Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Merger Gojek-Tokopedia Berisiko Monopoli?

Kompas.com - 18/02/2021, 16:08 WIB
Yohana Artha Uly,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga Kajian Persaingan dan Kebijakan Usaha Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LKPU FH UI) menilai rencana merger Gojek dan Tokopedia tidak berpotensi menimbulkan praktik monopoli.

Lantaran, kedua perusahaan teknologi itu bergerak di bidang bisnis yang berbeda. Gojek di marketplace jasa, sementara Tokopedia di marketplace barang.

Sehingga tak ada risiko terjadi penguasaan atas produksi, pemasaran barang, maupun jasa sebagai akibat dari aksi merger itu.

"Karena tidak ada pengaruhnya, maka aksi merger itu pun tidak akan berpengaruh ke konsentrasi pasar dari masing-masing entitas akibat dari merger tersebut,” ujar Direktur Eksekutif LKPU FH UI Ditha Wiradiputra dalam keterangan tertulis, Kamis (18/2/2021).

Baca juga: Merger Dikabarkan Masuk Finalisasi, Valuasi Gojek-Tokopedia Ditargetkan Rp 560 Triliun

Sebelumnya, Gojek dan Tokopedia dikabarkan tengah masuk dalam tahap finalisasi pembahasan merger. Kedua perusahaan membahas beragam skenario untuk bisa mencatatkan saham baik di Jakarta dan Amerika Serikat.

Valuasi perusahaan hasil merger kedua unicorn Indonesia itu ditargetkan bisa mencapai 35 miliar dollar AS hingga 40 miliar dollar AS atau sekitar Rp 560 triliun (kurs Rp 14.000) bila melantai di bursa saham.

Menurut Ditha, aksi merger baru akan menimbulkan masalah jika melibatkan entitas dari bidang bisnis yang sama, misalnya Gojek dengan Grab atau Tokopedia dengan Shopee.

Jika hal itu terjadi, tidak menutup kemungkinan akan memicu konsentrasi pasar. Di mana perusahaan jadi memiliki kekuatan pasar yang besar sehingga bisa dengan seenaknya memainkan harga.

"Jika begitu dampaknya bisa merugikan konsumen," imbuhnya.

Baca juga: Kata Pemerintah soal Isu Merger Gojek-Tokopedia

Berdasarkan kajian LKPU FH UI, merger Gojek dan Tokopedia juga tidak menghasilkan integrasi vertikal atau monopoli vertikal, karena model bisnis keduanya adalah ekosistem terbuka, yang justru strateginya adalah membuka kesempatan seluas-luasnya untuk kerja sama dengan banyak pihak guna mencapai skalabilitas.

Hal ini salah satunya diwujudkan dengan menerima banyak opsi pembayaran dan pengiriman pada masing-masing platform. Kekhawatiran akan integrasi vertikal yang mana terjadi penguasaan produksi jasa dan barang dinilai tidak akan terjadi karena sifat kedua platform dari awal berdiri adalah tidak eksklusif.

Menurut Dhita, merger yang dilakukan atas dasar efisiensi pada dasarnya membawa manfaat seperti nilai baru atau nilai tambah, baik untuk konsumen maupun pelaku usaha.

Selain itu, sekaligus mewujudkan efisiensi di pasar secara keseluruhan. Hal ini justru harus disambut baik sebagai wujud pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia.

“Biaya operasional bisa saja berkurang, dan akhirnya itu akan memangkas biaya produksi kedua perusahaan, sehingga dapat berdampak positif pada output yang bisa dihasilkan,” pungkasnya.

Baca juga: Ini Penjelasan Tokopedia Terkait Pembaruan Kebijakan Privasi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com