MENURUT Prof. DR. Priyatna Abdurrasjid SH Guru Besar dan sekaligus perintis Hukum Udara, Indonesia terdiri dari 1/3 wilayah daratan, 2/3 wilayah perairan dan 3/3 Udara. Dengan komposisi seperti ini, Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang dianugerahi keindahan alam yang mempesona menjadi sangat attractive.
Tanpa iklan dan promosi menggebu-gebu sudah sejak dahulu kala negeri ini menjadi tujuan wisata yang sangat menggiurkan dan terkenal di mana-mana.
Tujuan wisata yang sebagian besar berlokasi di perairan dan kepulauan pada berbagai tempat di seluruh Indonesia. Tujuan wisata selain Bali , Danau Toba dan Danau Singkarak ada Wakatobi, pulau Komodo, Gili Trawangan, Raja Ampat, Danau Sentani, Belitung, Puncak Jayawijaya, Toraja, Borobudur, Dieng, Bromo, Tangkuban Perahu, Bunaken dan masih banyak lainnya lagi.
Dalam dua hingga tiga dekade belakangan ini terlihat ketertarikan turis asing pada wisata alam di Indonesia mulai tertuju pada wisata perairan. Menyelam sambil menikmati alam bawah laut yang sangat indah, tidak saja telah menjadi primadona tujuan wisata turis mancanegara akan tetapi juga para wisatawan domestik.
Baca juga: Luhut Ingin Kawasan Wisata Jadi Percontohan Penerapan Kendaraan Listrik
Wisata perairan yang biasanya terletak pada daerah remote area dan terpencil ternyata tidak menjadi halangan bagi para turis, terutama yang berasal dari mancanegara untuk mendatanginya. Hal ini sebuah bukti betapa menariknya keindahan alam tujuan wisata perairan di Indonesia.
Tantangannya adalah bagaimana kita dapat memfasilitasi sarana dan prasarana transportasi ke tujuan wisata itu agar dapat dicapai dengan cara yang lebih mudah. Sebuah terobosan yang diperlukan agar wisata alam perairan Indonesia dapat ditingkatkan untuk lebih bergairah lagi sejalan dengan program pemerintah yang akan meningkatkan pariwisata di tanah air.
Salah satu yang mungkin dapat dikembangkan adalah peningkatan transportasi menuju dan dari wilayah wisata alam perairan di Indonesia dengan mendayagunakan amphibian aircraft atau pesawat amfibi.
Sebuah cara yang dapat dipastikan akan sangat efektif dalam pengembangan wisata alam perairan nusantara. Pesawat amfibi sejauh ini masih sangat terbatas penggunaannya di Indonesia. Pemerintah Kolonial Belanda sebenarnya cukup banyak telah menggunakan pesawat amfibi pada tahun 1930 sampai dengan awal tahun 1950-an.
Ketika itu pemerintah kolonial Belanda cukup banyak menggunakan pesawat amfibi PBY Catalina dalam banyak misi angkutan udara diwilayah kepulauan nusantara, di wilayah lokasi perairan yang memang sangat membutuhkan efisiensi terutama dalam tata kelola transportasinya. Di samping PBY Catalina , pemerintah Kolonial belanda juga diketahui menggunakan pesawat Grumman HU-16 Albatros.
Sesuai hasil KMB (Konferensi Meja Bundar) ketika terjadi penyerahan kedaulatan kepada pemerintah Republik Indonesia kedua jenis pesawat amfibi tersebut dihibahkan kepada Republik Indonesia.
Baca juga: Melihat Potensi Pasar Wisata Kesehatan Global, Bagaimana Posisi Indonesia?
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.