Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KKP Blak-blakan Harta Karun Bawah Laut Sering Dicuri Asing

Kompas.com - 13/03/2021, 12:04 WIB
Fika Nurul Ulya,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) blak-blakan harta karun bawah laut atau Benda Muatan Kapal Tenggelam (BMKT) kerap dicuri asing saat tidak dilindungi dengan baik.

Untuk itu, sebelum mengizinkan investor asing, pihaknya akan melakukan kajian mendalam terlebih dahulu.

Hal ini menindaklanjuti Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 yang memperkecil daftar investasi negatif menjadi 6 bidang usaha, ditambah 3 pembatalan investasi dalam bidang minuman beralkohol.

Baca juga: Tak Sudi Diburu Asing, KKP Ingin Harta Karun Bawah Laut Dikelola Negara

Dengan Perpres tersebut, pemerintah mengizinkan asing menggarap harta karun bawah laut RI, asal tidak dikomersialisasi.

"Upaya terpenting jika peluang ini diberikan kepada swasta maupun asing, maka tetap harus memperhatikan peraturan pengelolaan lainnya yang masih berlaku," kata Juru Bicara Menteri KP Wahyu Muryadi saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (13/3/2021).

Wahyu menjelaskan, pencurian kerap terjadi sejak sebelum reformasi. Sebelum reformasi, konsesi untuk ekskavasi diberikan kepada asing yang ujung-ujungnya merugikan negara.

Artefak bernilai tinggi itu banyak dilarikan lalu dijual melalui badan lelang kenamaan dunia.

Kemudian aturannya berubah dan mengizinkan swasta melakukan riset dan ekskavasi pada masa reformasi sejak tahun 2000. Kala itu, terdapat panitia nasional yang mendapat prioritas memilih artefak masterpiece terlebih dahulu, lalu sisanya dibagi hasil antara yang mengangkat dan pemerintah. Sayangnya, kerugian tetap terjadi.

"Namun praktiknya masih saja lancung sehingga merugikan negara, sebagaimana misalnya dilakukan Michael Hatcher," ujar Wahyu.

Untuk itu penggarapan benda muatan kapal tenggelam harus berpegang pada tata kelola pemerintahan yang benar.

Baca juga: Kapal Karam Ini Jadi Buruan Para Pencari Harta Karun

 

Bahkan Wahyu menyampaikan, Menteri KP Sakti Wahyu Trenggono ingin benda bernilai tinggi tersebut dikelola oleh negara.

"Harus ada pengawasan ketat dari semua unsur pakar dan aparat yang terlibat agar jangan sampai merugikan negara. Tapi masalahnya memang kalau didiamkan banyak dicuri," pungkas Wahyu.

Sebagai informasi, awalnya bidang usaha BMKT masuk dalam daftar 20 bidang usaha tertutup bagi investasi yang diatur di Perpres Nomor 44 Tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.

Namun daftar negatif investasi direvisi melalui Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Dari yang semula 20 bidang, kini hanya 6 bidang usaha saja yang tertutup.

Selain BMKT, ada 3 bidang usaha yang terkait dengan investasi minuman beralkohol. Karena banyak pertentangan, akhirnya Presiden RI Joko Widodo menutup kembali 3 bidang usaha di segmen minuman beralkohol itu pada Selasa (2/3/2021).

Berdasarkan keterangan Kemenko Bidang Kemaritiman dan Investasi, pengangkutan benda berharga muatan kapal tenggelam hanya boleh dipamerkan dan tidak dikomersialisasi.

Segala bentuk benda cagar budaya pun tak seluruhnya menjadi milik pengangkut. Pembuat kebijakan menetapkan porsi 50:50 untuk pemerintah dan pengangkut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com