KOLOM BIZ
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Experd Consultant
Eileen Rachman dan Emilia Jakob
Character Building Assessment & Training EXPERD

EXPERD (EXecutive PERformance Development) merupakan konsultan pengembangan sumber daya manusia (SDM) terkemuka di Indonesia. EXPERD diperkuat oleh para konsultan dan staf yang sangat berpengalaman dan memiliki komitmen penuh untuk berkontribusi pada perkembangan bisnis melalui layanan sumber daya manusia.

Menjadi Pemimpin 2021

Kompas.com - 20/03/2021, 08:01 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SEKARANG, kita hidup pada era yang sangat fantastis. Bukan lagi evolusi, melainkan disrupsi. Saat ini, hanya ambiguitas, ketidakjelasan, dan perubahanlah yang pasti.

Kita juga yang bertanggung jawab mengambil kesempatan menggambar masa depan yang berbeda dengan masa lalu. Kita sudah memiliki pandangan luas mengenai keadaan lingkungan, baik alam maupun perkembangan teknologi.

Apa yang kita harapkan pada masa mendatang? Lalu, bagaimana cara kita berusaha mewujudkannya?

Seorang atasan perlu menyambut tantangan ini dengan meningkatkan kapasitasnya dalam menghadapi VUCA yang semakin kental. VUCA merupakan akronim dari volatility, uncertainty, complexity, dan ambiguity. Istilah ini dipakai untuk menggambarkan kondisi atau era kehidupan yang dihadapkan dengan ketidakpastian.

Menghadapi kondisi seperti itu, kita tidak lagi bisa mengandalkan pendekatan-pendekatan tradisional yang terbukti tidak mempan lagi.

Baca juga: 4 Kemampuan Wajib untuk Bertahan di Era Disrupsi

Penelitian soal pemimpin di era seperti ini pernah dilakukan oleh Development Dimensions International and The Conference Board pada 2015. Dari 13.124 pemimpin yang disurvei, hanya 18 persen dari mereka yang sudah memimpin dalam kerangka berpikir VUCA.
Jadi, apa yang harus kita garap pada 2021?

Tren 2021

Tak ada yang tak mungkin. Ketika ada disrupsi, di situ ada kesempatan. Bahkan, ketika terjadi kejatuhan sekalipun, kesempatan untuk berbelok arah juga tetap ada.

Saat ini, kita semua berada dalam sistem global yang saling berhubungan dengan sumber daya yang tidak terbatas. Disrupsi terjadi dalam keseharian kita. Perubahan cuaca dan perkembangan virus corona juga terus menerus terjadi.

Saat kita baru saja sedikit ditenangkan dengan vaksin yang mulai disebarluaskan, muncul berita mengenai mutasi virus corona jenis baru. Sebagai pemimpin, kita patut menyadari betapa ketidakseimbangan dan perubahan ini berdampak pada finansial perusahaan kita.

Gonjang-ganjing ekonomi dan operasi perusahaan ini berdampak pada trust, yang dirasakan hampir semua pihak. Apakah itu atasan terhadap bawahan, bawahan terhadap atasan, atau bahkan pelanggan terhadap perusahaan yang sering tidak hadir ketika dibutuhkan. Dalam kondisi tersebut, terjadi semacam erosi kepercayaan.

Baca juga: Dampak WFH, Banyak Orang yang Berminat Tinggal di Luar Jakarta

Hal yang juga sangat jelas terlihat adalah kecepatan. Saat ini, semua orang memiliki paham lain mengenai waktu. Semua kiriman harus datang same day, semua data harus terlihat real time. Servis pun diharapkan untuk bisa diselesaikan dengan lebih cepat. Penundaan tidak dapat ditoleransi lagi. Dunia memang seolah berputar lebih cepat.

Tuntutan karyawan untuk bebas bekerja dari mana saja semakin lama semakin meningkat. Para pemimpinlah yang sekarang tertantang untuk meningkatkan kemampuan, bahkan menambah dan mengganti kapasitasnya agar dapat menanggapi perkembangan yang pesat dan tak terduga ini. Personal agility-nya dituntut dalam setiap aspek kehidupan personal maupun profesional.

