KOMPASIANA---Menuju Hari Raya Paskah yang tahun ini diperingati pada 4 April 2021, segenap umat Kristiani kini tengah menjalani pekan prapaskah terakhir.
Pada Jumat Agung merupakan peringatan hari kematian Yesus atau Isa Almasih. Kemudian, tiga hari berikutnya ada peringatan kebangkitan Yesus yang biasa disebut dengan Paskah.
Lewat perayaan Paskah kali ini, umat Kristiani ingin mengajak setiap insan untuk mengapresiasi kehidupan setelah didera banyak sekali ancaman kesehatan fisik maupun mental selama pandemi.
Refleksi apa yang didapat untuk perayaan Paskah? Bagaimana umat Kristiani di seluruh dunia merayakannya?
Berikut ini 5 konten terpopuler dan menarik di Kompasiana dalam sepekan:
1. Oster Wanderweg, Jalan Setapak Khusus Paskah di Jerman
Kompasianer Gaganawati Stegmann menceritakan bagaimana keseruan perayaan Paskah di Jerman: Oster Wanderweg.
"Oster" itu artinya Paskah, sedangkan "Wander" dari kata "wandern" alias jalan-jalan; jadi "Weg" sama saja dengan jalan setapak.
"Jadi jalan setapak yang ditandai dengan penanda jalan yang memungkinkan orang untuk mengikuti rute yang ada (bisa panjang, bisa pendek), dengan dekorasi menarik yang berkenaan dengan paskah (telur, kelinci, tanaman musim semi seperti Narsiscus)," tulis Kompasianer Gaganawati Stegmann.
Para peserta yang mendekorasi jalan, lanjutnya, berasal dari beragam toko dan perusahaan.
Nah, saat memperingati paskah, ini juga menjadi tradisi masyarakat Jerman yang mayoritas beragama Katolik Roma.
"Jalan-jalan di tempat terbuka dan diakhiri dengan acara mencari telur, misalnya. Jalan-jalan juga bagus untuk kesehatan," tulis Kompasianer Gaganawati Stegmann, menceritakan keseruan peringatan Paskah di Jerman. (Baca selengkapnya)
2. Mau Kerja Sampingan? Boleh, Asalkan...
Mendapat penghasilan tambahan dari pekerjaan sampingan itu, menurut Kompasianer Rizka, didorong oleh faktor finansial.
Karena memang penghasilan utama kerap kali tak bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari. Makanya, memiliki pekerjaan sampingan adalah solusinya.
Akan tetapi ada manfaat lain dari kerja sampingan itu, yakni untuk memperluas jaringan atau koneksi hingga pengalaman baru.
"Seandainya sewaktu-waktu kamu harus kehilangan pekerjaan utama, side job bisa bertransformasi jadi peluang dan alternatif bagus untuk dikembangkan ke arah yang lebih serius," tulis Kompasianer Rizka.
Namun, apa saja yang harus dipertimbangkan sebelum memutuskan punya pekerjaan sampingan? (Baca selengkapnya)
3. Mengenang Chrisye: Ketika Tangan dan Kaki Berkata
Tidak terasa, ternyata sudah 14 tahun (30 Maret 2007, tepatnya) Musisi legendaris Indonesia, Chrisye pergi meninggalkan kita.
"Ia telah mangkat, tetapi suaranya masih abadi. Telinga saya terbelai, mata saya mengeja sebuah buku. Chrisye, Sebuah Memoar Musikal," tulis Kompasianer Khrisna Pabichara mengenang.
Ketika masih belia Chrisye memang sarat cobaan, seperti menerima lemparan kerikil sepulang sekolah dari teman-tamannya.
"Semasa sekolah menengah, perundungan yang menimpa Chrisye belum surut. Hingga akhirnya Chrisye menemukan obat mujarab. Bermusik," tulis Kompasianer Khrisna Pabichara. (Baca selengkapnya)
4. "Maaf Bu Guru, Menurut Guru Les Saya Ada Cara yang Lebih Mudah"
Kompasianer Yuli Anita mendapat pengalaman yang berbeda ketika mengajar Matematika untuk kelas 8 SMP.
Jadi, setelah penjabaran materi dan diskusi selama satu jam pelajaran, ada 40 menit terakhir waktunya mengerjakan soal.
"Selama proses pembelajaran dan pengerjaan soal, semua berjalan lancar, tidak ada masalah yang berarti. Dan ketika saya tanyakan pada anak anak adakah pertanyaan untuk materi hari ini," tulis Kompasianer Yuli Anita.
Akan tetapi, ketika suasa hening kelas, tiba-tiba ada siswa bertanya meski sedikit ragu, "Maaf bu guru, kata guru les saya ada cara yang lebih mudah," kata siswa tadi.
Jika pembelajaran di kelas dibandingkan oleh siswa dengan pembelajaran yang mereka peroleh di luar kelas, justu itu merupakan berkah ketika mengajar. (Baca selengkapnya)
5. Cara Mengatasi Rasa Takut akan Serangan Kekerasan dan Terorisme
Setiap kali mendengar kabar maupun berita karena adanya serang teror adalah wajar jika kita tiba-tiba merasa takut dan cemas.
Aksi teror itu, tulis Kompasianer Willi Bintang, tidak dapat diprediksi oleh orang awam.
Akan tetapi, membangun kekuatan mental kita dalam menyikapi eksposur secara langsung maupun tidak langsung akan aksi teror dapat dilakukan.
"Ketahanan mental adalah kemampuan untuk beradaptasi dengan baik terhadap perubahan dan peristiwa yang tidak terduga," tulis Kompasianer Willi Bintang. (Baca selengkapnya)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.