Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

OECD Kritik Dominasi BUMN di Pasar RI

Kompas.com - 19/03/2021, 06:47 WIB
Mutia Fauzia,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi atau Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) mengkiritisi dominasi BUMN di pasar dalam negeri.

Hal itu diungkapkan dalam survei ekonomi Indonesia terbaru edisi Maret 2021.

Di dalam laporan tersebut OECD menyatakan, keterlibatan pemerintah dalam beberapa jaringan industri terlampaui tinggi bila dibandingkan dengan negara lain di dunia.

Baca juga: OECD Soroti Rendahnya Rasio Pajak Indonesia

OECD pun menyebutkan bahwa BUMN terlalu mendominasi pangsa pasar.

“Misalnya, di sektor ritel bahan bakar khusus, pangsa pasar Pertamina adalah 96 persen pada tahun 2016. Sementara itu bank-bank BUMN menyumbang 40 persen dari aset perbankan nasional. Dalam infrastruktur seperti air, jalan tol, pelabuhan, dan bandara, dominasi BUMN juga bersifat mutlak. Bio Farma merupakan satu-satunya produsen vaksin dan serum di Indonesia,” tulis OECD dalam Survei Ekonomi edisi Maret 2021, Kamis (18/3/2021).

OECD juga menyoroti perlakuan khusus yang diberikan terhadap BUMN.

Misalnya saja, perusahaan pelat merah dibebaskan dari kebijakan antitrust atau anti monopoli.

Baca juga: OECD Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi RI di 2021 4,9 Persen

Hal itu diberlakukan dengan alasan BUMN berperan untuk pencapaian tujuan pembangunan nasional.

OECD menilai, pengecualian OECD dari kebijakan antitrust justru melemahkan prinsip netralitas terkait bisnis swasta mampu bersaing dengan BUMN.

Tak hanya soal dominasi, OECD juga menyorti BUMN terlalu banyak memiliki anak perusahaan.

Contohnya Pertamina memiliki anak perusahaan di bidang transportasi udara, pengembangan properti, dan fasilitas kesehatan.

Menurut OECD, BUMN harus tunduk pada undang-undang persaingan usaha salah satunya menghilangkan diversifikasi bisnis yang tidak sejalan dengan bisnis inti.

Baca juga: Percepat Pembangunan, OJK Perluas Kerja Sama dengan Brunei dan OECD

“Pemerintah harus mendorong BUMN untuk membenarkan logika bisnis yaitu dengan menghilangkan diversifikasi yang tidak terkait (dengan bisnis inti),” tulis OECD.

OECD juga menilai bahwa reformasi semakin diperlukan karena kinerja keuangan dan operasional BUMN telah mengalami tren penurunan dalam beberapa tahun terakhir.

Berdasarkan data OECD, utang gabungan bruto BUMN meningkat menjadi 7,3 persen dari PDB pada Maret 2020 dari 4,7 persen pada dua tahun sebelumnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com