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan daya beli masyarakat.

"Jika konsumsi rumah tangga dan daya beli masyarakat tidak kuat, maka tidak kuat mendorong penyaluran kredit. Meskipun perbankan sudah menurunkan suku bunga dan perbankan sudah menurunkan bunga," papar Anton.

Menurut Anton, saat ini bank sudah berusaha menurunkan suku bunga pinjamannya. Penurunan suku bunga lebih lanjut dianggapnya butuh waktu.

Sebab, suku bunga yang turun akan direspon lebih dulu oleh penurunan suku bunga deposito kemudian suku bunga pinjaman.

"Pertumbuhan kredit sudah lama turunnya bukan hanya 2020 saja, memang agak melambat penurunannya kreditnya. Ada hal yang ekxtraordinary karena pandemi. Pada situasi pandemi permintaan lemah, daya beli masyarakat terbatas," sebut Anton.

Sementara itu, ekonom CORE Indonesia Piter Abdullah menuturkan, Rigiditas atau kekakuan suku bunga kredit adalah fenomena moneter.

Tidak turunnya suku bunga kredit ketika suku bunga acuan sudah turun bukan disebabkan oleh kurang transparannya bank dalam proses penetapan suku bunga kredit. Bukan juga disebabkan oleh kurang efisiennya pengelolaan bank.

Menurut Piter, BI seharusnya sudah sejak dulu menganalisis penyebab tidak berjalannya transmisi moneter jalur suku bunga. BI perlu fokus mencari apa yang salah pada operasi moneter.

"Sistem insentif yang diciptakan oleh operasi moneter BI membuat bank punya bargaining position yang besar terhadap nasabah kredit. Di sisi lain nasabah pemilik dana besar punya bargaining yang besar terhadap bank dan mampu menetapkan suku bunga. Jadi untuk menghilangkan rigiditas suku bunga kredit, BI menurut saya perlu melakukan evaluasi terhadap operasi moneternya," jelas Piter.

Baca juga: OJK: Bank Siap Salurkan Kredit Bersuku Bunga Murah

Dalam penelitian yang Piter lakukan pada tahun 2015 menunjukkan, ketika bank sentral menurunkan suku bunga acuan, respons terbaik (nash equilibrium) dari bank-bank adalah menurunkan suku bunga deposito dan justru menahan suku bunga kredit.

"Artinya fenomena rigiditas suku bunga kredit sudah bisa diprediksi sejak awal. Bank-bank akan cenderung memanfaatkan turunnya suku bunga acuan untuk melebarkan net interest margin (NIM) guna mendapatkan keuntungan yang lebih besar," ucap Piter.

Peluang bank mendapatkan keuntungan dengan memperlebar NIM tercipta dari operasi moneter Bank Indonesia.

Kebijakan moneter yang cenderung kontraktif menawarkan insentif bagi bank sehingga bank-bank yang memiliki cost of fund yang cukup rendah bisa memilih menempatkan dananya di instrumen moneter atau menyalurkannya dalam bentuk kredit.

"Bank memiliki bargaining position yang cukup tinggi terhadap nasabah kredit, termasuk dalam hal menetapkan suku bunga," pungkasnya.

Baca juga: Kartu Kredit Syariah, Tak Ada Bunga hingga Tak Bisa Dipakai di Diskotik

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com