Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
A Kurniawan Ulung
Dosen

Dosen program studi Hubungan Internasional di Universitas Satya Negara Indonesia

Siapkah Indonesia Menghadapi CEPA Indonesia-Korsel?

Kompas.com - 06/04/2021, 21:20 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Siapkah Indonesia?

Bagi Indonesia, IK-CEPA tidak hanya sekedar medium untuk meningkatkan nilai transaksi perdagangan, tetapi juga untuk menggenjot investasi, dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Untuk mencapai tiga kepentingan ini, pemerintah perlu melakukan tiga hal.

Pertama, pemerintah perlu segera menolong pelaku industri, terutama UMKM, yang saat ini sedang “sekarat” di tengah pandemi. Di sektor pariwisata, misalnya, banyak perusahaan biro perjalanan wisata dan penyelenggara acara saat ini bagai hidup segan mati tak mau.

Pemerintah memang telah mengeluarkan stimulus pariwisata sebesar Rp 3,8 triliun, tetapi perusahaan biro perjalanan wisata nahasnya tidak termasuk dalam daftar penerima bantuan tersebut. Apabila dibiarkan sekarat dan kemudian mati, bagaimana mereka bisa membuat paket wisata yang unggul dan kemudian menikmati manfaat IK-CEPA?

Pada November 2020, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) sebenarnya sempat mengeluarkan program Big Promo. Melalui program ini, pemerintah menyediakan voucer makan, belanja, dan paket wisata dengan nilai hingga Rp 225.000.

Apabila menggunakan voucer tersebut, masyarakat akan mendapatkan potongan harga ketika membeli produk wisata dan jasa perusahaan biro perjalanan wisata dan UMKM yang berpartisipasi dalam program Big Promo.

Program Big Promo cukup efektif dalam membantu asap dapur pelaku usaha tetap mengepul di masa pandemi karena potongan harga yang ditawarkan di dalam voucer mampu merangsang masyarakat untuk berbelanja dan berwisata.

Sayangnya, program Big Promo hanya berlangsung selama satu bulan saja. Pemerintah perlu membuat program kongkret seperti Big Promo karena pelaku industri dan masyarakat dapat langsung merasakan manfaatnya. Dan sebaiknya, program ini berlangsung lebih lama.

Kedua, pemerintah perlu membuat kebijakan kongkret untuk meningkatkan kualitas dan daya saing produk ekspor dan jasa. Kualitas jasa yang baik akan meningkatkan nilai transaksi perdagangan, dan sebaliknya, kinerja perdagangan barang yang efektif juga akan mendukung perdagangan jasa.

Memastikan bahwa pelaku sektor jasa siap dalam menghadapi era digitalisasi merupakan bagian dari peningkatan kualitas jasa yang pemerintah harus upayakan. Di sektor pariwisata, misalnya, masih banyak pelaku usaha yang belum mengadopsi sistem digital.

Salah satu langkah kongkret yang Kemenparekraf bisa ambil untuk memfasilitasi transformasi digital di sektor pariwisata ialah mengaktifkan kembali pasar digital dalam negeri seperti Indonesia Tourism Exchange dan Wonderin.id, dan ikut mempromosikan jasa agen perjalanan daring (OTA) karya anak bangsa seperti Hayo Travel.

Ketiga, pemerintah perlu lebih serius dalam memotong rantai birokrasi untuk memperbaiki iklim investasi dan menarik investor. Hingga saat ini, belum maksimal upaya kongkret pemerintah untuk menyederhanakan birokrasi.

Korsel saat ini merupakan investor kedelapan terbesar bagi Indonesia. LG Energy Solution, perusahaan baterai kendaraan listrik, baru-baru ini berinvestasi di Indonesia untuk membangun pusat industri sel baterai listrik kendaraan listrik terintegrasi pertama di dunia.

Sebelum LG, Hyundai Motor Company juga memilih Indonesia sebagai lokasi basis produksi di kawasan ASEAN.

