Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Pemerintah Hindia Belanda Melaksanakan Tanam Paksa?

Kompas.com - 25/03/2021, 00:36 WIB
Muhammad Idris

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Cultuurstelsel atau Sistem Tanam Paksa adalah kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda yang dikeluarkan di era Gubernur Jenderal Johannes van Den Bosch (1830-1833).

Apakah tanam paksa itu dan mengapa Pemerintahan Hindia Belanda melaksanakan tanam paksa?

Sistem tanam paksa sendiri yakni setiap petani desa wajib menyisihkan 20 persen tanahnya untuk ditanami komoditas ekspor yang ditentukan pemerintah kolonial.

Jenis tanaman yang menjadi fokus sistem tanam paksa yaitu tanaman seperti kopi teh, tebu, dan nila.

Baca juga: PG Colomadu, Simbol Kekayaan Raja Jawa-Pengusaha Pribumi era Kolonial

Tujuan pemerintah Kolonial Belanda melaksanakan sistem tanam paksa adalah untuk memperbaiki kas negara yang banyak terkuras membiayai Perang Jawa serta melunasi utang negara.

Mengutip Harian Kompas, ide tanam paksa sempat ditentang beberapa kalangan pejabat Hindia Belanda, termasuk Dewan Pertimbangan Agung Hindia Belanda, tetapi disetujui Raja Belanda Willem I.

Pada dasarnya, tujuan tanam paksa adalah mengembalikan kondisi keuangan Belanda selepas krisis keuangan usai Perang Diponegoro. Selain itu, juga bertujuan untuk memberikan keuntungan yang besar bagi pemerintah kolonial.

Sistem tanam paksa berjalan kurun 1830-1870, sebelum kemudian dicabut karena dinilai sangat menyengsarakan rakyat Hindia Belanda. Rakyat diperlakukan sebagai hamba, dieksploitasi tenaga dan tanahnya untuk kekayaan Kerajaan Belanda.

Baca juga: Mengenal Gobog, Uang yang Berlaku di Era Majapahit

Sistem tanam paksa

Sistem tanam paksa yang berlaku adalah penduduk wajib menyediakan tanahnya maksimal seperlima dari tanah miliknya untuk ditanami dengan tanaman komoditas ekspor atau laku di pasaran Eropa.

Selain menyediakan tanah, petani juga harus menanam dan merawat tanaman tersebut dengan batasan tak boleh melebihi waktu yang dibutuhkan untuk menanam padi.

Tanah yang ditanami komoditas tanam paksa adalah tanah yang dibebaskan dari kewajiban pajak tanah. Pemerintah juga membayar tanaman yang ditanam petani apabila ada selisih harga jual tanaman dengan pajak tanah.

Sistem tanam paksa lainnya adalah pemerintah bertanggung jawab seluruhnya atas kegagalan panen.

Baca juga: Ironi Gula, Eksportir Era Hindia Belanda, Jadi Importir Usai Merdeka

Namun demikian, praktik di lapangan banyak terjadi penyelewengan, terutama yang dilakukan oleh pejabat pribumi.

Beberapa penyimpangan antara lain tanah yang ditetapkan sebagai area tanaman komoditas melebihi ketentuan, tanah yang dipakai untuk tanam paksa tetap dikenakan pajak.

Kemudian kerugian akibat karena gagal panen yang ditanggung petani, serta kelebihan dari selisih harga jual dan pajak tanah yang tidak diserahkan ke petani.

Salah satu penyebab banyaknya penyelewengan sistem tanam paksa adalah tingginya target yang ditetapkan penguasa lokal dari bupati hingga pejabat di bawahnya.

Baca juga: Rupa-rupa Uang Kertas yang Beredar di Era Penjajahan Jepang

Para pejabat lokal akan mendapatkan hadiah dari pemerintah Hindia Belanda yang besarannya disesuaikan dengan hasil panen yang diserahkan atau skema persenan tanaman (Cultuur procenten).

Cultuur procenten ini mendorong penguasa pribumi menekan petani agar menanam sebanyak-banyaknya tanaman komoditas. Selain itu, bagi petani yang tak memiliki lahan, diwajibkan menggantinya dengan bekerja di pabrik atau perkebunan milik Belanda selama setidaknya 66 hari.

Penerapan sistem tanam paksa sendiri memberikan beberapa manfaat bagi Hindia Belanda. Pemberlakukan tanam paksa membuat hasil perkebunan meningkat pesat.

Pemerintah pun membangun banyak infrastruktur selama era tanam paksa seperti perbaikan kualitas jalan, pembangunan besar-besaran jaringan rel kereta api, jembatan, pelabuhan, hingga pabrik-pabrik untuk mengolah hasil perkebunan.

Baca juga: Apa Saja Infrastruktur Peninggalan Penjajahan Jepang di Indonesia?

Kendati demikian, sistem tanam paksa menciptakan penderitaan penduduk Hindia Belanda. Banyak terjadi kelaparan karena petani tak sempat menggarap tanaman pangan seperti padi lantaran waktu maupun tanahnya habis untuk menanam tanaman komoditas ekspor.

Daerah paling terdampak parah dari sistem tanam paksa adalah Priangan Jawa Barat. Banyaknya protes dan reaksi yang muncul membuat pemerintah Belanda mulai menghapus Sistem Tanam Paksa secara bertahap.

Pemerintah Hindia Belanda kemudian resmi menghentikan sistem tanam paksa pada tahun 1870 dengan terbitnya UU Agraria dan UU Landreform.

Baca juga: Mengenal Eigendom, Bukti Kepemilikan Tanah Warisan Belanda

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com