Ia yang saat itu berstatus Gubernur DKI Jakarta nonaktif ini menduga adanya mafia daging, mafia beras, hingga mafia minyak yang membuat pemerintah harus melakukan impor.
"Saya enggak ngerti sebabnya. Ada yang tahu sebabnya apa?" tanya Jokowi.
"Bocor, bocor," jawab warga Cianjur kompak kala itu.
Baca juga: Masih Ingat Janji Jokowi Bangun 5 Kilang Minyak?
Menurut Jokowi, jika pemerintah memiliki niat, maka langkah untuk menghentikan impor bisa terlaksana. Ia pun kembali menegaskan, jika terpilih untuk memimpin bangsa Indonesia bersama Jusuf Kalla, ia akan menghentikan kebijakan impor.
Pada tahun 2018 silam, pemerintahan Presiden Jokowi juga memutuskan untuk mengimpor beras sebanyak 1,8 juta ton. Impor dilakukan dalam beberapa tahap.
Persetujuan impor tahap I dan II telah keluar pada Februari dan Mei 2018. Impor dilakukan karena harga beras dikhawatirkan melonjak.
Saat itu Menteri Perdagangan dijabat oleh Enggartiato Lukita, Menko Ekonomi Darmin Nasution, sementara Menteri Pertanian yakni Amran Sulaiman.
Baca juga: Kontradiksi Jokowi: Serukan Benci Produk Asing, Lalu Buka Impor Beras
Impor beras bahkan sempat jadi polemik nasional. Ini karena impor beras dilakukan saat Kementan mengeklaim data produksi beras nasional dianggap masih surplus.
Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI) menilai tahun ini impor beras tidak perlu dilakukan. Menurut Ketua Umum AB2TI Dwi Andreas, impor beras tidak diperlukan karena menurutnya produksi beras akan lebih tinggi dibandingkan tahun lalu.
Dia juga menyebut adanya la nina akan membuat pertanaman beras tahun ini tak menghadapi masalah.
"Tahun 2021 ini tidak perlu impor beras karena stok memadai dan produksi naik. Lalu alasannya apa untuk mengimpor beras," ujar Dwi dikutip dari Kontan.
Baca juga: Turunkan Harga Gas: Janji Jokowi yang Belum Terealisasi Sejak 2016
Menurut Dwi, impor yang tak perlu ini pun melihat produksi dan luas tanam padi meningkat signifikan. Bahkan, menurutnya, bila produksi beras tahun ini sama dengan tahun lalu, pasokan akan tetap memenuhi kebutuhan, mengingat tahun lalu tidak ada impor yang dilakukan.
"Sekarang produksi naik, kok malah impor. Itu logikanya dimana," kata Dwi.
Badan Pusat Statistik (BPS) pun telah mengumumkan bahwa pada Januari-April tahun ini potensi luas panen Januari-April di tahun ini akan sekitar 4,86 juta ha, meningkat 26,53 persen dari luas panen Januari-April 2020.
Sementara, produksi beras akan mencapai 14,54 juta ton, meningkat 26,84 persen dibandingkan produksi beras di Januari-April 2020.
Baca juga: Makin Menumpuk, Utang Luar Negeri Indonesia Capai Rp 5.803 Triliun