"Kalau bank-nya sadar mau jaga reputasi, seharusnya sebelum menunggu di gugat, ramai dibicarakan, atau dilaporkan pidana, lebih baik bank kalau menyadari pegawainya memang bermain, yah bayar saja (ganti rugi uang nasabah)," paparnya.
Lanjut Yunus, seiring dengan dilakukan pengembalian dana nasabah, maka bank bisa membawa para oknum pegawai yang membuat kerugian itu ke ranah hukum. Nantinya aset-aset oknum bisa diambil bank untuk mengganti rugi.
"Jadi nanti mungkin bank bisa dapat penggantian kalau ada aset-aset tersangaka yang dirampas, untuk dikembalikan ke pihak yang berhak, dalam hal ini ke bank yang dirugikan, karena kan bank sudah mengganti dana nasabah," pungkas Yunus.
Baca juga: Ini 6 Langkah BI Atasi Fraud di Sektor Keuangan
Sebelumnya, kasus yang mencuat pada Februari 2021 pada awalnya hanya melibatkan 9 nasabah. Kuasa hukumnya, Munnie Yasmin dan Mila Tayeb Sedana menyatakan kerugian sembilan nasabah itu berkisar Rp 33,45 miliar.
Kini pengaduan raibnya dana deposito di Bank Mega bertambah 5 nasabah. Kuasa Hukum 5 nasabah itu, Suryatin Lijaya S.H melaporkan kasus serupa dengan total kerugian mencapai Rp 23 miliar.
Suryatin menyatakan, padahal para nasabah yang menjadi kliennya tidak pernah mencairkan deposito sejak menabung di Bank Mega sejak tahun 2015-2019.
Produk deposito yang diambil berjangka antara 1 bulan sampai 3 bulan dengan mekanisme automatic rollover alias diperpanjang secara otomatis.
"Sehingga klien kami datang ke Bank Mega pada November 2020 untuk mencarikan depositonya. Ternyata petugas bank mengatakan deposito klien kami sudah dicairkan dan rekeningnya sudah dibekukan," tutur Suryatin, Minggu (28/3/2021).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.