Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RI Rajin Impor Gula, Importir Pemburu Rente Dapat Untung Berapa?

Kompas.com - 06/04/2021, 19:33 WIB
Muhammad Choirul Anwar

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com – Indonesia dari tahun ke tahun rajin mengimpor gula dari berbagai negara dengan jumlah jutaan ton per tahun.

Ekonom senior Faisal Basri mencoba melakukan simulasi perhitungan yang diraup para importir dari banyaknya gula dari luar negeri yang masuk ke Indonesia.

Ia menyebut, harga gula mentah yang menjadi referensi di pasar New York adalah raw sugar #11. Pada harga penutupan 31 Maret 2021 tercatat sebesar US¢14,77 per pound atau 325,6 dollar AS per ton.

Ditambah dengan ongkos transport, asuransi, dan pengolahan senilai 200 dollar AS per ton, maka menurut Faisal Basri harga di pabrik gula rafinasi menjadi 525,6 dollar AS per ton.

Dikatakannya, dengan kurs tengah BI (JISDOR) pada 31 Maret (Rp 14.572 per dollar AS), harga per kg adalah Rp 7.959.

“Jika pemerintah menugaskan pabrik gula rafinasi menjual langsung ke pasar, setidaknya keuntungan yang diperoleh mencapai Rp 2.000 per kg,” tulisnya dalam artikel berjudul ‘Manisnya Impor Gula, Dapat “Rente” Bisa Puluhan Triliun’ yang diunggah di laman faisalbasri.com, Selasa (6/4/2021).

Baca juga: Faisal Basri Ungkap Ironi Negeri Subur Pengimpor Gula Terbesar Sejagat

“Harga untuk industri besar tentu saja lebih murah karena kontrak langsung dan mereka mengikuti pergerakan harga dunia, namun keuntungannya tidak jauh berbeda dibandingkan dengan menjual langsung ke pasar lewat distributor,” sambungnya.

Ia melanjutkan, dengan produksi kesebelas pabrik gula rafinasi sekitar 3 juta ton, maka keuntungan totalnya adalah Rp 6 triliun. Jika dipukul rata, ia menyebut bahwa setiap pabrik menikmati laba sebanyak Rp 545 miliar.

“Teluk Intan Group dan Bank Index Group yang masing-masing memiliki tiga pabrik tentu saja menikmati rente paling besar. Martua Sitorus yang groupnya memiliki dua pabrik mengantongi lebih dari Rp 1 triliun. Sisanya dinikmati oleh Group milik Tommy Winata, Ali Sanjaya, dan Olam Group Singapura,” bebernya.

Faisal Basri bilang, BUMN tak ketinggalan meraup rente menggiurkan dari lisensi mengimpor gula rafinasi (white sugar #5) untuk dijual langsung ke pasar.

Baca juga: Tekan Ketergantungan Impor Gula, RNI Revitalisasi Pabrik dan Perluas Lahan Tebu

Ia menyebut, harga di pasar lelang ICE London per 31 Maret 2021 adalah 417 dollar AS per ton. Dalam perhitungan kali ini, ia menaruh asumsi ongkos angkut plus bongkar-muat ditambah asuransi mencapai 20 persen dari nilai barang.

Maka harga per ton sampai di pelabuhan tujuan adalah 500,4 dollar AS. Dengan begitu, lanjutnya, harga perolehan sebesar Rp 7.292 per kg.

“Setelah memperhitungkan ongkos distribusi dan margin pedagang serta biaya bunga bank sebesar sebesar Rp 3.000, maka keuntungan bersih importir sebesar Rp 2.208. Faktanya, harga eceran kerap di atas Rp 12.500, sehingga potensi keuntungannya lebih besar lagi,” sebutnya.

Ia mengatakan, bagi BUMN pemegang lisensi impor yang memiliki pabrik gula berbasis tebu, insentif untuk mengimpor lebih menggiurkan ketimbang menghasilkan gula dari tebu petani.

“Jika dapat lisensi impor satu juta ton, maka laba yang diraup setidaknya Rp 2 triliun. Buat apa berkeringat tetapi labanya kecil ketimbang bermodal secarik kertas sakti dapat triliunan rupiah,” ungkap Faisal Basri.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com