Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kata Ekonom Indef soal Penyebab Banjirnya Barang China di E-commerce Indonesia

Kompas.com - 19/02/2021, 13:15 WIB
Elsa Catriana,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Penjualan barang-barang impor China yang masuk ke Indonesia hingga saat ini masih belum terbendung.

Baru-baru ini pun media sosial Twitter dihebohkan dengan adanya penjualan produk dari China yang dijual oleh seller Mr Hu melalui platform Shopee.

Hal ini pun tentu akan meresahkan para UMKM, sebab produk-produk UMKM akan kalah saing dengan produk impor tersebut.

Ekonom Indef Bhima Yudhistira membeberkan, ada beberapa faktor yang membuat barang impor China naik tajam.

Baca juga: Dipanggil Menkop Teten soal Mr Hu, Ini Penjelasan Shopee

"Pertama adalah keberadaan e-commerce, di mana perusahaan e-commerce di Indonesia sebagian besar terafiliasi dengan grup perusahaan yang ada di China," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Jumat (19/2/2021).

Menurut dia, memang strategi dari pebisnis China untuk mengakuisisi e-commerce di Indonesia, bisa dijadikan channel distribusi produk asal China. Lalu, grup yang membeli saham e-commerce Indonesia pun melakukan aksi promo dan diskon, bahkan berani memberikan gratis ongkos kirim dan sering menggelar event diskon hingga 90 persen.

"Misalnya lewat kampanye 12.12, itu kan promonya ada yang sampai 90 persen. Wajar apabila produk made in China cukup dominan di platform e-commerce," ucapnya.

Lalu yang menjadi penyebab berikutnya adalah terkait jaringan logistik yang memberikan efisiensi pengiriman produk dari China secara wholesale. Produknya akan disortir di gudang China, kemudian dikirim secara bulk atau melalui kontainer yang sama, sehingga akan menekan ongkos kirim.

Banjirnya barang China tersebut menurut Bhima, akan memukul produsen lokal. Hal ini pun akan membuat para pemain lokal akan kalah bersaing dan akhirnya harus gulung tikar.

"Sekarang anak muda juga makin malas memproduksi barang karena tidak ada insentifnya. Maka Indonesia akan jadi negara distributor saja, jadi trader," tegas dia.

Selain itu sebut Bhima, dengan makin banyaknya importir bisa mempengaruhi kualitas tenaga kerja di Indonesia. Begitupun dari sisi stabilitas rupiah yang juga akan berpengaruh.

"Mengapa berpengaruh? Karena semakin banyak impor barang konsumsi di e-commerce maka semakin jebol rupiah dalam jangka panjang karena harus keluarkan valas lebih banyak," jelasnya.

Baca juga: Bisnis Wine Australia Hancur akibat Ketegangan Diplomatik dengan China

Dia mengaku, pihaknya sudah lama mengingatkan pemerintah agar porsi impor barang di platform e-commerce bisa diatur. Misalnya dengan mengeluarkan regulasi maksimal 30 persen barang impor by country origin di e-commerce.

Hanya saja, kata dia, hingga saat ini belum pernah ada regulasi yang tegas.

"Padahal jelas, di satu sisi pemerintah dorong UMKM masuk platform digital, sementara persaingan dengan barang impornya diliberalkan dan ini akhirnya timpang. Cepat atau lambat barang impor yang sudah dominan di platform e-commerce akan makin diberi ruang," jelas Bhima.

Baca juga: Ada Pandemi, Ekspor dan Impor China Tumbuh hingga Pecahkan Rekor

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

HMSP Tambah Kemitraan dengan Pengusaha Daerah di Karanganyar untuk Produksi SKT

HMSP Tambah Kemitraan dengan Pengusaha Daerah di Karanganyar untuk Produksi SKT

Whats New
BCA Finance Buka Lowongan Kerja untuk D3-S1 Semua Jurusan, Cek Syaratnya

BCA Finance Buka Lowongan Kerja untuk D3-S1 Semua Jurusan, Cek Syaratnya

Work Smart
Pemerintah Sebut Tarif Listrik Seharusnya Naik pada April hingga Juni 2024

Pemerintah Sebut Tarif Listrik Seharusnya Naik pada April hingga Juni 2024

Whats New
Jasa Marga: 109.445 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek Selama Libur Panjang Paskah 2024

Jasa Marga: 109.445 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek Selama Libur Panjang Paskah 2024

Whats New
Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Earn Smart
7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

Whats New
'Regulatory Sandbox' Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

"Regulatory Sandbox" Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

Whats New
IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

Whats New
Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Whats New
Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Whats New
Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Whats New
Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Whats New
Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Whats New
Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Whats New
Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

BrandzView
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com