Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Sebut Hampir 3 Tahun Tak Impor Beras, Benarkah?

Kompas.com - 27/03/2021, 08:28 WIB
Muhammad Choirul Anwar

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com – Presiden Joko Widodo (Jokowi) buka suara mengenai polemik impor beras tahun ini. Jokowi juga mengungkap bahwa Indonesia sudah hampir tiga tahun tak impor beras.

“Saya pastikan bahwa sampai bulan Juni 2021 tidak ada beras impor yang masuk ke negara kita Indonesia. Kita tahu, sudah hampir tiga tahun ini kita tidak impor beras,” ujar Jokowi ketika memberikan keterangan, dikutip dari YouTube Sekretariat Presiden, Jumat (26/3/2021).

Lebih lanjut, Jokowi mengakui saat ini ada MoU dengan Thailand dan Vietnam. Hanya saja, kerja sama untuk impor beras dari Thailand dan Vietnam itu menurutnya hanya untuk berjaga-jaga, mengingat situasi pandemi penuh ketidakpastian.

Baca juga: Polemik Impor Beras: Lutfi Pasang Badan, Buwas Buka-bukaan, Jokowi Angkat Suara

“Saya tegaskan lagi, berasnya belum masuk,” tegas mantan Wali Kota Solo dan Gubernur DKI Jakarta ini.

Jokowi juga meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyiapkan anggaran agar Perum Bulog bisa menyerap lebih banyak beras dari petani.

Jokowi menjelaskan, hal itu dibutuhkan lantaran saat ini sedang memasuki harga panen dan harga beras di tingkat petani masih rendah atau belum sesuai yang diharapkan.

"Saya pastikan beras petani akan diserap Bulog dan saya akan segera memerintahkan Menkeu agar membantu terkait anggaran," ujar Jokowi.

Cek data impor beras Indonesia

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), dari tahun 2000 hingga 2019 Indonesia selalu mengimpor beras. Praktis, hal tersebut juga terjadi di sepanjang periode kepemimpinan Presiden Jokowi hingga tahun 2019.

Baca juga: Potret Susutnya Lahan Pertanian dan Profesi Petani yang Terancam Punah

Hanya saja, ada tahun-tahun tertentu ketika Indonesia mengimpor beras secara besar-besaran hingga jutaan ton, dan sebaliknya ada yang hanya mencapai ratusan ribu ton.

Data BPS menunjukkan, impor beras besar-besaran terakhir kali terjadi pada 2018. Saat itu, Indonesia mengimpor beras 2.253.824 ton tahun 2018. Jumlah tersebut setara dengan 1,037 miliar dollar AS. Setelahnya, memang tak terjadi lagi impor besar-besaran.

Jumlah beras yang diimpor pemerintah menurun drastis di tahun 2019. Sepanjang 2019, Indonesia mengimpor beras sebanyak 444.508 ton atau setara dengan 184,2 juta dollar AS.

Pada 2019 itu, beras impor asal Pakistan jadi yang terbanyak dibandingkan negara-negara lain, yakni sebanyak 182.564 ton. Setelah Pakistan, beras impor asal Myanmar menduduki posisi kedua terbanyak dibandingkan negara lain, dengan jumlah 166.700 ton.

Sedangkan negara lain yang kerap jadi langganan impor beras, Thailand dan Vietnam, pada 2019 pasokannya menurun. Indonesia hanya impor beras sebanyak 33.133 ton dari Vietnam dan 53.278 ton dari Thailand pada 2019.

Ramai impor beras khusus

Pada tahun 2020, pemerintah memang tak membuka impor beras besar-besaran. Hanya saja, pada Januari 2021 publik diramaikan dengan banjirnya beras impor khusus asal Vietnam.

Kementerian Pertanian (Kementan) membenarkan adanya beras impor asal Vietnam yang masuk ke pasar. Beras itu masuk ke Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) Jakarta.

Baca juga: Impor Beras Era Megawati hingga Jokowi: Selalu Turun Saat Kampanye

Hal itu diungkapkan oleh Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementan Suwandi yang menanggapi pernyataan Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi dari Fraksi Golkar tentang bocornya beras impor ke pasar awal tahun ini.

