Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS

Kawal Distribusi Pupuk Bersubsidi, Kementan Tetapkan Kebijakan Minim Risiko

Kompas.com - 12/02/2021, 09:52 WIB
A P Sari

Penulis

KOMPAS.com – Kepala Subdirektorat (Kasubdit) Pupuk Bersubsidi Kementerian Pertanian (Kementan) Yanti Ermawati mengatakan, Kementan berusaha untuk menetapkan kebijakan minim risiko.

Kebijakan minim risiko itu, kata Yanti, merupakan upaya untuk mengawal distribusi pupuk bersubsidi agar tepat sasaran.

“Kebijakan minim risiko ini membutuhkan sinergi dari instansi terkait. Sebab, akan sulit untuk dilakukan sendiri,” kaya Yanti dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Jumat (12/2/2021).

Pernyataan tersebut disampaikan Yanti mewakili Direktorat Jenderal (Ditjen) Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan Sarwo Edhy dalam live streaming dialektika “Evaluasi Subsidi Pupuk, Tunai Jadi Solusi?” pada Rabu (10/2/2021).

Baca juga: Kasus Penimbunan Pupuk Bersubsidi di Blora, Ini Tanggapan Pupuk Indonesia

Terkait mekanisme distribusi pupuk bersubsidi, Yanti menjelaskan, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) menetapkan kebijakan secara tertutup. Hal ini dilakukan agar penyaluran bisa tepat sasaran.

“Penyaluran pupuk dilakukan secara tertutup lewat Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 5/2013. Ini agar bisa tepat sasaran dan tepat waktu. Selain itu, kita juga menyesuaikan dengan musim tanam,” papar Yanti.

Ia menerangkan, sasaran distribusi pupuk bersubsidi adalah petani yang tercantum dalam sistem elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (eRDKK). Pemberian ini juga mencakup jumlah pupuk yang diusulkan.

“Hal yang jadi masalah saat ini adalah para petani yang tidak tercantum dalam sistem eRDKK menuntut untuk mendapatkan pupuk bersubsidi,” katanya.

Baca juga: Pupuk Bersubsidi Langka? Ini Penjelasan Kementan

Padahal, lanjut dia, pupuk bersubsidi hanya diberikan kepada petani yang tergabung dalam kelompok tani dan sudah menyusun RDKK tahun sebelumnya. Pada tahun berikutnya, RDKK ini diruangkan dalam sistem eRDKK untuk dijadikan dasar pertimbangan.

“Sistem eRDKK ini kan untuk bahan pertimbangan penyaluran pupuk bersubsidi tahun berjalan. Perbedaan pemahaman pendataan ini seringkali memunculkan polemik. Jadi, tidak seharusnya ada kelangkaan,” terangnya.

Mendukung pernyataan Yanti, Direktur Pemasaran PT Pupuk Indonesia Gusrizal menyatakan, sistem tertutup yang digagas pemerintah mengharuskan distribusi pupuk melalui mekanisme pendataan.

“Kuncinya ada pada pendataan. Ada beberapa pihak di luar data yang kemudian menuntut diberikan pupuk bersubsidi,” katanya.

Baca juga: Begini Pengakuan Penimbun Ratusan Sak Pupuk Bersubsidi di Blora

Lebih lanjut, Gusrizal menjelaskan, penggunaan pupuk bersubsidi sudah diproporsionalkan agar tidak menimbulkan polemik dalam masyarakat.

“Misal ada daerah meminta 24 juta ton, tetapi alokasi hanya bisa sembilan juta ton. Penggunaan ini berarti harus proporsional. Tapi terkadang daerah tidak mau dan tetap meminta 24 juta ton sesuai usulan,” paparnya.

Ia beranggapan, kelangkaan yang muncul merupakan persepsi publik yang merasa tidak mendapat pupuk, tidak masuk RDKK, dan tidak mengetahui perubahan dosis yang telah ditetapkan.

Sebagai tambahan informasi, proses distribusi pupuk ini sebelumnya telah ditegaskan oleh Kementan dan PT Pupuk Indonesia. Dua belah pihak berjanji akan mengawal secara maksimal kebijakan pupuk bersubsidi.

Baca juga: Polisi Tangkap Penimbun Ratusan Zak Pupuk Bersubsidi di Blora

Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo atau SYL menuturkan, pemerintah selalu mengawal kebijakan yang dikeluarkan, termasuk salah satunya pupuk bersubsidi.

Pupuk bersubsidi adalah salah satu keseriusan pemerintah menjaga ketahanan pangan. Dengan kebijakan ini, bersama kita bisa meningkatkan produktivitas pertanian. Utuk itu, kita selalu memantau dan mengawal kebijakan pupuk bersubsidi agar tepat sasaran,” papar SYL.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com