Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Heryadi Silvianto
Dosen FIKOM UMN

Pengajar di FIKOM Universitas Multimedia Nusantara (UMN) dan praktisi kehumasan.

Global Village Itu Nyata

Kompas.com - 30/03/2021, 09:43 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

NAMANYA Ananda Fuad Zain, seorang guru Sekolah Dasar (SD) Inpres di Kabupaten Bogor. Jawa Barat. Di sela waktu luangnya sebagai guru, Fuad menjadi seorang ilustrator motor atau motorcycle art. Menggambar motor dalam media digital.

Fuad adalah generasi baru Indonesia, milenial. Meski tinggal di desa, namun tidak menjadi kendala untuk merambah dunia nyata via maya.

Kemampuannya menggoreskan gambar di media digital, membawanya berinteraksi dengan macam dan ragam orang dari berbagai negara. Sebuah aktivitas berfaedah yang diawali dari sebuah hobi, ditekuni secara komersial sejak tahun 2015.

Puncaknya pada Maret 2020, pertama kali melakukan transaksi lintas negara bahkan benua dengan bayaran awal 5 dollar AS dari seorang costumer dari Turki.

Fuad melakukan aktivitas menggambar selepas mengajar jadi guru honorer. Atas ikhtiar sebagai motorcycle arts, digabung dengan gaji guru honorer, akhirnya dapat membayai kuliah sendiri dan menabung buat pernikahan.

Hingga saat ini sudah hampir 350-an gambar dengan harga per gambar melonjak berlipat menjadi 35 dollar AS. Pemesannya sudah banyak, jika dilihat dari akun Instagram @fuadzain_ tersebutlah Lady Rebel, dari Las Vegas; Aaron Coleman, Daytona Amerika; Alison Sandra Murugesu dari Malaysia; Dirk Luetkemeier dari Denmark dan banyak lainnya.

Kendala Bahasa bisa diselesaikan dengan Google Translate. Its very simple things.

Baca juga: Birokrasi Zaman Now dan Open Government di Era Media Sosial

Proses pemasaran hanya melalui "getok tular digital" atau word of mouth digital. Bukan sekadar viral dan terkenal, namun ternyata tidak nampak dalam landscape kreativitas.

Bahkan selama pandemi, selama setahun ini, setiap bulan selalu ada pesanan atau ‘order’. Hikmah dari testimoni para customer kepada follower dan teman mereka.

Coverage ‘orderan’ sudah terwakili semua benua. Bahkan pernah satu bulan secara penuh mengerjakan 31 gambar. Hal yang membuat dirinya senang, apresiasi orang-orang (terutama dari luar negeri) mereka rela cetak sendiri gambarnya di tempat mereka.

Epik ini mengingatkan tentang konsep lawas Marshall McLuhan dalam bukunya yang berjudul Understanding Media: Extension of A Mantentang Desa Global (Global Vilage) mengenai perkembangan teknologi komunikasi di mana dunia dianalogikan menjadi sebuah desa yang sangat besar.

Tidak ada lagi batas waktu dan tempat yang jelas. Informasi dapat berpindah dari satu tempat ke belahan dunia lain dalam waktu yang sangat singkat, menggunakan ICT.

Global Village is Good News

Bisa jadi Fuad bukan yang pertama, kita sadari ada banyak anak-anak kreatif di negeri ini yang bisa menyentuh level global dari desa.

Namun sayangnya cerita baik seperti ini banyak terkubur ditelan hiruk pikuk diskusi nir-mutu dalam dunia media sosial kita. Influencer maupun buzzer berkelindan serta berseliweran dalam ruang publik.

Puncaknya Indonesia berdasar rilis terbaru Microsoft Digital Civility Index (DCI) menempati urutan ke-29 dari 32 negara dalam hal tingkat kesopanan pengguna internet di dunia maya. Miris, namun ini bukan alasan untuk kita berhenti memproduksi kebaikan di dunia digital.

Baca juga: Kenapa Warganet Indonesia Bisa Dapat Predikat Paling Tidak Sopan Se-Asia Tenggara?

Teknologi secara faktual dan gradual merubah langgam orang dalam berkomunikasi. Terlebih disaat pandemik, keberadaan ICT telah secara jelas mengambil peran dalam perubahan kehidupan sosial.

