JAKARTA, KOMPAS.com - Kinerja keuangan PT Indika Energy Tbk (INDY) tertekan sepanjang 2020.
Emiten pertambangan batu bara ini membukukan rugi sebesar 117,5 juta dollar AS atau setara Rp 1,7 triliun.
Angka kerugian itu membengkak dibandingkan rugi bersih pada tahun sebelumnya yang sebesar 18,2 juta dollar AS atau setara Rp 264 miliar.
Baca juga: Indika Energy Gandeng Perusahaan India Kembangkan PLTS
Wakil Direktur Utama dan CEO Indika Energy Azis Armand mengatakan, sepanjang tahun lalu perseroan menempatkan kesehatan dan keselamatan karyawan sebagai prioritas di tengah pandemi Covid-19, guna memastikan kelancaran operasional usaha, serta mengoptimalkan diversifikasi bisnis ke sektor non-batu bara.
"Situasi yang menantang ini memicu kami untuk lebih adaptif dan tangkas dalam melihat peluang usaha demi keberlanjutan perseroan, serta memperkuat komitmen terhadap environmental, social, and governance (ESG)," ujar Azis dalam keterangan tertulis, Selasa (6/4/2021),
Kerugian perseroan yang membesar tersebut seiring pula dengan turunnya pendapatan sebesar 25,4 persen, yakni dari 2,78 miliar dollar AS di 2019 menjadi 2,07 miliar dollar AS di 2020.
Penurunan pendapatan perseroan utamanya disebabkan pendapatan Kideco Jaya Agung (Kideco) yang turun sebesar 20,6 persen.
Hal ini diakibatkan harga jual batu bara rata-rata yang turun 16,1 persen dari 45,1 dollar AS per ton menjadi 37,8 dollar AS per ton di 2020.
Baca juga: Sebelum Berinvestasi Saham, Ketahui Faktor Yang Bisa Menggerakkan Indeks
Tahun lalu, volume penjualan juga berkurang 5,4 persen dari 34,9 juta ton menjadi 33,0 juta ton.
Anak-anak perusahaan lainnya, seperti Petrosea turut mencatatkan penurunan pendapatan 28,5 persen menjadi 340,7 juta dollar AS di 2020 dari 476,4 juta dollar AS pada 2019.
Ini disebabkan berkurangnya pendapatan dari kontrak pertambangan, engineering and construction, serta logistic and support services.
Lalu pendapatan Mitrabahtera Segara Sejati (MBSS) juga turun 29,5 persen dari 77,8 juta dollar AS menjadi 54,9 juta dollar AS di 2020.
Ini karena menurunnya harga jual serta volume barging dan transhipment.
Baca juga: Menaker Ajak Serikat Buruh Perkuat Dialog Ketenagakerjaan
Sementara itu, pada Tripatra mencatatkan penurunan pendapatan 35,2 persen dari 462,3 juta dollar AS menjadi 299,4 juta dollar AS.
Kondisi ini karena berkurangnya pendapatan dari proyek BP Tangguh dan proyek Emily, serta sudah terlaksananya proyek Vopak di 2019.
Adapun laba kotor tahun 2020 tercatat turun 40,5 persen dari 426,7 juta dollar AS menjadi 253,9 juta dollar AS, diakibatkan penurunan kontribusi Kideco dan Tripatra yang mencatatkan rugi kotor 31,7 juta dollar AS.
Sedangkan laba usaha turun 60 persen dari 289,5 juta dollar AS jadi 115,9 juta dollar AS di 2020.
Kemudian beban penjualan, umum dan administrasi tercatat naik 0,6 persen dari 137,2 juta dollar AS jadi 138,0 juta dollar AS di 2020.
Baca juga: Vaksinasi Covid-19 Buat Jamaah Haji Tahun 2021 Rampung Bulan Ini
Lantaran naiknya beban terkait upaya perseroan menjaga kinerja operasional dari dampak pandemi, naiknya professional fee terkait pengerjaan consent solicitation, dan bertambahnya jumlah karyawan yang terlibat dalam pengembangan proyek baru.
Sementara itu, beban keuangan perseroan meningkat 9,2 persen dari 109,5 juta dollar AS menjadi 119,5 juta dollar AS di tahun lalu.
Hal ini karena naiknya biaya pendanaan terkait premiun pelunasan.
Lalu disebabkan pula adanya biaya percepatan terhadap biaya penerbitan emisi yang merupakan akibat dari pelunasan lebih awal terhadap obligasi jatuh tempo pada 2022 dan 2023, tingkat kupon obligasi baru yang lebih tinggi, serta meningkatnya pinjaman perseroan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.