Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPPU: 62 Petinggi BUMN Rangkap Jabatan di Perusahaan Swasta

Kompas.com - 23/03/2021, 06:33 WIB
Yohana Artha Uly,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menemukan setidaknya ada 62 direksi dan komisaris BUMN yang rangkap jabatan di perusahaan non-BUMN alias swasta.

Deputi Bidang Kajian dan Advokasi Sekretariat KPPU Taufik Ariyanto mengatakan, saat ini pihaknya telah mengidentifikasi rangkap jabatan di tiga sektor BUMN.

Pada BUMN keuangan, asuransi, investasi terdapat 31 direksi/komisaris yang rangkap jabatan di perusahaan swasta. Para petinggi itu bisa menjabat satu hingga 11 jabatan di perusahaan lain.

Baca juga: BMN dan Aset BUMN Akan Jadi yang Pertama Diterbitkan Sertifikat Tanah Elektronik

"Jadi ada pula satu direksi/komisaris BUMN yang di saat bersamaan menjadi direksi/komisaris di 11 perusahaan swasta," ujarnya dalam konferensi pers virtual, Senin (22/3/2021).

Kemudian pada BUMN sektor pertambangan ada sebanyak 12 direksi/komisaris yang rangkap jabatan di perusahaan lain. Bahkan pada sektor ini ada petinggi BUMN yang juga menjabat sebagai direksi/komisaris di 22 perusahaan swasta.

Sementara pada BUMN konstruksi tercatat ada 19 direksi/komisaris yang rangkap jabatan di perusahaan swasta. Rata-rata para petinggi BUMN itu bisa menjabat satu hingga lima jabatan direksi/komisaris di perusahaan lain.

"Memang kalau dilihat di sini yang paling banyak pertambangan. Rasio rangkap jabatannya antara 1-22 perusahaan swasta," kata Taufik.

Ia mengatakan, data yang ditemukan ini akan terus berkembang. KPPU berencana memperluas identifikasi rangkap jabatan ke BUMN pada sektor-sektor lainnya.

Taufik menyatakan, rangkap jabatan di perusahaan non-BUMN bisa menimbulkan persaingan usaha yang tidak sehat. Seperti berpotensi membuat perusahaan untuk terlibat dalam pengaturan pasar terkait harga, pasokan, pembagian wilayah, hingga jumlah produksi.

Menurut dia, koordinasi kesepakatan horizontal itu akan lebih mudah dicapai dan dijaga apabila terjadi rangkap jabatan antar perusahaan dalam pasar yang sama.

"Jika perusahaan yang bersangkutan ada di pasar yang sama, maka potensi mengarah ke kartel semakin kuat," imbuh dia.

Selain itu, berpotensi terjadi penyalahgunaan hambatan vertikal dengan melakukan praktik eksklusivitas, tying dan bundling, serta aksi korporasi lain yang melibatkan perusahaan di mana komisarisnya saling rangkap jabatan.

Kemudian, berpotensi membuat tindakan penguasaan pasar antar perusahaan yang kegiatan usahanya saling terkait, di mana komisaris perusahaan tersebut terlibat dalam rangkap jabatan.

Latar belakang KPPU menyoroti rangkap jabatan tersebut karena adanya Peraturan Menteri (Permen) BUMN Nomor 10 Tahun 2020 yang memperbolehkan dewan komisaris dan dewan pengawas BUMN merangkap jabatan sebagai dewan komisaris pada perusahaan swasta.

Baca juga: Stafsus Erick Thohir Bantah Ada Permintaan Komisaris BUMN dari MUI

Namun, aturan itu dinilai bertentangan dengan Pasal 26 Undang-Undang (UU) Nomor 25 Tahun 1999, yang menyatakan bahwa jabatan sebagai direksi atau komisaris suatu perusahaan, pada waktu yang bersamaan dilarang merangkap menjadi direksi dan komisaris pada perusahaan lain.

Apabila perusahaan-perusahaan itu di pasar yang sama, atau memiliki keterkaitan erat di bidang atau jenis usaha, atau secara bersama menguasai pangsa pasar tertentu.

Oleh sebab itu, kata Taufik, KPPU akan mendalami temuan yang ada untuk mengetahui ada atau tidaknya potensi pelanggaran pada rangkap jabatan petinggi BUMN.

"Kami akan pelajari apakah ada potensi pelanggaran dari rangkap jabatan pada data yang sementara ini ditemukan. Jika ada tentunya patut menjadi perhatian Kementerian BUMN," ucap Taufik.

Baca juga: KPPU Minta Erick Thohir Cabut Aturan Komisaris BUMN Bisa Rangkap Jabatan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com