Dari mulai pesanan untuk kebutuhan dapur hingga mendukung pekerjaan kantor, semua going virtual. Semua bisa dilakukan dari jarak jauh, namun tidak perlu aktivitas berpergian jauh. “Teknologi yang memungkinkan tindakan dari jarak jauh,” tulis Amit Pinchevski di Southern Communication Journal.

Seorang sosiolog, Danah Boyd, mendeskripsikannya apa yang dia sebut "empat keterjangkauan" yang diizinkan oleh media sosial.

Pertama, ketekunan, yang mengacu pada daya tahan atau kelanggengan dalam memproduksi konten online.

Kemudian, keduavisibility atau audiens potensial yang tidak terbatas untuk berkomunikasi. Ketiga, penyebaran, mengacu pada kemudahan orang untuk berbagi pesan.

Keempat, searchability, yaitu kemampuan yang memungkinkan orang menemukan segala macam pesan.

Mesin pencari atau Search Engine Optimizer (SEO) telah banyak membantu kita dalam menemukan banyak hal baru. Namun demikian, para pembawa pesan dan pembuat konten harus memahami bahwa ketekunan dalam menghasilkan produk akan menentukan positioning sebuah produk dalam ruang virtual.

Semakin segmented sebuah produk maka akan semakin khas permintaannya. Fuad mengambil ceruk pasar (niche market) menggambar motor secara digital, yang mungkin belum banyak orang menekuni pilihan profesi tersebut di desanya.

Dia masuk kedalam ruang kompetisi yang relatif bebas. Berjuang keras dan cerdas secara bersamaan.

Adapun terkait visibility, dengan adanya media sosial membuat setiap orang dapat terhubung satu sama lain. Dibutuhkan peran sentral dan gagasan penting dalam proses interaksi di dunia digital.

Bukan hanya menghimpun yang terserak, namun juga secara aktif mampu merumuskan pesan dan produk terbaik.

Agar pada akhirnya kekuatan besar di media sosial tidak hanya kompak menghujat Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF) atau menyerang Microsoft via media sosial, namun juga secara penetratif mengahasilkan dominasi industri kreatif yang melekat kuat dalam interaksi masyarakat secara global.

Baca juga: Presiden BWF Mohon Maaf kepada Indonesia, Akui Menyesal dan Ikut Kecewa

Penyebaran, mengacu pada kemudahan orang untuk berbagi pesan. Maka perlu didorong cloud system yang memungkinkan setiap pelaku industri kreatif mendapatkan akses terbaik ketempat terbaik. Meskipun dia ada di desa dan terpencil negeri ini.

Penerapan kebijakan 3T (Terluar, Terdepan, Tertinggal) dalam pengembangan SMD harus menjadi bagian yang tidak terpisahkan.

Karenanya pemerintah harus mengambil peran aktif dalam hal ini, agar pada akhirnya kehadiran best practice dan success story dari desa dapat semakin menginspirasi banyak anak muda Indonesia. Tanpa perlu ada urbanisasi dari desa ke kota secara massif.

Terakhir, media sosial memberikan kemampuan yang memungkinkan orang menemukan segala macam pesan. Ada banyak pesan yang disampaikan dari desa, bukan hanya daerah wisata yang tiba-tiba menjadi viral atau satu waktu tertentu tempat orang pulang (mudik).

Namun lebih dari itu, dengan adanya ICT dan capacity building, maka fitur pesan desa bertambah dan semakin beragam. Tidak hanya sekadar sawah dan lembah, tapi bisa menciptakan kemungkinan menjadi "Silicon Valley" kecil yang baru. 

Desa sebagai Connecting System

Peran tradisional desa sebagai supporting system selama puluhan tahun yang bertugas men-supply berbagai kebutuhan kota, baik dari manusia (nonformal) maupun sumber daya alam.

Seringkali pada akhirnya meninggalkan luka dan nestapa, terpinggirkan dari perubahan. Dari yang awalnya di ekploitasi SDA dan SDM-nya secara besar-besaran dan dimanfaatkan, kemudian berpindah (shifting).

Semoga akhirnya kita bisa menemukan desa-desa bisa tetap asri, sejuk dan nyaman. Namun darinya terpencar berbagai inovasi kreatif dan diskusi global yang update. Atas dasar itulah desa bisa menjadi tempat connecting system.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com