Dia bilang, imbauan klarifikasi tersebut merupakan hal yang lumrah. Tujuannya guna memastikan kepatuhan material wajib pajak. Belakangan ini, sumber Kontan menyebutkan banyak wajib pajak badan yang dimintai klarifikasi.
Prianto bilang SP2DK masih menjadi cara otoritas pajak menggali potensi penerimaan, teranyar otoritas akan menggunakan data SPT Tahunan 2020 yang tenggat waktunya berakhir pada 30 April 2021 untuk wajib pajak badan. Namun menurutnya butuh waktu satu hingga dua bulan agar kualitas SP2DK yang diterbitkan Ditjen Pajak nantinya punya potensi penerimaan.
Sebab, perlu disandingkan dengan data internal dan eksternal Ditjen Pajak.
“SP2DK akan mulai kenceng di semester II-2021. Sementara untuk SPT Tahunan 2016 dan 2017 yang sudah dapat SP2DK lebih dulu, ini masa kadaluarsanya segera habis, biasanya akan didahulukan lewat pemeriksaan, kalau belum diperiksa karena prioritasnya tinggi,” kata Prianto kepada Kontan, Kamis (8/4/2021).
Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan Badan Pengurus Pusat (BPP) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Ajib Hamdani memprediksi SP2DK tahun ini tidak akan jauh berbeda dengan tahun sebelumnya, walaupun di masa pandemi seperti ini. Menurutnya, Ditjen Pajak tetap akan mengejar potensi penerimaannya.
“Tren yang kami lihat Ditjen terus mengupayakan penggalian potensi lewat mekanisme SP2DK sebelum melanjutkannya ke proses pemeriksaan bila WP dinilai tidak kooperatif,” kata Ajib kepada Kontan, Kamis (8/4/2021).
Baca juga: BKPM Bakal Jadi Kementerian Investasi, Begini Realisasi Investasi RI di Era Jokowi
Ajib menilai SP2DK di tahun ini tidak hanya berfokus pada SPT Tahunan 2020 saja, melainkan SPT Tahunan di tahun-tahun sebelumnya, sesuai dengan daluwarsa pajak lima tahun. Meskipun potensi lebih bayar SPT Tahunan 2020 wajib pajak badan tahun ini semakin tinggi.
“Jadi, walau kondisi lebih bayar tidak menutup kemungkinan untuk diterbitkan SP2DK,” ujar Ajib.
Kendati demikian, Pengamat Pajak Center for Information Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menilai penerbitan SP2DK hingga menghasilkan penerimaan bagi DJP membutuhkan proses yang cukup panjang. Menurutnya, dalam situasi ekonomi seperti saat ini, dibutuhkan solusi jangka pendek untuk mengerek penerimaan pajak.
"Untuk menggali penerimaan memang cukup efektif namun perlu juga pertimbangan aspek keadilan, terutama bagi WP yang selama ini sudah patuh," kata Fajry kepada Kontan.co.id, Kamis (8/4).
Kata Fajry, penerimaan pajak saat ini loyo dikarenakan rendahnya potensi penerimaan bukan masalah rendahnya effort Ditjen Pajak.
“Banyak perusahaan yang terpaksa tutup jadi potensi penerimaannya yang memang rendah. Saya yakin ketika ekonomi bangkit kinerja penerimaan kita juga akan bangkit,” kata Fajry.
Proyeksi Fajry, penerimaan pajak pada 2021 akan tumbuh 2,6 persen hingga 3 persen year on year (yoy) dari realisasi tahun lalu. Dus, shortfall penerimaan bisa mencapai Rp 131 triliun, atau hanya setara 89,34 persen dari target akhir tahun yang telah ditetapkan oleh pemerintah sebesar Rp 1.229,6 triliun. (Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Anna Suci Perwitasari)
Baca juga: Daftar Terbaru Lelang Mobil Sitaan Ditjen Pajak, Ada Innova dan Rush
Artikel ini telah tayang di Kontan.co.id dengan judul: Incar potensi penerimaan pajak, Ditjen Pajak tebar surat