Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Imbas Konsumsi Pertalite Naik, Impor Pertamax Meroket Ungguli Premium

Kompas.com - 10/02/2021, 07:51 WIB
Rully R. Ramli,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Impor bahan bakar minyak (BBM) jenis bensin oleh PT Pertamina (Persero) pada tahun ini diproyeksi akan kembali mengalami kenaikan dibanding tahun 2020.

Berdasarkan data yang disampaikan Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati, dalam gelaran rapat dengar pendapat Komisi VII DPR RI, Selasa (9/2/2021), impor BBM tahun 2021 diprediksi mengalami peningkatan sebesar 13,5 persen dari 97,8 juta barrel pada 2020, menjadi 113 juta barrel.

Padahal, pada tahun 2020 realisasi impor BBM Pertamina mengalami penurunan dari tahun 2019 yang mencapai 118,7 juta barrel.

Menurut Nicke, pertumbuhan impor BBM selaras dengan mulai kembali meningkatnya permintaan terhadap BBM.

Baca juga: Intip Gaji dan Tunjangan Guru PNS di DKI Jakarta

Namun berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, pada tahun 2021 BBM dengan nomor oktan atau RON 92, yakni Pertamax, justru akan menerima kuota impor lebih besar ketimbang BBM dengan RON 88, Premium.

Tercatat impor Pertamax ditargetkan meroket dari 37,1 juta barrel pada 2020, menjadi 59,3 juta barrel pada tahun ini.

Sementara impor Premium akan kembali menurun dari 60,7 juta barrel pada 2020, menjadi 53,7 juta barrel pada 2021.

Nicke menjelaskan, naiknya impor Pertamax akibat pertumbuhan konsumsi BBM jenis Pertalite. Sebagaimana diketahui, Pertalite merupakan produk BBM hasil campuran dari Premium dan Pertamax.

"Oleh karena itu penurunan impor Premium ini sebetulnya secara volume yang sama ini kita menambah volume impor dari Pertamax, untuk nantinya kita campur menjadi Pertalite," tuturnya, dilansir Rabu (10/2/2021).

Baca juga: Ini Pentingnya Holding Pembiayaan Ultra Mikro untuk UMKM

Peningkatan impor Pertamax juga selaras dengan proyeksi pertumbuhan penjualan BBM non penugasan.

Penjualan BBM non penugasan diproyeksi tumbuh dari 139,3 juta barrel pada tahun lalu, menjadi 162,5 juta barrel pada tahun 2021.

Pada saat bersamaan, penjualan BBM penugasan diprediksi kembali menurun, dari 53,3 juta barrel pada 2020 menjadi 47,69 juta barrel pada tahun ini.

Impor elpiji

Bukan hanya BBM, impor elpiji sampai dengan akhir tahun ini juga diproyeksi Pertamina mengalami kenaikan.

Impor elpiji tahun ini diprediksi mengalami peningkatan sebesar 16 persen atau 1 juta metrik ton dari tahun 2020 sebesar 6,2 juta metrik ton, menjadi 7,2 juta metrik ton.

Meskipun produksi elpiji dalam negeri terus tumbuh, namun hal itu tidak dapat berkontribusi banyak terhadap permintaan domestik.

Baca juga: Mulai Hari Ini, KRL Jogja-Solo Berbayar

Pada tahun ini alokasi elpiji subsidi diproyeksi tumbuh menjadi 7,5 juta metrik ton dari tahun lalu yang sebesar 7,14 juta metrik ton.

Direktur Pertamina Trading dan Komersialisasi Masud Khamid menilai, pertumbuhan kuota elpiji tabung melon itu disebabkan oleh sejumlah hal.

“Dari regulasi yang ada selama ini belum terdapat penegasan kriteria konsumen yang berhak mendapatkan elpiji 3 kg bersubsidi dan  besaran jumlah subsidi yang dapat diterima,” katanya.

Selain itu, pelaksanaan program konversi BBM ke elpiji yang dilaksanakan setiap tahunnya untuk nelayan dan petani, disebut Masud menjadi salah satu faktor pendorong peningkatan konsumsi.

Kemudian, belum adanya penyesuaian harga elpiji 3 kg sejak 2007, mengakibatkan munculnya perbedaan harga antara elpiji subsidi dan non subsidi sebesar Rp 5.368 per kg.

Merespons hal-hal itu, Pertamina pun disebut telah melakukan berbagai langkah strategis.

Seperti kerja sama dengan 12 pemerintah daerah di tingkat provinsi dan 154 pemerintah daerah di tingkat kabupaten/kota, guna menggalakkan penggunaan elpiji non subsidi bagi ASN dan non usaha mikro.

Baca juga: Soal Negosiasi dengan Tesla, Ini Kata Antam dan Inalum

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com