Inisiator VDC meyakini bahwa konsep yang ditawarkan adalah masa depan restoran. Lucy Luo & Matthieu Manzoni melalui blognya di Strategyzer, sebuah lembaga konsultan yang fokus pada pertumbuhan usaha dengan inovasi, dan juga dikenal dengan buku terbitannya yang laris manis di seluruh dunia: Business Model Canvas, menyayangkan jaringan resto besar seperti McDonalds dan Burger King yang tidak mau mengubah konsep bisnis, ketika lanskap bisnis restoran telah berubah karena pandemi.
Menurut mereka, jaringan resto besar dengan model bisnis yang dianggap telah berhasil dan mapan, seolah telah mengembangkan antibodi sehingga resisten untuk berubah. Mereka enggan mengubah konsep dan model bisnis yang telah mereka yakini sebagai kunci sukses puluhan tahun lamanya.
Terlepas dari pandangan yang masih dapat diperdebatkan, bagaimana jika konsep ini diterapkan di Indonesia? Sejatinya secara teknologi Indonesia tidak dapat dipandang remeh lagi.
Masyarakat juga mulai terbiasa dengan pemesanan makanan dan minuman melalui aplikasi. Namun yang harus dipertimbangkan adalah kebiasaan kumpul-kumpul yang belum akan berubah sebagai budaya masyarakat Indonesia.
Pada kondisi sekarang pun, ketika penyebaran virus Covid-19 masih terjadi dan belum dipastikan kapan terkendali, sekelompok masyarakat masih "mencuri-curi" kesempatan untuk tetap kumpul-kumpul di restoran. Interaksi sosial secara langsung tetap dirindukan.
Bahkan sejumlah resto baru hadir dengan tawaran konsep yang sama, yaitu tempat berkumpul dengan desain yang bernuansa alam, areal yang luas, dan sirkulasi udara menyegarkan, menjadi favorit pecinta resto masa kini.
Virtual dining concept tampaknya belum akan menjadi masa depan restoran di Indonesia.
Masa sebelum pandemi tetap akan menjadi masa depan, setidaknya selama restoran dipandang tidak cuma sebagai tempat untuk mengenyangkan perut, tetapi wadah untuk berinteraksi sebagai makhluk sosial.
Franky Selamat
Dosen Tetap Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Tarumanagara