"Tim Kementan terjun langsung ke lokasi beras Cipinang sebagaimana ada laporan masyarakat, kemudian memang benar ditemukan beras jasmine (jasmine rice) masuk ke Cipinang," ungkapnya dalam rapat dengan pendapat dengan Komisi IV DPR RI, Senin (18/1/2021).

Menurut Suwandi, pihak Kementan tak pernah menerbitkan rekomendasi impor beras tersebut. Selain itu, apabila ada beras yang diimpor maka ketentuannya beras khusus, dan penjualannya pun bukan di pasar rakyat.

"Jadi impor beras yang ini bukan (rekomendasi) dari Kementan. Kemudian, biasanya kalau beras khusus itu penggunaan dan sasarannya juga khusus, tidak masuk ke pasar tradisional," tambah dia.

Menimpali itu, Dedi Mulyadi meminta Kementan untuk segera menyelidiki impor tersebut dan mengambil langkah hukum. Sebab impor beras itu juga dijual dengan harga murah Rp 9.000 per kilogram.

Kondisi ini akan mengancam petani lokal, karena berpotensi menganggu harga beras dalam negeri. Terlebih jumlah beras impor yang masuk cukup besar.

Berdasarkan data Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) sebanyak 300 ton beras impor asal Vietnam masuk ke Pasar Cipinang.

Dalam kesempatan terpisah, Perpadi sendiri juga menyatakan, pemerintah harus mulai membatasi impor beras khusus. Sebab petani lokal dinilai sudah mampu menyediakan berbagai macam beras khusus bagi kebutuhan dalam negeri.

Ketua Umum Perpadi Sutarto Alimoeso mengatakan, pemerintah harus mengevaluasi kembali kebijakan impor beras khusus, yang sebenarnya bisa di subtitusi dengan beras kualitas sama hasil produksi di dalam negeri.

Baca juga: Beda Beras Premium dan Medium: Definisi dan Cara Tahu Ciri-cirinya

"Perlu dilakukan evaluasi, sebenarnya beras khusus yang mana yang bisa dan perlu diimpor. Kalau menurut saya, yang betul-betul tidak bisa diproduksi dalam negeri ya beras basmati," ujarnya kepada Kompas.com, dikutip pada Sabtu (30/1/2021).

Saat ini Indonesia memang masih melakukan impor sejumlah beras khusus, seperti japonica, jasmine, dan basmati asal Thailand, Vietnam, hingga India untuk kebutuhan hotel, restoran, dan kafe.

Namun, Sutarto menilai petani dalam negeri saat ini sudah mampu memproduksi beras khusus, seperti rojolele dan mentik wangi.

"Kalau menurut kami itu, beras khusus seperti jasmine, tidak perlu impor lagi," imbuhnya.
Termasuk juga dalam hal impor beras broken (pecah) yang dibutuhkan industri sebagai bahan baku tepung dan bihun. Menurut Sutarto, kebutuhan beras broken bisa dipenuhi oleh sektor penggilingan padi dalam negeri.

Ia mengatakan, kendala bagi industri beras broken dalam negeri adalah keterbatasan alat sehingga produksinya tak optimal. Oleh sebab itu, harusnya pemerintah turut membantu dalam hal revitalisasi mesin guna membantu produsen lokal.

"Broken kan masih impor, padahal sebagian besar penggilingan padi kita bisa memproduksi broken. Hanya saja, alatnya masih perlu direvitalisasi, ini yang menjadi permasalahan," ungkapnya.

Sutarto menjelaskan, impor pada masa kini hanya akan berdampak buruk bagi pasar beras dalam negeri. Sebab, saat ini produksi beras lokal cukup tinggi sehingga pasokan pun surplus.

"Pada situasi sekarang mestinya tidak perlu impor. Karena kan kita surplus, artinya kondisi pasar tidak ada gejolak, bahkan cenderung lesu untuk pasar beras. Juga ini kan jelang panen raya," kata dia.

Baca juga: Indonesia Langganan Impor Beras dari Negara Mana Saja?

"Jadi adanya beras impor berpotensi menekan harga, dan ujung-ujungnya petani yang akan tertekan dan dirugikan," tambah Sutarto.

(Sumber: KOMPAS.com/Yohana Artha Uly | Editor : Yoga Sukmana/Erlangga Djumena)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com