Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ekonom: Jika RI Ingin Jadi Negara Maju, Beri Insentif ke Industri dan Akademisi

Kompas.com - 16/03/2021, 20:30 WIB
Fika Nurul Ulya,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ekonom senior INDEF, Aviliani mengimbau pemerintah mengintegrasikan industri dan akademisi untuk pengembangan inovasi yang mendorong Indonesia keluar dari jebakan pendapatan kelas menengah (middle income trap) pada tahun 2045.

Selain itu, industri dan akademisi itu perlu diberikan insentif agar mau membuat inovasi dan mengimplementasikannya.

"Apa yang dilakukan Bappenas untuk tahun 2045 sebenarnya mimpi semua orang. Hanya mmg integrasi jadi kunci penting. Pelaku ekonomi (industri), akademisi, juga pemerintah harus ter-connect (tersambung)," kata Aviliani dalam Kompas Talks bersama KSI Improving the Knowledge & Innovation Ecosystem for a Better Indonesia secara daring, Selasa (16/3/2021).

Baca juga: Sri Mulyani: Investasi Mobil Listrik Minimal Rp 5 Triliun agar Dapat Insentif

Aviliani menyebut, integrasi antar industri dengan akademisi menjadi penting agar riset yang telah dikerjakan oleh akademisi dikembangkan dalam ranah industri. Selama ini, riset-riset tersebut hanya menumpuk di berbagai lembaga.

Sementara itu, insentif diperlukan agar industri mau menggarap hasil riset tersebut. Asal tahu saja, inovasi yang dilakukan industri dari hasil riset membutuhkan biaya yang besar. Untuk itu insentif dari berbagai sisi, khususnya insentif perpajakan harus diberikan.

"Hingga saat ini kita belum mengembangkan sistem insentif agar mereka berinovasi," ungkap Aviliani.

Namun menurutnya, penggarapan riset harus sesuai dengan sasaran atau tujuan pemerintah. Adapun tujuan pemerintah antara lain, meningkatkan daya saing sumber daya manusia, menurunkan substitusi impor, dan meningkatkan ekspor.

Baca juga: Kemenkeu Sebut Mobil Listrik di Luar Negeri Lebih Murah karena Insentif Pajak

"Dari situlah inovasi diarahkan pada hal-hal yang dituju. Jadi tidak perlu semua sektor (digarap), hanya sektor-sektor yang punya competitiveness yang tinggi," tutur Aviliani.

Selain memberikan insentif, birokrasi pemerintah harus disederhanakan. Birokrasi yang berbelit-belit hanya akan menghambat implementasi riset yang digarap industri.

"Di masa pandemi era digital ini, banyak sekali regulasi yang lebih lambat dari pelakunya. Pada akhirnya apa yang sudah diinvestasikan belum disetujui oleh regulator. Ini persoalan yang perlu diluruskan," pungkas Aviliani.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Whats New
Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Whats New
Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Whats New
Puasa Itu Berhemat atau Boros?

Puasa Itu Berhemat atau Boros?

Spend Smart
Kadin Proyeksi Perputaran Uang Saat Ramadhan-Lebaran 2024 Mencapai Rp 157,3 Triliun

Kadin Proyeksi Perputaran Uang Saat Ramadhan-Lebaran 2024 Mencapai Rp 157,3 Triliun

Whats New
Kebutuhan Dalam Negeri Jadi Prioritas Komersialisasi Migas

Kebutuhan Dalam Negeri Jadi Prioritas Komersialisasi Migas

Whats New
Ratusan Sapi Impor Asal Australia Mati Saat Menuju RI, Badan Karantina Duga gara-gara Penyakit Botulisme

Ratusan Sapi Impor Asal Australia Mati Saat Menuju RI, Badan Karantina Duga gara-gara Penyakit Botulisme

Whats New
Watsons Buka 3 Gerai di Medan dan Batam, Ada Diskon hingga 50 Persen

Watsons Buka 3 Gerai di Medan dan Batam, Ada Diskon hingga 50 Persen

Spend Smart
Utang Pemerintah Kian Bengkak, Per Februari Tembus Rp 8.319,22 Triliun

Utang Pemerintah Kian Bengkak, Per Februari Tembus Rp 8.319,22 Triliun

Whats New
Heran Jasa Tukar Uang Pinggir Jalan Mulai Menjamur, BI Malang: Kurang Paham Mereka Dapat Uang Dari Mana...

Heran Jasa Tukar Uang Pinggir Jalan Mulai Menjamur, BI Malang: Kurang Paham Mereka Dapat Uang Dari Mana...

Whats New
Dongkrak Performa, KAI Logistik Hadirkan Layanan 'Open Side Container'

Dongkrak Performa, KAI Logistik Hadirkan Layanan "Open Side Container"

Whats New
Sumbangan Sektor Manufaktur ke PDB 2023 Besar, Indonesia Disebut Tidak Alami Deindustrialisasi

Sumbangan Sektor Manufaktur ke PDB 2023 Besar, Indonesia Disebut Tidak Alami Deindustrialisasi

Whats New
Harga Bahan Pokok Jumat 29 Maret 2024, Harga Ikan Tongkol Naik

Harga Bahan Pokok Jumat 29 Maret 2024, Harga Ikan Tongkol Naik

Whats New
Modal Asing Kembali Cabut dari RI, Pekan Ini Nilainya Rp 1,36 Triliun

Modal Asing Kembali Cabut dari RI, Pekan Ini Nilainya Rp 1,36 Triliun

Whats New
Kerap Kecelakaan di Perlintasan Sebidang, 5 Lokomotif KA Ringsek Sepanjang 2023

Kerap Kecelakaan di Perlintasan Sebidang, 5 Lokomotif KA Ringsek Sepanjang 2023

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com