Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Semakin Panas, RI Siap Hadapi Gugatan Uni Eropa soal Ekspor Nikel di WTO

Kompas.com - 26/02/2021, 20:16 WIB
Yohana Artha Uly,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

Tuduhan dan upaya litigasi UE dinilai Lutfi sangat mengedepankan kepentingan ekonomi dan industri di kawasan tersebut, tanpa memperhatikan hak berdaulat bangsa dan rakyat Indonesia sebagai negara berkembang yang ingin mengatur dan mengelola sumber dayanya secara terukur dan berkesinambungan.

Dengan dalih menjaga ketersediaan bahan baku bagi kebutuhan industrinya serta opini bahwa kebijakan Indonesia sebagai bentuk distorsi terhadap perdagangan internasional, UE menurutnya, mencoba menghalangi upaya Indonesia untuk mengelola sumber daya alamnya sendiri.

Lutfi menambahkan, dengan menggunakan alasan bertentangan terhadap ketentuan WTO dan mengganggu mekanisme perdagangan internasional, langkah UE itu telah menegaskan suatu pandangan bahwa UE sebagai kelompok ekonomi maju ingin mengamankan kepentingan kawasannya.

Meskipun hal tersebut akan memberikan dampak kepada negara berkembang dalam mengelola sumber daya alamnya, pembangunan ekonomi, tata kelola lingkungan, dan peran serta masyarakatnya.

"Upaya tersebut mengingatkan kembali kepada masa di mana eksploitasi sumber daya alam tidak untuk tujuan kemaslahatan pemilik sumber daya alam itu sendiri," kata dia.

Baca juga: Antam akan Segera Kuasai Wilayah Tambang Nikel Bekas Vale Indonesia

Gugatan Uni Eropa

UE memang telah menyoroti langkah dan kebijakan Indonesia di sektor minerba, yang pada akhirnya mengajukan secara resmi permintaan konsultasi kepada Indonesia di bawah mekanisme penyelesaian sengketa pada WTO di akhir November 2019 lalu.

Selanjutnya, proses konsultasi sebagai upaya untuk menyelesaikan persoalan antara Indonesia dan UE tersebut telah dilaksanakan pada Januari 2021 di Sekretariat WTO di Jenewa. Dalam proses konsultasi ini, pemerintah Indonesia telah menjelaskan atas pokok-pokok persoalan yang diangkat UE.

Diantaranya penjelasan soal pelarangan ekspor, persyaratan pemrosesan di dalam negeri, kewajiban pemenuhan pasar domestik (domestic market obligation), mekanisme dan persyaratan persetujuan ekspor dan pembebasan bea masuk bagi industri.

Indonesia pun telah menolak permintaan pada pertemuan DSB WTO di Januari 2021 karena yakin bahwa kebijakannya telah sesuai dengan ketentuan WTO dan amanat konstitusi.

Kendati demikian, dalam pertemuan reguler Badan Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement Body-WTO) pada 22 Februari 2021, UE secara resmi untuk kedua kalinya meminta pembentukan panel sengketa DS 592-Measures Relating to Raw Materials.

Gugatan UE pada akhirnya berkurang dengan hanya mencakup dua isu, yakni pelarangan ekspor nikel dan persyaratan pemrosesan dalam negeri.

Sedangkan UE tetap mengajukan pembentukan panel dengan alasan karena pihaknya melihat kebijakan Indonesia sebagai tindakan yang tidak sejalan dengan ketentuan WTO, merugikan kepentingan UE, serta memberikan unfair dan disadvantages bagi industri domestiknya.

Baca juga: Uni Eropa, Gigih Tolak Sawit Indonesia, Tapi Butuh Nikelnya

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com