Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ada Wacana Tax Amnesty Jilid II, Berisiko Gerus Kepatuhan Perpajakan Masyarakat?

Kompas.com - 24/03/2021, 15:39 WIB
Mutia Fauzia,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wacana tax amnesty atau pengampunan pajak jilid II kembali mencuat.

Mulanya, hal itu diungkapkan oleh Anggota Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun dalam sebuat utas yang ia unggah di akun Twitter pribadinya, @MMisbakhun pada Jumat (19/3/2021) lalu.

Misbakhun mengatakan tax amnesty jilid II kembali diwacanakan sebagai salah satu upaya strategis dalam memulihkan perekonomian nasional.

Baca juga: Negara Butuh Rp 58 Triliun untuk Vaksinasi, Rakyat Diminta Patuh Bayar Pajak

"Kebijakan pengampunan pajak akan memberikan dampak yang sangat bagus untuk pemulihan dunia usaha selama menghadapi pandemi Covid-19," ujar Misbakhun.

Ketika ditanya wartawan terkait hal tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani pun tak memberikan jawaban yang pasti.

Ia justru menjelaskan, pemerintah tidak ingin ketinggalan dengan dinamika global dan dirugikan oleh peraturan perpajakan yang sedang berkembang di dunia internasional.

Untuk diketahui, tax amnesty merupakan program pengampunan pajak untuk wajib pajak yang selama ini menempatkan uangnya di luar negeri. Dengan diampuninya kesalahan penghindaran pajak tersebut, diharapkan basis pajak bisa semakin meningkat.

"Jangan sampai posisi Indonesia, dalam hal ini di posisi yang tertinggal atau dirugikan dan tertinggal dari dinamika global ini, sehingga kita bisa terus menjaga kepentingan dari penerimaan perpajakan Indonesia," ujar Sri Mulyani ketika konferensi pers APBN KiTa, Selasa (23/3/2021).

Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji menilai, saat ini kebijakan tersebut belum cukup mendesak dan membuthkan justifikasi yang kuat.

Sebab, kebijakan tersebut relatif kontroversial karena mengampuni atau menghapus pokok serta sanksi pajak dari wajib pajak yang bersangkutan.

Di sisi lain, dengan penerapan tax amnesty yang berulang, maka akan berdampak pada menurunnya kepatuhan perpajakan masyarakat.

Baca juga: Ini Pajak yang Ditarik Sri Mulyani dari Hadiah GM Irene Vs Dewa Kipas

"Sinyal adanya tax amnesty yang berulang akan mendorong wajib pajak untuk cenderung menunggu untuk patuh di masa mendatang karena berpikir akan adanya tax amnesty yang akan mengampuni mereka kembali," jelas Bawono kepada Kompas.com.

Ia pun mengatakan, untuk menerapkan tax amnesty, ada empat alasan utama yang perlu diperhatikan.

Keempatnya yakni kebutuhan penerimaan jangka pendek, sebagai jembatan ke sistem pajak baru, upaya menciptakan kepatuhan jangka panjang, dan repatriasi modal.

"Jika kita amati, tidak ada satupun dari keempat asalan tersebut yang memiliki justifikasi kuat," jelas dia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Whats New
Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Angkutan Lebaran 2024

Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Angkutan Lebaran 2024

Whats New
Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Whats New
Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Whats New
Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Whats New
Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

BrandzView
Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Whats New
Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Whats New
Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Whats New
Puasa Itu Berhemat atau Boros?

Puasa Itu Berhemat atau Boros?

Spend Smart
Kadin Proyeksi Perputaran Uang Saat Ramadhan-Lebaran 2024 Mencapai Rp 157,3 Triliun

Kadin Proyeksi Perputaran Uang Saat Ramadhan-Lebaran 2024 Mencapai Rp 157,3 Triliun

Whats New
Kebutuhan Dalam Negeri Jadi Prioritas Komersialisasi Migas

Kebutuhan Dalam Negeri Jadi Prioritas Komersialisasi Migas

Whats New
Ratusan Sapi Impor Asal Australia Mati Saat Menuju RI, Badan Karantina Duga gara-gara Penyakit Botulisme

Ratusan Sapi Impor Asal Australia Mati Saat Menuju RI, Badan Karantina Duga gara-gara Penyakit Botulisme

Whats New
Watsons Buka 3 Gerai di Medan dan Batam, Ada Diskon hingga 50 Persen

Watsons Buka 3 Gerai di Medan dan Batam, Ada Diskon hingga 50 Persen

Spend Smart
Utang Pemerintah Kian Bengkak, Per Februari Tembus Rp 8.319,22 Triliun

Utang Pemerintah Kian Bengkak, Per Februari Tembus Rp 8.319,22 Triliun

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com