Perkembangan drastis

Merujuk pada penelitian yang menyimpulkan bahwa hanya 18 persen pemimpin yang memiliki kualitas pemikiran memadai untuk menyikapi keadaan VUCA, berarti sebagian besar dari mereka masih bertahan pada pendekatan-pendekatan tradisional pradisrupsi.

Bila tidak berhati-hati, hal yang sama bisa saja langgeng. Pemimpin menjadi kurang peka terhadap tuntutan lain yang berkembang di luar. Julie Chesley, Hannah Jones, dan Terri Egan, dalam studinya mengenai pemimpin zaman sekarang menyatakan, gaya neuroleadership yang mendalami pemahaman mengenai kerja otak, pikiran, dan tubuh merupakan pendekatan yang lebih tepat dalam menghadapi tantangan-tantangan saat ini.

Berbeda dengan perkembangan evolusioner yang mengedepankan pengembangan kompetensi-kompetensi yang sudah kita miliki, pendekatan neuroleadership ini mengubah cara pikir dan bertingkah laku kita.

Para ahli mengatakan, pemimpin sekarang perlu berfokus pada SPINE: perkembangan spiritual, physical, intellectual, intuition, dan emotion sekaligus.

Di sini, pemimpin VUCA perlu menjaga semangatnya sendiri agar tidak pernah kendur. Ia perlu tampil di depan para bawahan dengan semangat yang bisa ditularkan. Mereka perlu bersikap fleksibel. Tuntutan bekerja dari rumah ini benar-benar menantang para pemimpin untuk mampu mengatur waktu, energi, dan fokus sesuai dengan keadaan lapangan.

Mengubah paradigma

Selama ini, kita semua sepakat, komunikasi sangatlah penting. Namun, sekarang kita melihat, komunikasi saja tidak cukup bila tidak diiringi dengan empati.

Eileen Rachman.Dok. EXPERD Eileen Rachman.
Kita tidak cukup hanya peduli terhadap hal-hal yang terjadi seputar pekerjaan, tetapi juga perlu memperhatikan seluruh personel bawahan secara pribadi.

Kita perlu menyadari bahwa kita bekerja dengan manusia, bukan robot.

Baca juga: Usai Pandemi, 55,6 Persen Karyawan Pilih Kombinasi WFO dan WFH

Kita juga perlu mengubah cara pandang melihat bawahan dan anggota tim. Kalau dulu kita bisa beranggapan bahwa mereka bekerja untuk kita, sekarang, kita perlu membalik persepsi.

Kini, kitalah yang bekerja untuk mereka dan melayani mereka.

Bila dulu emotional intelligence sudah kita anggap cukup, sekarang seorang pemimpin tangguh harus juga dapat memanfaatkan emotional agility-nya.

Bila awareness dan kontrol diri para pemimpin dulu dianggap sasaran penguasaan emosional, sekarang, para pemimpin harus gesit dalam memahami intensi tindakan orang lain, serta dampak seperti apa yang diharapkan mereka.

Intensi dan dampak haruslah jelas sehingga pemimpin bisa mengarahkan dirinya sesuai dengan keadaan sosial emosional yang dihadapinya. Bersamaan dengan situasi ini, pemimpin juga perlu menunjukkan respek pada setiap orang yang ditemuinya, termasuk bawahan. Pemimpin otoriter yang zaman dulu dapat diterima dan masih bisa dimaafkan, sekarang terlihat sangat kuno.

Bila dulu pemimpin berfokus pada efisiensi dan manajemen waktu, sekarang, segala sesuatu juga perlu dikaitkan dengan konteks keberadaannya serta big picture visi misi yang ingin dicapai.

Pada saat bekerja jarak jauh, kita tidak bisa menerapkan apa yang biasa kita lakukan di kantor langsung pada kegiatan work from home. Konteks kita sudah berubah. Karenanya, desain manajemen kerja perlu diatur sesuai dengan keadaan spiritual, fisik, intelektual, intuisi, dan emosi seluruh manusia yang berada dalam organisasi.

Kini, tidaklah cukup bila pemimpin hanya memberikan sasaran saja tanpa gambaran yang jelas mengapa dan bagaimana kita dapat mencapainya bersama-sama. Get your team on board with your vision — don’t force it.


Terkini Lainnya

Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Whats New
Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com