Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
A Kurniawan Ulung
Dosen

Dosen program studi Hubungan Internasional di Universitas Satya Negara Indonesia

Siapkah Indonesia Menghadapi CEPA Indonesia-Korsel?

Kompas.com - 06/04/2021, 21:20 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DI TENGAH ekonomi global yang semakin tidak pasti akibat pandemi Covid-19, Agus Suparmanto, mantan Menteri Perdagangan, dan Sung Yun-mo, Menteri Perdagangan, Industri, dan Energi Korea Selatan, menandatangani Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Korea Selatan (IK-CEPA) pada 18 Desember 2020 di Seoul.

Pemerintah meyakini, perjanjian dagang ini akan memberikan keuntungan sebesar-besarnya bagi masyarakat Indonesia, seperti memperluas akses bagi produk-produk Indonesia di pasar Korsel dan mempercepat transfer teknologi dan ilmu pengetahuan dari Korsel.

Setelah penandatanganan IK-CEPA, sayangnya, tidak tampak bagaimana upaya pemerintah Indonesia untuk meningkatkan daya saing produk ekspor dan jasa, dan juga tidak jelas bagaimana upaya pemerintah menolong pelaku industri lokal, terutama usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), yang saat ini sedang “mati suri” akibat pandemi Covid-19.

Baca juga: Perkuat Hubungan Dagang, RI-Korea Selatan Resmi Tandatangani IK-CEPA

Pemerintah perlu membuat kebijakan kongkret untuk meningkatkan daya saing jasa dan produk-produk dalam negeri agar Indonesia tidak sekedar menjadi pasar produk-produk Korsel pascaratifikasi IK-CEPA.

Manfaat IK-CEPA

Tercapainya penandatanganan IK-CEPA mungkin merupakan satu-satunya prestasi yang ditorehkan Agus Suparmanto sebagai menteri perdagangan sebelum ia dicopot Presiden Joko Widodo.

Proses perundingan IK-CEPA dimulai pada 2012 di masa pemerintahan mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tetapi sempat terhenti pada 2014, dan di masa pemerintahan Jokowi, negosiasi dilanjutkan kembali pada Februari 2019.

Sebagai sebuah perjanjian dagang bilateral, IK-CEPA mengandung prinsip, norma, dan aturan, dan Indonesia dan Korsel berhasil menyepakati ketiganya dalam proses perundingan yang relatif singkat, yakni kurang dari setahun.

Salah satu aturan yang disepakati ialah pemangkasan pos tarif perdagangan barang. Korsel akan memotong pos tarifnya hingga 95,54 persen untuk produk Indonesia, dan karena aturan ini bersifat resiprokal, Indonesia akan memangkas pos tarifnya hingga 92,06 persen untuk produk Korsel.

Fasilitas tersebut menunjukkan, kedua negara membuka pasarnya lebar-lebar untuk satu sama lain di bawah koridor IK-CEPA.

Indonesia melihat pasar Korsel penting karena daya beli masyarakatnya yang tinggi, dan karena jumlah penduduknya yang besar, Indonesia juga dipandang sebagai pasar yang penting oleh Korsel. Kedua negara melihat satu sama lain sebagai mitra strategis.

Baca juga: Ini Keuntungan IK-CEPA bagi Indonesia

Indonesia dan Korsel menyepakati IK-CEPA untuk mencapai kepentingan bersama, yakni meningkatkan nilai transaksi perdagangan. Target mereka ialah meningkatkan nilai perdagangan hingga 30 miliar dollar AS per tahun.

Menurut Kementerian Perdagangan, nilai total perdagangan antara Indonesia dan Korsel menurun hingga 14,7 persen dari 15,6 miliar dollar AS pada 2019 menjadi 13,3 miliar dollar AS pada 2020.

Pada 2018, Indonesia masih melihat surplus sebesar 460 juta dollar AS dalam neraca perdagangannya dengan Korsel. Akan tetapi sejak 2019, Indonesia menghadapi defisit. Pada 2020, nilai ekspor Indonesia ke Korsel sebesar 6,5 miliar dollar AS, sedangkan nilai impor dari Korsel sebesar 6,8 miliar dollar AS.

Indonesia mengekspor batu bara, karet alam, dan produk baja antikarat ke Korsel, dan sebaliknya, Korsel mengekspor sirkuit elektronik, karet sintetis, dan produk baja olahan ke Indonesia.

Dalam IK-CEPA, Indonesia dan Korsel juga berkomitmen meningkatkan kualitas pelayanan jasa di berbagai sektor, termasuk pariwisata. Perjanjian ini akan memfasilitasi tenaga kerja asing dan kunjungan bisnis dan mengintegrasikan sejumlah sektor jasa, seperti waralaba, konstruksi, dan layanan pos dan kurir.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com