Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bambang P Jatmiko
Editor

Penikmat isu-isu ekonomi

Banyak Orang yang Diet Keto, Mengapa Pemerintah Tetap Impor Beras?

Kompas.com - 19/03/2021, 05:50 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Dengan mengacu pada dua hal tersebut, setidaknya bisa disimpulkan bahwa Indonesia saat ini tak butuh impor beras.

Stok bahan pokok paling tidak telah terpenuhi oleh produksi dari dalam negeri.

Baca juga: Beda Beras Premium dan Medium: Definisi dan Cara Tahu Ciri-cirinya

Meski demikian, Kementerian Perdagangan tetap bersikukuh bahwa kebijakan impor beras diperlukan. Alasannya, impor akan mampu meredam gejolak sosial-politik jika harga pangan terutama beras mengalami kenaikan saat Puasa dan Lebaran.

Masyarakat yang Kebanyakan Makan

Pada 1789, pakar demografi dan ekonom politik Inggris Thomas Malthus mencetuskan sebuah teori yang dikenal dengan Teori Malthus.

Dalam teorinya, Malthus menyatakan bahwa laju pertambahan penduduk mengikuti hukum deret ukur, sedangkan pertambahan produksi pangan mengikuti hukum deret hitung.

Berangkat dari teori itu, Malthus memprediksi bahwa ke depan akan terjadi bencana krisis pangan.

Ini akibat dari jumlah pertambahan jumlah penduduk yang melampaui laju pertambahan produksi pangan.

Sempat membuat khawatir banyak pihak, namun dalam kenyataannya hingga lebih dari 200 tahun sejak dicetuskan, Teori Malthus itu tidak pernah terwujud.

Baca juga: Mentan Pastikan Stok Beras Surplus dan Harga Stabil

Teknologi pangan telah berhasil mematahkan teori tersebut, setidaknya sampai saat ini.

Tak hanya tercukupi, pasokan makan bahkan berlebih.

Hingga kemudian sejarawan Israel, Yuval Noah Harari (2015) menyebut bahwa masalah baru yang dihadapi dunia saat ini adalah persoalan kelebihan makanan.

Beragam penyakit hingga kematian yang ditimbulkan oleh kelebihan asupan karbohidrat jumlahnya jauh lebih banyak ketimbang masalah-masalah yang diakibatkan oleh kelaparan.

Sebut saja jumlah penderita diabetes, obesitas, serangan jantung, dan sebagainya, jumlahnya lebih masif ketimbang mereka yang menderita busung lapar dan kekurangan gizi.

Baca juga: Indonesia Langganan Impor Beras dari Negara Mana Saja?

Dan, hal itu tidak hanya terjadi di negara-negara maju, namun juga di negara berkembang termasuk Indonesia.

Saya sendiri lebih setuju dengan pendapat yang dikemukakan oleh Harari, bahwa saat ini masyarakat dunia, termasuk Indonesia, tengah menghadapi persoalan kelebihan pasokan makanan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com