Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Untar untuk Indonesia
Akademisi

Platform akademisi Universitas Tarumanagara guna menyebarluaskan atau diseminasi hasil riset terkini kepada khalayak luas untuk membangun Indonesia yang lebih baik.

Mengadopsi Kendaraan Listrik, Belajarlah dari India

Kompas.com - 09/02/2021, 20:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Tidak heran jika Maruti Suzuki yang merupakan kerja sama perusahaan lokal Maruti Udyog dengan Suzuki Jepang menguasai separuh pangsa pasar penjualan mobil di India dengan menawarkan kendaraan berharga rendah, varian produk yang beraneka ragam dan jaringan dealer yang amat luas.

Hyundai Korea sebagai penguasai pasar nomor dua di India juga telah lebih dahulu meluncurkan Hyundai Kona EV (Electric Vehicle) pada 2019, setahun lebih awal daripada Indonesia.

Sebuah kendaraan listrik dengan harga yang "relatif" terjangkau selain Hyundai Ionic yang telah lebih dahulu diluncurkan pada 2018.

Preferensi konsumen

Membangun ekosistem kendaraan listrik tidak semata mempersiapkan peraturan pendukung dan infrastruktur, tetapi menyangkut konsumen dan pelaku industri otomotif. Sikap mereka menjadi penentu keberhasilan adopsi kendaraan listrik.

Peralihan ini tidaklah semudah membalik telapak tangan. Penelitian yang dilakukan oleh Bhattacharyya dan Thakre (2020) terhadap para konsumen dan manajer otomotif mengenai preferensi mereka untuk mengadopsi kendaraan listrik memperlihatkan temuan menarik.

Terdapat enam faktor yang mempengaruhi preferensi konsumen India untuk mengadopsi kendaraan listrik.

Pertama, waktu pengisian baterai (charge time). Ini terkait dengan waktu yang dihabiskan konsumen untuk menunggu baterai kendaraannya selesai terisi penuh. Semakin cepat waktu tunggu tentu akan menciptakan kenyamanan.

Baca juga: Ini Peran Pertamina Bangun Pabrik Baterai Listrik Berkapasitas 140 GW

Kedua, ketersediaan stasiun pengisian baterai (charging station availability). Jarak yang harus ditempuh konsumen untuk mencapai stasiun pengisian terdekat memberikan dampak bagi kenyamanan konsumen kendaraan listrik.

Ketiga, jarak tempuh pengendaraan (driving range). Kemampuan kendaraan listrik untuk mencapai jarak tertentu setelah satu kali pengisian baterai hingga penuh, menjadi pertimbangan berikutnya. Tentu hal ini berhubungan erat dengan teknologi baterai yang digunakan.

Keempat, biaya energi. Biaya mengoperasikan kendaraan listrik semestinya lebih murah daripada kendaraan konvensional.

Sebagai ilustrasi, di Indonesia tarif listrik per kwh secara rata-rata adalah sekitar Rp 1.500. Jika satu kendaraan listrik mampu menempuh 9 km per kwh maka biaya operasional hanya Rp 13.500 (Rp 1.500 x 9).

Dibandingkan kendaraan konvensional dengan jarak tempuh sama menggunakan bbm beroktan 92 seharga Rp 9.000 per liter maka diperoleh biaya sebesar Rp 81.000 (Rp 9.000 x 9). Jauh lebih murah kendaraan listrik. Belum lagi biaya pemeliharaan yang tidak memerlukan penggantian oli, busi dan sebagainya.

Kelima, harga jual. Harga kendaraan listrik relatif lebih tinggi daripada kendaraan konvensional. Hyundai Kona EV yang juga dijual di Indonesia seharga hampir Rp 700 juta. Konsumen memerlukan insentif khusus dari pemerintah untuk mendorong pembelian kendaraan listrik agar makin terjangkau.

Keenam, intensi penggunaan. Semakin tinggi intensi penggunaan maka makin cepat konsumen mengadopsi kendaraan listrik.

Intensi ini mesti dibangun dengan berbagai promosi yang bersifat edukatif mengenai nilai lebih kendaraan listrik seperti ramah lingkungan, biaya operasional lebih rendah, kenyamanan berkendara lebih baik dan sebagainya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com