Komitmen investasi dari LG dan Hyundai memang bisa memancing korporasi raksasa Korsel lain untuk berinvestasi di Indonesia. Akan tetapi, birokrasi yang masih rumit dan timpang tindih di Tanah Air bisa mendorong mereka mengurungkan niatnya untuk menanamkan modal di Indonesia.

Oleh karena itu, pemerintah perlu mempercepat deregulasi dan debirokratisasi.

Menerapkan layanan elektronik merupakan bagian dari reformasi birokrasi, dan Indonesia berada di peringkat ke-88 pada 2020, menurut survei e-government yang dirilis oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Pada 2018, Indonesia menduduki urutan ke-107 dari 193 negara.

Naiknya peringkat Indonesia menunjukkan perbaikan dalam layanan publik secara daring. Walakin, pemerintah tidak boleh cepat puas dan terlampau bangga karena Indonesia masih berada di belakang Vietnam (86), Filipina (77), dan Malaysia (47).

Masih banyak pekerjaan rumah yang harus dikerjakan agar Indonesia siap menghadapi IK-CEPA.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Apa Itu Reksadana Pendapatan Tetap? Ini Arti, Keuntungan, dan Risikonya

Apa Itu Reksadana Pendapatan Tetap? Ini Arti, Keuntungan, dan Risikonya

Work Smart
BI Kerek Suku Bunga Acuan ke 6,25 Persen, Menko Airlangga: Sudah Pas..

BI Kerek Suku Bunga Acuan ke 6,25 Persen, Menko Airlangga: Sudah Pas..

Whats New
Suku Bunga Acuan BI Naik, Rupiah Masih Melemah

Suku Bunga Acuan BI Naik, Rupiah Masih Melemah

Whats New
Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Kamis 25 April 2024

Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Kamis 25 April 2024

Spend Smart
SMGR Gunakan 559.000 Ton Bahan Bakar Alternatif untuk Operasional, Apa Manfaatnya?

SMGR Gunakan 559.000 Ton Bahan Bakar Alternatif untuk Operasional, Apa Manfaatnya?

Whats New
Harga Emas Terbaru 25 April 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 25 April 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Harga Bahan Pokok Kamis 25 April 2024, Harga Cabai Rawit Merah Naik

Harga Bahan Pokok Kamis 25 April 2024, Harga Cabai Rawit Merah Naik

Whats New
Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di BNI hingga Bank Mandiri

Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di BNI hingga Bank Mandiri

Whats New
Harga Emas Dunia Melemah Seiring Meredanya Konflik Timur Tengah

Harga Emas Dunia Melemah Seiring Meredanya Konflik Timur Tengah

Whats New
IHSG dan Rupiah Melemah di Awal Sesi

IHSG dan Rupiah Melemah di Awal Sesi

Whats New
Terinspirasi Langkah Indonesia, Like-Minded Countries Suarakan Penundaan dan Perubahan Kebijakan EUDR

Terinspirasi Langkah Indonesia, Like-Minded Countries Suarakan Penundaan dan Perubahan Kebijakan EUDR

Whats New
Manfaat Rawat Inap Jadi Primadona Konsumen AXA Financial Indonesia

Manfaat Rawat Inap Jadi Primadona Konsumen AXA Financial Indonesia

Whats New
Kemenko Marves: Prabowo-Gibran Bakal Lanjutkan Proyek Kereta Cepat sampai Surabaya

Kemenko Marves: Prabowo-Gibran Bakal Lanjutkan Proyek Kereta Cepat sampai Surabaya

Whats New
Layani Angkutan Lebaran Perdana, Kereta Cepat Whoosh Angkut 222.309 Penumpang

Layani Angkutan Lebaran Perdana, Kereta Cepat Whoosh Angkut 222.309 Penumpang

Whats New
Laba Unilever Naik 3,1 Persen Menjadi Rp 1.4 Triliun pada Kuartal I-2024

Laba Unilever Naik 3,1 Persen Menjadi Rp 1.4 Triliun pada Kuartal I-2024

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com