Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tertarik Investasi di Bitcoin dan Mata Uang Kripto Lainnya? Simak Dulu Tips Ini

Kompas.com - 16/02/2021, 18:42 WIB
Yohana Artha Uly,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Investasi di aset kripto atau cryptocurrency semakin digemari akhir-akhir ini, terlebih setelah perusahaan besar seperti Tesla dan MasterCard menaruh perhatian pada Bitcoin.

Keduanya memberi dukungan dengan bakal menjadikan Bitcoin sebagai alat pembayaran yang sah dalam waktu dekat. Bitcoin sendiri hanyalah salah satu dari ratusan jenis kripto yang ada, seperti halnya Ethereum dan Ripple.

Menjadi kripto yang paling populer, harga Bitcoin sudah mencapai 49.714 dollar AS atau setara Rp 696 juta (kurs Rp 14.000 per dollar AS) per keping pada perdagangan Minggu (14/2/2021). Maka, aset kripto ini sudah menguat lebih dari 20.000 dollar AS sejak awal 2021.

Baca juga: Pulihkan Perekonomian, Pemerintah Fokus Dorong Konsumsi Masyarakat

Tren peningkatan yang terus terjadi semakin menarik bagi para investor untuk menjadikan kripto sebagai instrumen investasi. Kendati demikian, ada hal-hal yang perlu diperhatikan jika berminat untuk membeli aset kripto.

Analis Capital Futures Wahyu Laksono mengatakan, perubahan pergerakkan nilai kripto sangatlah tinggi. Di samping memberikan potensi keuntungan yang besar, juga pada saat yang sama bisa menyebabkan kerugian yang besar.

"Kripto memang sedang tren. Namun volatilitas amat sangat tinggi, (perubahannya bisa) dalam beberapa waktu, mungkin jam," ungkapnya kepada Kompas.com, dikutip Selasa (16/2/2021).

Ia mencontohkan seperti Bitcoin yang sempat mencapai level 38.000 dollar AS per keping pada 1 November 2020 lalu, namun di hari yang sama nilainya anjlok 7.000 dollar AS ke 31.000 dollar AS per keping.

Oleh sebab itu, kata dia, akan tepat jika memiliki modal yang besar saat berinvestasi di aset kripto. Jika tidak, dana yang kecil itu akan terus tergerus hingga habis saat nilai kripto turun.

"Artinya nilainya sangat besar. Dalam pemodal skala terkecil pun yaitu mikro, dananya akan terancam mudah habis," jelas Wahyu.

Baca juga: Menyikapi Aksi Backdoor Listing, Apa Untung dan Ruginya?

Di sisi lain, bila investor masuk di saat harga kripto tertinggi maka potensi kerugian pun semakin besar, sebab secara pergerakkan setelah mencapai harga tertinggi maka sangat rentan terjadi koreksi.

"Untuk yang masuk di tahap sangat tinggi, jelas risiko juga besar jika terlalu berharap segera naik. Beli di harga tinggi apalagi di historical high, sangat rentan koreksi. Walaupun in long term (dalam jangka panjang nilai kripto) masih naik," paparnya.

Wahyu bilang, kondisi ini pernah terjadi di sekitar tahun 2017-2018, di mana harga Bitcoin pernah anjlok dari 19.000 dollar AS per keping menjadi hanya 4.000 dollar AS per keping.

"(Jika lihat kondisi sekarang) pahit bagi yang lost, tapi sangat manis bagi yang bertahan hold aset," imbuhnya.

Oleh sebab itu, kata Wahyu, dalam berinvestasi di aset kripto harus memahami dengan jelas pola dan target investasinya. Pilih ingin investasi jangka pendek (short term), menengah (medium term), atau panjang (long term).

Jika untuk medium dan long term, potensi meraih keuntungan dinilai lebih besar. Asalkan memiliki kesediaan dana yang cukup besar dibarengi dengan kemampuan averaging position.

Baca juga: Gandeng Ovo dan Bareksa, Unika Atmajaya Luncurkan Kurikulum Fintech

Sedangkan jika target investasi adalah untuk short term, maka harus memperhitungkan potensi koreksi. Di sisi lain, akan lebih tepat jika membeli aset kripto saat harga terendah bila tujuannya jangka pendek.

Wahyu menekankan, mengandalkan faktor teknikal cukup penting bagi para kriptomania. Sebab aset kripto tidak memiliki dasar fundamental yang jelas kecuali sentimen market.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Earn Smart
7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

Whats New
'Regulatory Sandbox' Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

"Regulatory Sandbox" Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

Whats New
IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

Whats New
Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Whats New
Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Whats New
Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Whats New
Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Whats New
Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Whats New
Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Whats New
Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

BrandzView
Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Whats New
Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Whats New
Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Whats New
Puasa Itu Berhemat atau Boros?

Puasa Itu Berhemat atau Boros?

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com